Woensdag 15 Mei 2013

Materi ajar sosio antro



BAB I
PENDAHULUAN

Kompetensi Dasar:
Memahami pengertian sosiologi dan antropologi, Memahami Definisi sosiologi dan antropologi menurut beberapa ahli, Memahami Ciri-ciri sosiologi dan antropologi dan Memahami Perbedaan sosiologi dan antropologi

A.    Peta Konsep
B.     Pengertian Sosiologi
Istilah Sosiologi menurut Auguste Comte berasal dari bahasa Yunani (latin). Sosiologi berasal dari kata socius yang artinya teman atau sesama dan logos berarti cerita. Jadi menurut arti katanya sosiologi berarti cerita tentang teman atau kawan (masyarakat). Sebagai ilmu, sosiologi merupakan sebuah pengetahuan kemasyarakatan yang tersusun dari hasil pemikiran ilmiah dan dapat dikontrol secara kritis oleh orang lain.
Sosiologi lahir sebagai ilmu yang mempelajari tentang masyarakat, muncul pada abad ke-19, yang dipopulerkan oleh seorang filosof Prancis yang bernamaAuguste Comte (1798–1857). Di dalam bukunya Course De Philosophie Positive, ia menjelaskan bahwa untuk mempelajari masyarakat harus melalui urutan-urutan tertentu, yang kemudian akan sampai pada tahap akhir yaitu tahap ilmiah. Dengan demikian, Comte merintis upaya penelitian terhadap masyarakat, yang selama berabad-abad sebelumnya dianggap mustahil. Atas jasanya memperkenalkan istilah sosiologi maka Comte disebut sebagai Bapak Sosiologi. Ia mengkaji sosiologi secara sistematis, sehingga sosiologi terlepas dari ilmu filsafat dan berdiri sendiri sejak pertengahan abad ke-19.
Gagasan Comte mendapat sambutan luas, terbukti dengan munculnya sejumlah ilmuwan di bidang sosiologi. Mereka antara lain, Pitirim A. Sorokin, Herbert Spencer, Karl Marx, Emile Durkheim, George Simmel, dan Max Weber. Mereka semua berjasa dalam menyumbangkan beragam pendekatan untuk mempelajari masyarakat yang sangat berguna bagi perkembangan sosiologi.

C.    Definisi Sosiologi dan Antropologi Menurut Beberapa Ahli
Berikut ini beberapa definisi tentang sosiologi.
a. Roucek dan Warren
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antarmanusia dalam kelompok-kelompok.
b. Pitirim A. Sorokin, sosiologi adalah ilmu yang mempelajari:
1.      Hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka macam gejala sosial (misalnya gejala ekonomi, gejala agama, gejala keluarga, dan gejala moral).
2.      Hubungan dan pengaruh timbal balik antara gejala sosial dengan gejala nonsosial (gejala geografis, biologis)
c. William F. Ogburn dan Mayer F. Nimkoff
Sosiologi adalah penelitian secara ilmiah terhadap interaksi sosial dan hasilnya, yaitu organisasi sosial.
d. J. A. A. Von Dorn dan C. J. Lammers
Sosiologi adalah ilmu pengetahuan tentang struktur-struktur dan proses-proses kemasyarakatan yang bersifat stabil.
e.  Max Weber
Sosiologi adalah ilmu yang berupaya memahami tindakantindakan sosial.
f.  Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi
Sosiologi adalah ilmu kemasyarakatan yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial termasuk perubahan sosial.
g. Hassan Shadily
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hidup bersama dalam masyarakat, menyelidiki ikatan-ikatan antara manusia yang menguasai kehidupan dengan mencoba mengerti sifat dan maksud hidup bersama, cara terbentuknya hidup bersama serta perubahannya, perserikatan, kepercayaan, dan keyakinan.
h. Paul B. Horton
Sosiologi adalah ilmu yang memusatkan kajian pada kehidupan kelompok dan produk kehidupan kelompok tersebut.
i.  Soerjono Soekanto
Sosiologi adalah ilmu yang memusatkan perhatian pada segi-segi kemasyarakatan yang bersifat umum dan berusaha untuk mendapatkan pola-pola umum kehidupan masyarakat.
Dari beberapa uraian para ahli tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa sosiologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tata hubungan dalam masyarakat, serta berusaha mencari pengertian-pengertian umum, rasional empiris, bersifat umum dan dapat dikontrol secara kritis oleh orang lain yang
ingin mengetahuinya.

D.    Ciri-Ciri Sosiologi dan Antropologi
Sosiologi merupakan salah satu bidang ilmu sosial yang mempelajari masyarakat. Sosiologi sebagai ilmu telah memenuhi semua unsur ilmu pengetahuan. Menurut Harry M. Johnson, yang dikutip oleh Soerjono Soekanto, sosiologi sebagai ilmu mempunyai ciri-ciri, sebagai berikut:
a. Empiris, yaitu didasarkan pada observasi dan akal sehat yang hasilnya tidak bersifat spekulasi (menduga-duga).
b. Teoritis, yaitu selalu berusaha menyusun abstraksi dari hasil observasi yang konkret di lapangan, dan abstraksi tersebut merupakan kerangka dari unsur-unsur yang tersusun secara logis dan bertujuan menjalankan hubungan sebab akibat sehingga menjadi teori.
c. Komulatif, yaitu disusun atas dasar teori-teori yang sudah ada, kemudian diperbaiki, diperluas sehingga memperkuat teori-teori yang lama.
d. Nonetis, yaitu pembahasan suatu masalah tidak mempersoalkan baik atau buruk masalah tersebut, tetapi lebih bertujuan untuk menjelaskan masalah tersebut secara mendalam.

E.     Perbedaan Sosiologi dan Antropologi
Objek kajian sosiologi adalah masyarakat. Masyarakat selalu berkebudayaan. Masyarakat dan kebudayaan tidak sama, tetapi berhubungan sangat erat. Masyarakat menjadi kajian pokok sosiologi dan kebudayaan menjadi kajian pokok antropologi. Jika diibaratkan sosiologi merupakan tanah untuk tumbuhnya kebudayaan. Kebudayaan selalu bercorak sesuai dengan masyarakat. Masyarakat berhubungan dengan susunan serta proses hubungan antara manusia dan golongan. Adapun kebudayaan berhubungan dengan isi/corak dari hubungan antara manusia dan golongan. Oleh karena itu baik masyarakat atau kebudayaan sangat penting bagi sosiologi dan antropologi. Hanya saja, penekanan keduanya berbeda.

F.     Tokoh-tokoh Sosiologi
1. Auguste Marie Francois Xavier Comte (Auguste Comte)
Auguste Comte merupakan salah satu tokoh pemikir andal di bidang sosiologi. Bukunya Course de Philosophie Positive, menjadikan Comte disebut sebagai Bapak Sosiologi atau peletak dasar sosiologi. Pemikiran Auguste Comte yang dijadikan dasar pemikiran sosiologi antara lain berikut ini.
a. Membedakan sosiologi ke dalam statistika sosial dan dinamika sosial.
b. Pengembangan tiga tahap pemikiran manusia (tahap teologis, metafisis, dan positif) yang menjadi ciri perkembangan pengetahuan manusia dan masyarakat.
c. Gejala sosial dapat dipelajari secara ilmiah melalui metodemetode pengamatan, percobaan, perbandingan dan sejarah.
d. Fakta kolektif historis dan masyarakat terikat pada hukum-hukum tertentu dan tidak pada kehendak manusia.
2. Emile Durkheim
Durkheim merupakan salah satu tokoh sosiologi yang dipengaruhi oleh tradisi pemikiran Prancis–Jerman. Durkheim termasuk salah satu peletak dasar-dasar sosiologi modern. Menurut Durkheim yang harus dipelajari sosiologi adalah fakta-fakta sosial mengenai cara bertindak, berpikir, dan merasakan apa yang ada di luar individu dan memiliki daya paksa atas dirinya.
Contoh fakta sosial menurut Durkheim antara lain hukum, moral, kepercayaan, adat istiadat, tata cara berpakaian dan kaidah ekonomi. Fakta-fakta sosial tersebut dapat mengendalikan dan memaksa individu karena individu yang melanggarnya akan diberi sanksi oleh masyarakat.
3. Karl Marx
Karl Marx lebih dikenal sebagai tokoh sejarah ekonomi daripada seorang sosiolog. Sebagai seorang penulis sosiologi sumbangan Marx terletak pada teori kelas. Marx berpendapat bahwa sejarah masyarakat manusia merupakan sejarah perjuangan kelas. Menurut Marx, perkembangan pembagian kelas dalam ekonomi kapitalisme menumbuhkan dua kelas yang berbeda, yaitu:
a. kaum borjuis (kaum kapitalis) yaitu kelas yang terdiri dari orang-orang yang menguasai alat-alat produksi dan modal;
b. kaum proletar adalah kelas yang terdiri atas orang-orang yang tidak mempunyai alat produksi dan modal, sehingga dieksploitasi oleh kaum kapitalis.
Menurut Marx, pada suatu saat kaum proletar menyadari akan kepentingan bersama, sehingga mereka bersatu dan memberontak terhadap kaum kapitalis. Mereka menang dan dapat mendirikan masyarakat tanpa kelas.
4. Max Weber
Max Weber mengatakan bahwa yang dipelajari oleh sosiologi adalah tindakan sosial. Tindakan manusia disebut tindakan sosial apabila mempunyai arti subjektif. Tindakan itu dihubungkan dengan tingkah laku orang lain dan diorientasikan kepada kesudahannya, yang termasuk dalam tindakan sosial bukanlah tindakan terhadap objek-objek bukan manusia, seperti tukang kayu atau tindakan batiniah seperti bersemedi.
Dalam analisis yang dilakukan Weber terhadap masyarakat, konflik menduduki tempat sentral. Konflik merupakan unsur dasar kehidupan manusia dan tidak dapat dilenyapkan dari kehidupan manusia. Manusia dapat mengubah sarana-sarana, objek, asas-asas atau pendukung-pendukungnya, tetapi tidak dapat membuang konflik itu sendiri. Konflik terletak pada dasar integrasi sosial maupun perubahan sosial. Hal ini terlihat nyata dalam politik (perjuangan demi mencapai kekuasaan) dan dalam persaingan ekonomi.
5. Charles Horton Cooley
Charles Horton Cooley mengembangkan konsepsi mengenai hubungan timbal balik dan hubungan yang tidak terpisahkan antara individu dengan masyarakat. Pada waktu manusia berada di bawah dominasi kelompok utama yaitu keluarga, kelompok sepermainan dan rukun tetangga, manusia akan saling kenal antara warga-warganya serta kerja sama pribadi yang erat. Kerja sama yang bersifat pribadi tadi adalah peleburan individu-individu dalam satu kelompok sehingga tujuan individu juga menjadi tujuan kelompoknya.


















BAB II
KONSEP-KONSEP DALAM SOSIOLOGI DAN ANTROPOLOGI

Kompetensi Dasar:
Memahami konsep tentang: Kebudayaan, Gagasan kolektif, Norma social,Interaksi social, Sosialisasi, Perilaku menyimpang, Struktur social, Konflik social, Mobilitas social, Kelompok social, Perubahan social, Lembaga social dan Penelitian sosial

1.         Kebudayaan: Keseluruhan hasil belajar berupa perilaku yang dapat diwariskan secara sosial, yang meliputi gagasan-gagasan, nilai-nilai, kebiasaan-kebiasaan, dan benda-benda kebudayaan milik kelompok atau masyarakat
2.         Nilai sosial : Gagasan kolektif (bersama-sama) tentang apa yang dianggap baik, penting, diinginkan, dan dianggap layak, sekaligus tentang yang tidak baik, tidak penting, tak diinginkan, dan tidak layak dalam sebuah kebudayaan
3.         Norma Sosial: Ukuran ideal perilaku manusia yang memberikan batas-batas bagi anggota masyarakat dalam mencapai tujuan hidupnya.
4.         Interaksi sosial:    Proses hubungan antara dua pihak yang ditandai oleh adanya aksi (tindakan) yang dijawab dengan reaksi (tindakan balasan)
5.         Sosialisasi: Proses dengan mana seseorang memperoleh pengetahuan, ketrampilan-ketrampilan, dan sikap yang diperlukannya agar dapat berfungsi sebagai orang dewasa dan sekaligus sebagai pemeran aktif dalam satu kedudukan atau peranan tertentu di masyarakatnya.
6.         Perilaku menyimpang: Perilaku seseorang/sekelompok orang yang dianggap melanggar standar perilaku atau norma-norma yang berlaku dalam sebuah kelompok/masyarakat atau dianggap tidak menyesuaikan diri dengan kehendak umum masyarakat atau kelompok
7.         Struktur sosial: Pola hubungan-hubungan, kedudukan-kedudukan, dan jumlah orang yang memberikan kerangka bagi organisasi manusia, baik dalam kelompok kecil maupun keseluruhan masyarakat
8.         Konflik sosial: Proses sosial ketika orang perorangan atau kelompok manusia berusaha untuk memenuhi apa yang menjadi tujuannya dengan jalan menentang pihak lain yang disertai dengan ancaman dan atau kekerasan
9.         Mobilitas sosial: Gerakan berpindah orang-perorang dan kelompok-kelompok melalui ruang sosial dari satu kelas sosial ke kelas sosial lainnya.
10.     Kelompok sosial: Dua atau lebih orang yang memelihara pola-pola hubungan yang stabil/ tetap selama rentang waktu tertentu
11.     Perubahan sosial: Perubahan signifikan yang terjadi sepanjang waktu dalam hal bentuk-bentuk perilaku dan budaya, termasuk nilai-nilai dan norma-norma
12.     Lembaga sosial: Suatu sistem tata kelakuan dan hubunga yang berpusat pada aktivitas-aktivitas untuk memenuhi kompleks-kompleks kebutuhan khusus dalam kehidupan masyarakat
13.     Penelitian sosial: Upaya untuk menemukan jawaban atas pertanyaan yang berkenaan dengan fenomena sosial atau kemasyarakatan berdasarkan cara kerja logika-empiris

























BAB III
NILAI DAN NORMA DALAM MASYARAKAT

Kompetensi Dasar:
Memahami Masyarakat dan kebudayaan, Nilai – nilai dalam Masyarakat, dan Norma – norma dalam Masyarakat

A.    Peta Konsep
B.     Nilai Sosial
1.   Pengertian Nilai Sosial
Nilai sosial dalam sosiologi bersifat abstrak karena nilai tidak dapat dikenali dengan pancaindra. Nilai hanya dapat ditangkap melalui benda atau tingkah laku yang mengandung nilai itu sendiri. Nilai (value) mengacu pada pertimbangan terhadap suatu tindakan, benda, cara untuk mengambil keputusan apakah sesuatu yang bernilai itu benar (mempunyai nilai kebenaran), indah (nilai keindahan/estetik), dan religius (nilai ketuhanan).Pengertian nilai sosial adalah penghargaan yang diberikan masyarakat terhadap sesuatu yang dianggap baik, luhur, pantas dan mempunyai daya guna fungsional bagi masyarakat.
Berikut ini pendapat beberapa ahli sosiologi tentang nilai sosial.
a. Prof. Dr. Notonegoro, membagi nilai menjadi tiga macam sebagai berikut.
1) Nilai material
Nilai material adalah segala sesuatu yang berguna bagi jasmani/unsur fisik manusia.
2) Nilai vital
Nilai vital adalah segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk melakukan suatu kegiatan dan aktivitas.
3) Nilai kerohanian
Nilai kerohanian adalah segala sesuatu yang berguna bagi batin (rohani) manusia.
Nilai kerohanian manusia dibedakan menjadi empat macam, yaitu:
a)  Nilai kebenaran adalah nilai yang bersu-ber pada unsur akal manusia;
b)  Nilai keindahan adalah nilai yang bersumber pada perasaan manusia (nilai estetika);
c) Nilai moral (kebaikan) adalah nilai yang bersumber pada unsur kehendak atau kemauan (karsa dan etika);
d) nilai religius adalah nilai ketuhanan yang tertinggi, yang sifatnya mutlak dan abadi.
b. Robert M. Z. Lawang
Menurut M. Z. Lawang, nilai adalah gambaran mengenai apa yang diinginkan, pantas, berharga dan memengaruhi perilaku sosial dari orang yang memiliki nilai itu.
c. Woods
Menurut Woods, nilai sosial merupakan petunjuk umum yang telah berlangsung lama, yang mengarahkan tingkah laku dan kepuasan dalam kehidupan sehari-hari.
d. C. Kluckhohn
Menurut Kluckhohn, semua nilai kebudayaan pada dasarnya mencakup:
1) Nilai mengenai hakikat hidup manusia;
2) Nilai mengenai hakikat karya manusia;
3) Nilai mengenai hakikat kedudukan manusia dalam ruang dan waktu;
4) Nilai mengenai hakikat hubungan manusia dengan alam;
5) Nilai mengenai hakikat hubungan manusia dengan sesamanya.
e. Walter G. Everett
Menurut Walter G. Everett, nilai dibagi menjadi lima bagian sebagai berikut.
1) Nilai-nilai ekonomi (economic values) yaitu nilai-nilai yang berhubungan dengan  sistem ekonomi. Hal ini berarti nilai-nilai tersebut mengikuti harga pasar.
2) Nilai-nilai rekreasi (recreation values) yaitu nilai-nilai permainan pada waktu senggang, sehingga memberikan sumbangan untuk menyejahterakan
kehidupan maupun memberikan kesegaran jasmani dan rohani.
3) Nilai-nilai perserikatan (association values) yaitu nilai-nilai yang meliputi berbagai bentuk perserikatan manusia dan persahabatan kehidupan keluarga, sampai dengan tingkat internasional.
4) Nilai-nilai kejasmanian (body values) yaitu nilai-nilai yang berhubungan dengan kondisi jasmani seseorang.
5) Nilai-nilai watak (character values) nilai yang meliputi semua tantangan, kesalahan pribadi dan sosial termasuk keadilan, kesediaan menolong, kesukaan pada kebenaran, dan kesediaan mengontrol diri.
2. Ciri-Ciri Nilai Sosial
 Nilai sosial mempunyai ciri sebagai berikut.
a. Merupakan hasil interaksi sosial antarwarga masyarakat.
b. Bukan bawaan sejak lahir melainkan penularan dari oranglain.
 Contohnya: seorang anak bisa menerima nilai menghargai waktu, karena orang tua   mengajarkan disiplin sejak kecil. Nilai ini bukan nilai bawaan lahir dari sang anak.
c. Terbentuk melalui proses belajar (sosialisasi).
 Contohnya: nilai menghargai persahabatan dipelajari anak dari sosialisasinya dengan  teman-teman sekolah.
d. Merupakan bagian dari usaha pemenuhan kebutuhan dan kepuasan sosial manusia.
e. Bervariasi antara kebudayaan yang satu dengan kebudayaan yang lain.
Contohnya: di negara-negara Barat waktu itu sangat dihargai sehingga keterlambatan sulit diterima (ditoleransi). Sebaliknya di Indonesia, keterlambatan dalam jangka waktu
tertentu masih dapat dimaklumi.
f. Dapat memengaruhi pengembangan diri seseorang baik positif maupun negatif.
g.  Memiliki pengaruh yang berbeda antarwarga masyarakat.
h. Cenderung berkaitan antara yang satu dan yang lain sehingga membentuk pola dan  sistem sosial.
i. Dapat memengaruhi kepribadian individu sebagai anggota masyarakat. Contohnya: nilai yang mengutamakan kepentingan pribadi akan melahirkan individu yang egois dan kurang peduli pada orang lain. Adapun nilai yang mengutamakan kepentingan bersama akan membuat individu lebih peka secara sosial.
3. Macam-Macam Nilai Sosial
 Nilai sosial berdasarkan ciri sosialnya dapat dibedakan menjadi dua yaitu nilai dominan dan nilai yang mendarah daging.
a.       Nilai dominan
Nilai dominan yaitu nilai yang dianggap lebih penting dibandingkan nilai lainnya. Ukuran dominan atau tidaknya suatu nilai didasarkan pada hal-hal berikut ini.
1)   Banyaknya orang yang menganut nilai tersebut
Contohnya: hampir semua orang/masyarakat menginginkan perubahan ke arah perbaikan di segala bidang kehidupan, seperti bidang politik, hukum, ekonomi dan sosial.
2)  Lamanya nilai itu digunakan
Contohnya: dari dulu sampai sekarang Kota Solo dan Yogyakarta selalu mengadakan tradisi sekaten untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad saw. yang diadakan di alun-alun keraton dan di sekitar Masjid Agung.
3)  Tinggi rendahnya usaha yang memberlakukan nilai tersebut
Contohnya: menunaikan ibadah haji merupakan salah satu rukun Islam yang wajib dilaksanakan umat Islam yang mampu. Oleh karena itu, umat Islam selalu berusaha sekuat tenaga untuk dapat melaksanakannya.
4)   Prestise/kebanggaan orang-orang yang menggunakan nilai dalam masyarakat.
Contohnya: memiliki mobil mewah dan keluaran terakhir dapat memberikan kebanggaan/prestise tersendiri.
b. Nilai yang mendarah daging
Nilai yang mendarah daging yaitu nilai yang telah menjadi kepribadian dan kebiasaan. Seseorang melakukannya seringkali tanpa proses berfikir atau pertimbangan lagi. Biasanya nilai tersebut telah tersosialisasi sejak seseorang masih kecil. Jika ia tidak melakukannya maka ia akan merasa malu bahkan merasa sangat bersalah.
Contohnya: seorang guru melihat siswanya gagal dalam ujian akhir akan merasa telah gagal mendidiknya.
4. Fungsi Nilai Sosial
Nilai bagi manusia berfungsi sebagai landasan, alasan, atau motivasi dalam segala tingkah laku dan perbuatannya. Nilai mencerminkan kualitas pilihan tindakan dan pandangan hidup seseorang atau masyarakat. Sebuah interaksi sosial memerlukan pertimbangan nilai baik itu dalam mendapatkan hak maupun dalam menjalankan kewajiban. Dengan demikian, nilai mengandung standar normatif dalam perilaku individu maupun dalam masyarakat.
Adapun fungsi nilai sosial sebagai berikut.
a. Sebagai alat untuk menentukan harga atau kelas sosial seseorang dalam struktur stratifikasi sosial. Misalnya kelompok ekonomi kaya (upper class), kelompok ekonomi menengah (middle class) dan kelompok masyarakat kelas rendah (lower class).
b. Mengarahkan masyarakat untuk berfikir dan bertingkah laku sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat (berperilaku pantas).
c. Dapat memotivasi atau memberi semangat pada manusia untuk mewujudkan dirinya dalam perilaku sesuai dengan yang diharapkan oleh peran-perannya dalam mencapai tujuan.
d. Sebagai alat solidaritas atau pendorong masyarakat untuk saling bekerja sama untuk mencapai sesuatu yang tidak dapat dicapai sendiri.
e. Pengawas, pembatas, pendorong dan penekan individu untuk selalu berbuat baik.

B. Norma Sosial
1. Pengertian Norma Sosial
Dalam kehidupan bermasyarakat selalu terdapat aturan, kaidah atau norma yang berupa suatu keharusan, anjuran, ataupun larangan. Kaidah atau norma yang ada di masyarakat merupakan perwujudan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat tersebut. Ada hubungan antara nilai dan norma. Jika nilai merupakan sesuatu yang baik, diinginkan, dan dicita-citakan oleh masyarakat maka norma merupakan aturan bertindak yang dibenarkan untuk mewujudkan cita-cita tersebut.
Norma adalah patokan perilaku dalam suatu kelompok masyarakat tertentu. Norma disebut pula peraturan sosial menyangkut perilaku-perilaku yang pantas dilakukan dalam menjalani interaksi sosialnya. Keberadaan norma di masyarakat bersifat memaksa individu atau suatu kelompok agar bertindak sesuai dengan aturan sosial yang telah terbentuk sejak lama. Norma tidak boleh dilanggar. Siapa pun yang melanggar norma, maka akan memperoleh hukuman. Misalnya, bagi siswa yang terlambat tidak boleh masuk kelas, bagi siswa yang menyontek pada waktu ulangan diberi nilai nol, dan seterusnya.
Norma merupakan hasil perbuatan manusia sebagai makhluk sosial. Pada mulanya, aturan itu dibentuk secara tidak sengaja, makin lama norma-norma itu disusun secara sadar. Norma dalam masyarakat berisi tata tertib, aturan, petunjuk, standar perilaku yang pantas dan wajar.
Norma cara adalah norma atau aturan yang daya ikatnya sangat lemah. Orang yang melanggar norma ini biasanya mendapatkan sanksi ringan berupa celaan atau ejekan. Contohnya: makan sambil berbicara.
Adapun norma sosial yang berlaku dalam masyarakat antara lain sebagai berikut.
a. Norma Kebiasaan (folkways)
Norma kebiasaan adalah perbuatan yang diulang-ulang dalam bentuk yang sama. Kebiasaan merupakan bukti bahwa orang menyukai perbuatan itu. Individu yang melanggar norma ini biasanya batinnya tidak tenang dan tidak nyaman. Sanksi yang diberikan hanya berupa teguran.
Contohnya: kebiasaan berjabat tangan jika bertemu teman atau saudara, menghormati orang yang lebih tua, makan dengan tangan kanan, berpakaian bagus pada waktu pesta dan berjalan kaki di jalur sebelah kiri.
b. Norma Tata Kelakuan
Tata kelakuan adalah sekumpulan perbuatan yang mencerminkan sifat-sifat hidup dari sekelompok manusia yang dilakukan secara sadar. Tata kelakuan berfungsi untuk melaksanakan pengawasan, baik langsung maupun tidak langsung oleh masyarakat terhadap anggotanya. Dengan demikian, tata kelakuan adalah aturan yang mendasarkan pada ajaran agama (akhlak), filsafat, atau kebudayaan. Daerah satu dengan daerah lainnya mempunyai norma tata kelakuan yang berbeda. Tata kelakuan bersifat memaksa, bisa juga bersifat melarang. Pelanggaran terhadap norma ini sanksinya berat, misalnya ada yang diusir dari desanya, ada yang harus berhadapan dengan massa, ada yang diarak keliling kampung, dan lain-lain. Contoh pelanggaran terhadap norma ini adalah berzina, membunuh, dan mencuri.
Berdasarkan uraian di atas maka tata kelakuan memiliki fungsi di dalam suatu masyarakat, sebagai berikut:
1) Memberikan batasan pada perilaku individu dalam masyarakat tertentu.
2) Mendorong seseorang agar sanggup menyesuaikan tindakan-tindakannya dengan tata kelakuan yang berlaku di dalam kelompoknya.
3) Membentuk solidaritas antara anggota-anggota masyarakat dan sekaligus memberikan perlindungan terhadap kebutuhan dan kerja sama antara anggota-anggota yang bergaul dalam masyarakat.
c. Norma Adat Istiadat (Custom)
Adat istiadat (custom) adalah kumpulan tata kelakuan yang paling tinggi kedudukannya, karena bersifat kekal dan terintegrasi sangat kuat dengan pola-pola perilaku masyarakat. Menurut Koentjaraningrat, adat istiadat (custom) disebut kebudayaan abstrak atau sistem nilai. Individu atau orang yang melanggar adat istiadat dapat memperoleh sanksi yang berat baik langsung maupun tidak langsung, misalnya dikucilkan dari masyarakat atau digunjingkan masyarakat.
2. Ciri-Ciri Norma Sosial
Norma sosial atau norma masyarakat memiliki ciri-ciri, yaitu:
·         Umumnya tidak tertulis
·         Hasil dari kesepakatan masyarakat;
·         Warga masyarakat sebagai pendukung sangat menaatinya;
·         Apabila norma dilanggar maka yang melanggar norma harus menghadapi sanksi;
·         Norma sosial kadang-kadang bisa menyesuaikan perubahan sosial, sehingga norma sosial bisa mengalami perubahan.
3. Macam-Macam Norma Sosial
Norma sosial di masyarakat dibedakan menurut aspek-aspek tertentu, tetapi aspek-aspek itu saling memengaruhi satu sama lain. Adapun macam-macam norma sosial tersebut, antara lain sebagai berikut.
a. Menurut resmi tidaknya norma
Menurut resmi tidaknya, norma dibedakan menjadi dua macam, seperti berikut:
1) Norma resmi (formal)
Norma resmi adalah patokan atau aturan yang dirumuskan dan diwajibkan dengan tegas oleh pihak yang berwenang kepada semua anggota masyarakat. Norma resmi ini bersifat memaksa bagi semua masyarakat. Contohnya seluruh hukum yang tertulis dan berlaku di Indonesia.
2) Norma tidak resmi (nonformal) adalah patokan atau aturan yang dirumuskan secara tidak jelas dan pelaksanaannya tidak diwajibkan bagi anggota masyarakat. Norma itu tumbuh dari kebiasaan yang berlaku pada masyarakat. Norma tidak resmi sifatnya tidak memaksa bagi masyarakat. Contohnya aturan makan, minum, dan berpakaian.
b. Menurut kekuatan sanksinya.
Menurut kekuatan sanksinya, norma dibedakan menjadi lima, sebagai berikut.
1) Norma agama
Norma agama adalah peraturan sosial yang sifatnya mutlak dan tidak dapat ditawar-tawar atau diubah karena berasal dari wahyu Tuhan. Norma agama merupakan petunjuk hidup manusia dalam menjalani kehidupannya. Norma agama berasal dari ajaran agama dan kepercayaan-kepercayaan lainnya (religi). Pelanggaran terhadap norma ini adalah dikatakan berdosa. Contohnya melaksanakan sembahyang, penyembahan kepada-Nya, tidak berbohong, tidak berjudi, dan tidak mabuk-mabukan.
2) Norma hukum (laws)
Norma hukum adalah aturan sosial yang dibuat oleh lembaga-lembaga tertentu misalnya pemerintah atau negara. Oleh karena dibuat negara, norma ini dengan tegas dapat melarang dan memaksa orang untuk dapat berperilaku sesuai dengan keinginan pembuat peraturan itu sendiri. Norma hukum diberlakukan agar dalam masyarakat tercipta ketertiban, keamanan, ketenteraman, dan keadilan. Norma hukum ada dua yaitu hukum tertulis (pidana dan perdata) dan hukum tidak tertulis (hukum adat). Pelanggaran terhadap norma ini sanksinya berat berupa sanksi denda sampai hukuman fisik (misal dipenjara, denda, hukuman mati). Contohnya: wajib membayar pajak, bagi pengendara motor/mobil wajib memiliki SIM, dilarang mengambil barang milik orang lain, dilarang membunuh.
3) Norma kesopanan
Norma kesopanan adalah sekumpulan peraturan sosial yang mengarah pada hal-hal yang berkenaan dengan bagaimana seseorang harus bertingkah laku yang wajar dalam kehidupan bermasyarakat. Pelanggaran terhadap norma ini akan mendapatkan celaan, kritik, dan lain-lain, tergantung pada tingkat pelanggaran. Contohnya: tidak membuang ludah sembarangan dan selalu mengucapkan terima kasih jika diberi sesuatu.
4) Norma kesusilaan
Norma kesusilaan adalah peraturan sosial yang berasal dari hati nurani. Norma ini menghasilkan akhlak, sehingga seseorang dapat membedakan apa yang dianggap baik apa yang dianggap jelek. Norma kesusilaan bersandar pada suatu nilai kebudayaan. Pelanggaran terhadap norma ini berakibat sanksi pengucilan secara fisik (diusir) ataupun batin (dijauhi). Contohnya berpegangan tangan, berpelukan di tempat umum antara lakilaki dengan perempuan, telanjang di tempat umum.
5) Norma kelaziman
Norma kelaziman adalah tindakan manusia mengikuti kebiasaan yang umumnya dilakukan tanpa harus pikir panjang karena kebiasaan itu dianggap baik, patut, sopan, dan sesuai dengan tata krama. Contohnya cara berpakaian dan cara makan.
6) Norma mode (fashion)
Norma mode (fashion) adalah cara dan gaya dalam melakukan dan membuat sesuatu yang sifatnya berubah-ubah serta diikuti banyak orang. Mode (fashion) biasanya dimulai dengan meniru terhadap sesuatu yang dianggap terbaru. Ciri utama mode adalah bahwa orang yang mengikutinya bersifat massal dan kalangan luas menggandrunginya. Dalam tingkah laku atau tindakan sosial ada kecenderungan bahwa manusia dipengaruhi oleh mode yang diikutinya. Tindakan yang cenderung mengikuti mode disebut modis. Contohnya: mode pakaian, mode rambut, meniru kacamata, dan model motor.
4. Fungsi Norma Sosial
Norma sosial bagi manusia penting karena sebagai pedoman bertingkah laku dalam hidup bermasyarakat. Norma sosial memiliki fungsi sebagai berikut.:
a. Sebagai aturan atau pedoman tingkah laku dalam masyarakat.
b. Sebagai alat untuk menertibkan dan menstabilkan kehidupan sosial.
c. Sebagai sistem kontrol sosial dalam masyarakat.
Dengan adanya norma kita mengerti apa yang boleh kita lakukan dan apa yang tidak boleh kita lakukan.











BAB IV
PROSES SOSIAL DAN INTERAKSI SOSIAL

Kompetensi Dasar:
Memahami Interaksi social, InteraksiSosial dan Pola Keteraturan dan Interaksi Sosial serta  Dinamika Kehidupan Sosial

A. Peta Konsep
B.  Interaksi Sosial
Manusia sebagai makhluk sosial selalu berhubungan dengan orang lain. Dalam bergaul, berbicara, bersalaman, bahkan bertentangan sekalipun kita memerlukan orang lain. Dalam bergaul dengan orang lain selalu ada timbal balik atau melibatkan dua belah pihak.
Interaksi sosial merupakan ciri khas kehidupan bermasyarakat/sosial. Artinya kehidupan bermasyarakat/sosial akan kelihatan nyata dalam berbagai bentuk pergaulan seseorang dengan orang lain. Contoh: keramaian di pasar, buruh pabrik berdemontrasi, dan pelajar belajar di kelas. Interaksi sosial terjadi apabila satu individu melakukan tindakan sehingga menimbulkan reaksi bagi individu-individu lain. Interaksi sosial tidak hanya berupa tindakan yang berupa kerja sama tetapi juga dapat berupa persaingan dan pertikaian.
Menurut Kimball Young dan Raymond W. Mack, interaksi sosial adalah hubungan-hubungan sosial yang dinamis dan menyangkut hubungan antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, maupun kelompok dengan kelompok.
1. Syarat-Syarat Terjadinya Interaksi Sosial
Interaksi sosial dapat terjadi apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a.       Adanya kontak sosial (sosial contact)
Kontak berasal dari kata Con atau Cun yang berarti bersama-sama, dan Tango yang artinya menyentuh. Jadi, secara harfiah kontak berarti saling menyentuh. Dalam sosiologi kontak tidak hanya bersentuhan fisik saja, kadang-kadang bias terjadi tanpa fisik, misalnya berbicara melalui telepon, menulis surat, dan internet. Kontak hanya dapat berlangsung apabila kedua belah pihak sadar akan kedudukan atau kondisi masing-masing. Untuk itu kontak memerlukan kerja sama dengan orang lain. Di era globalisasi kontak dapat berlangsung dengan mudah dan cepat, karena adanya kemajuan teknologi yang makin canggih. Misalnya dengan adanya internet, HP, telepon, telegram, dan email.
Kontak sosial dapat dibedakan sebagai berikut:
1) Berdasarkan bentuk (wujud)
Berdasarkan bentuknya kontak dapat dibedakan menjadi berikut ini.
a) Kontak antara individu dengan individu
Contoh: Kontak antara guru dengan guru, orang tua dengan anaknya, siswa dengan siswa lain, penjual dengan pembeli.
b) Kontak antara individu dengan kelompok
Contoh: Guru dengan murid-muridnya di kelas, penceramah dengan peserta seminar.
c) Kontak antara kelompok dengan kelompok
Contoh: Pertandingan sepak bola antara dua tim kesebelasan, pertandingan bola voli antara dua tim bola voli.
2) Berdasarkan cara
Berdasarkan caranya kontak dibedakan menjadi dua, yaitu berikut ini.
a)  Kontak langsung (primer)
Kontak langsung yaitu hubungan timbal balik yang terjadi secara langsung, contoh: berbicara, berjabat tangan, tersenyum, dan bahasa isyarat.
b) Kontak tidak langsung (sekunder)
Kontak tidak langsung (sekunder) yaitu hubungan timbal balik yang yang memerlukan perantara (media). Perantara/media yang digunakan dalam kontak sekunder bisa berupa benda misalnya, telepon, TV, radio, HP, surat, dan telegram atau bisa juga menggunakan manusia, misalnya seorang pemuda meminang seorang gadis melalui orang lain.
3) Berdasarkan sifatnya
Berdasarkan sifatnya kontak sosial ada dua macam, yaitu berikut ini:
a) Kontak positif yaitu kontak sosial yang mengarah kepada suatu kerja sama, misalnya kontak antara pedagang dengan pembeli.
b) Kontak negatif yaitu kontak sosial yang mengarah kepada suatu pertentangan, misalnya kontak senjata antara dua negara yang sedang berperang.
b. Komunikasi
Komunikasi adalah suatu proses penyampaian pesan (ide atau gagasan) dari satu pihak kepada pihak lain agar terjadi saling memengaruhi di antara keduanya.
1) Komunikasi dibedakan menjadi dua, yaitu berikut ini.
a)  Komunikasi lisan (verbal), yaitu komunikasi dengan menggunakan kata-kata  (verbal) yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak.
 Contoh: berbicara langsung dan melalui telepon.
b)  Komunikasi nonverbal (isyarat), yaitu komunikasi dengan menggunakan gerak-gerik badan, bahasa isyarat, atau menunjukkan sikap tertentu.
Contoh: menggelengkan kepala, mengangkat bahu, dan melambaikan tangan.
2) Syarat-syarat komunikasi
 Komunikasi dapat berlangsung apabila memenuhi syarat sebagai berikut:
a) Ada pengirim (sender) yaitu pihak yang mengirimkan pesan kepada pihak lain.
b) Penerima atau komunikasi (receiver) yaitu pihak yang menerima pesan dari pihak lain.
c) Pesan (message) adalah isi atau maksud yang akan disampaikan oleh setiap pihak kepada pihak lain.
d) Umpan balik (feed back) adalah tanggapan dari penerima pesan atau isi pesan yang disampaikannya.
Suatu kontak bisa terjadi tanpa komunikasi, jika terjadi kontak tanpa komunikasi maka tidak akan terjadi interaksi sosial. Misalnya, orang Jawa bertemu dengan orang Batak, orang Jawa menyapa dengan bahasa Jawa, padahal orang Batak tidak mengerti bahasa Jawa, maka komunikasi tidak akan terjadi.
Komunikasi dapat berdampak positif jika masing-masing dapat menafsirkan apa yang dimaksud. Komunikasi juga bisa berdampak tidak baik apabila salah satu pihak tidak dapat menafsirkan maksud pihak lain.
2. Ciri-Ciri Interaksi Sosial
Dari uraian tersebut di atas, dapat disampaikan bahwa interaksi sosial memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Pelakunya lebih dari satu orang.
b. Ada komunikasi di antara pelaku melalui kontak sosial.
c. Mempunyai maksud dan tujuan yang jelas, terlepas dari sama atau tidaknya tujuan tersebut dengan yang diperkirakan pelaku.
d. Ada dimensi waktu (masa lampau, maka kini, dan masa datang) yang akan menentukan sikap aksi yang sedang berlangsung.
3. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Interaksi Sosial
Interaksi sosial sebagai bentuk hubungan manusia yang menimbulkan aksi dan reaksi dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor dari luar individu. Menurut Soerjono Soekanto, faktor yang memengaruhi interaksi sosial ada enam macam, sebagai berikut:
a. Imitasi
Imitasi adalah proses belajar dengan cara meniru atau mengikuti perilaku orang lain. Imitasi dapat berakibat positif bila yang ditiru merupakan individu-individu baik menurut pandangan umum. Tetapi imitasi juga bisa bersifat negatif jika individu yang ditiru berlawanan dengan pandangan umum.
Contoh: banyak anak SMA mengikuti mode rambut artis dicat dan panjang bagi laki-laki.
b. Sugesti
Sugesti adalah pemberian pengaruh pandangan seseorang kepada orang lain dengan cara tertentu, sehingga orang tersebut mengikuti pandangan/ pengaruh tersebut tanpa berpikir panjang. Sugesti biasanya dilakukan dari orang-orang yang berwibawa dan mempunyai pengaruh besar di lingkungan sosialnya. Cepat atau lambat proses sugesti tergantung pada usia, kepribadian, kemampuan intelektual, dan kemampuan fisik seseorang. Sugesti dapat berupa berbagai bentuk sikap atau tindakan seperti perilaku, pendapat, saran, dan pertanyaan. Reklame dan iklan yang dimuat di media cetak, atau media elektronik juga merupakan salah satu bentuk sugesti yang bersifat massal.
Contoh: iklan sampo yang diperagakan oleh seorang yang seolah-olah rambutnya rontok, setelah memakai sampo tersebut rambutnya menjadi kuat/tidak rontok dan tebal.
c. Identifikasi
Identifikasi adalah kencenderungan atau keinginan dalam diri seseorang untuk menjadi sama dengan individu lain yang ditiru. Orang lain yang menjadi sasaran identifikasi disebut idola (dari kata idol yang berarti sosok yang dipuja).
Identifikasi merupakan bentuk lanjut dari proses sugesti dan proses imitasi yang telah kuat.
Contoh: seorang siswa yang mengagumi gurunya, sering mengidentifikasi dirinya seperti guru yang dikaguminya.
d. Simpati
Simpati adalah perasaan tertarik yang timbul dalam diri seseorang dan membuatnya merasa seolah-olah berada dalam keadaan orang lain. Perasaan simpati dapat disampaikan kepada seseorang, sekelompok orang, atau lembaga formal pada waktu khusus misalnya peringatan ulang tahun kemerdekaan RI , kenaikan kelas, atau kenaikan jabatan. Agar simpati dapat berlangsung, diperlukan adanya saling pengertian antara kedua belah pihak. Pihak yang satu terbuka mengungkapkan pemikiran atau isi hatinya, sedangkan pihak yang lain mau menerimanya. Itulah sebabnya simpati merupakan dasar-dasar persahabatan.
Contoh: perasaan simpati seorang perjaka terhadap gadis yang akhirnya menimbulkan perasaan cinta kasih di antara keduanya.


e.  Motivasi
Motivasi adalah dorongan, rangsangan, atau stimulus yang diberikan seseorang kepada orang lain, sehingga orang yang diberi motivasi menuruti atau melaksanakan apa yang dimotivasikan secara kritis, rasional, dan penuh rasa tanggung jawab. Motivasi dapat diberikan dari seorang individu kepada kelompok, kelompok kepada kelompok, individu kepada individu. Motivasi dapat berupa sikap, perilaku, pendapat, saran, dan pertanyaan. Contoh: penghargaan kepada siswa yang berprestasi merupakan motivasi bagi siswa untuk belajar lebih giat.
f. Empati
Empati adalah proses kejiwaan seorang individu untuk larut dalam perasaan orang lain baik suka maupun duka.
Contoh: kalau kita melihat orang lain mendapat musibah, kita seolah-olah ikut menderita.
4. Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial
Bentuk-bentuk interaksi sosial secara garis besar dapat kita bedakan menjadi dua yaitu interaksi sosial yang bersifat assosiatif dan interaksi sosial yang bersifat dissosiatif. Untuk lebih jelasnya akan kita uraikan satu persatu.
a.  Interaksi sosial yang bersifat assosiatif
Interaksi sosial yang bersifat assosiatif dapat berbentuk kerja sama, akomodasi, asimilasi, dan akulturasi.
1) Kerja sama (cooperation)
Kerja sama adalah suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Kerja sama dilakukan sejak manusia mulai berinteraksi dengan sesamanya. Kebiasaan kerja sama dimulai sejak kanak-kanak, mulai dari dalam kehidupan keluarga lalu meningkat kelompok sosial yang lebih luas. Kerja sama akan berkembang apabila menghadapi situasi tertentu antara lain:
a) Tantangan alam yang ganas
b) Pekerjaan yang membutuhkan tenaga missal
c) Upacara keagamaan yang sakral;
d) Musuh yang datang dari luar.
Kerja sama bisa bersifat konstruktif (membangun), bias juga destruktif (merusak). Contoh kerja sama konstruktif yaitu guru dan siswa memulihkan nama baik sekolah akibat dinodai sejumlah siswa yang melakukan tindakan kriminalitas. Adapun contoh kerja sama yang bersifat destruktif adalah tawuran antarpelajar. Selain itu kerja sama juga bisa bersifat agresif apabila suatu kelompok mengalami kekecewaan yang berkepanjangan akibat rintangan-rintangan dari luar kelompok. Bentuk-bentuk kerja sama meliputi antara lain:
a) Bargaining yaitu pelaksanaan perjanjian mengenai pertukaran barang dan jasa antara dua organisasi atau lebih
b) Cooperation yaitu penerimaan unsur-unsur baru dalam kepemimpinan dari suatu organisasi untuk menghindari terjadinya kecurangan dalam stabilitas organisasi yang bersangkutan
c) Coalition yaitu gabungan antara dua organisasi atau lebih yang mempunyai tujuan yang sama
d) Joint venture yaitu kerja sama dalam usaha proyek-proyek tertentu.
Di pedesaan kerja sama merupakan tradisi turun-temurun, yang disebut dengan istilah gotong royong. Misalnya untuk masyarakat Jawa gotong royong disebut gugur gunung, di Sunda disebut sambat-sinambat, di Batak disebut raron, di Manado disebut mapulus, dan di Bali disebut arud kelod ketog semprong.
2)  Akomodasi
Akomodasi adalah keseimbangan interaksi sosial dalam kaitannya dengan norma dan nilai yang ada di masyarakat. Akomodasi sering terjadi dalam situasi konflik sosial (pertentangan). Akomodasi merupakan suatu cara untuk menyelesaikan pertentangan tanpa menghancurkan pihak lawan, sehingga pihak lawan tidak kehilangan kepribadiannya.
•) Akomodasi dilakukan bertujuan untuk:
a) mengurangi pertentangan akibat perbedaan paham
b) mencegah meledaknya pertentangan untuk sementara waktu
c) mewujudkan kerja sama antara kelompok-kelompok yang hidup terpisah akibat psikologis serta kultural dan mengusahakan peleburan kelompok-kelompok sosial yang terpisah.
•) Bentuk-bentuk akomodasi antara lain berikut ini.
a)      Koersi (coercion), yaitu bentuk akomodasi yang terjadi karena adanya pelaksanaan dari pihak lain yang lebih kuat.
Contoh: sistem pemerintahan komunis.
b) Kompromi (compromise), yaitu bentuk akomodasi di mana pihak yang mengalami perselisihan mengurangi tuntutannya agar tercapai suatu penyelesaian.
Contoh: gencatan senjata dua pihak yang berperang.
c) Arbitrasi (arbitration), yaitu bentuk akomodasi yang melibatkan pihak ketiga dalam menyelesaikan suatu konflik. Dalam hal itu pihak ketiga bersifat netral.
Contoh: penyelesaian antara dua negara yang sedang perang oleh PBB sebagai pihak ketiga.
d) Toleransi yaitu sikap saling menghargai dan menghormati pendirian masing-masing.
e) Mediasi yaitu bentuk akomodasi yang hampir sama dengan arbitrasi, namun pihak ketiga tidak mempunyai wewenang memutuskan masalah, hanya sebatas sebagai penasihat.
f) Konversi (conversion) yaitu konflik apabila salah satu pihak bersedia mengalah dan mau menerima pendirian pihak lain.
g) Konsiliasi yaitu penyelesaian konflik dengan jalan mempertemukan pihak-pihak yang bertikai di meja perundingan.
h) Ajudikasi yaitu penyelesaian konflik di meja pengadilan.
i) Stalemate yaitu bentuk akomodasi di mana pihak yang berselisih mempunyai kekuatan seimbang. Keduanya sadar bahwa tidak mungkin maju atau mundur, sehingga pertentangan antara keduanya akan berhenti pada suatu titik.
j) Segregasi yaitu upaya untuk saling menghindar di antara pihak-pihak yang bertikai untuk mengurangi ketegangan.
k) Ceasefire yaitu menunda perselisihan dalam jangka waktu tertentu sambil mengupayakan terselenggaranya penyelesaian konflik.
l) Dispasement yaitu mengakhiri konflik dengan mengalihkan pada objek masing-masing.
3)  Asimilasi
Asimilasi adalah proses sosial yang timbul apabila ada kelompok masyarakat dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda, saling bergaul secara interaktif dalam jangka waktu yang lama. Dengan demikian, lambat laun tidak ada perbedaan antara individu dengan kelompok untuk mengurangi perbedaan tersebut. Usaha-usaha asimilasi meliputi mempererat kesatuan tindakan, sikap, perasaan dengan memerhatikan kepentingan dan tujuan bersama.
Hasil dari proses asimilasi antara lain lahir:
a) kelompok-kelompok manusia dengan berbeda kebudayaan;
b) individu-individu sebagai warga kelompok yang saling mengenal;
c) kebudayaan baru dari kelompok yang saling menyesuaikan diri.
Asimilasi akan terjadi jika memenuhi syarat sebagai berikut:
a)   terdapat sejumlah kelompok yang memiliki kebudayaan yang berbeda
b) terjadi pergaulan antara individu atau kelompok secara intensif dalam ukuran  waktu yang lama;
c) kebudayaan masing-masing kelompok saling berubah dan menyesuaikan diri.
Faktor-faktor yang mendorong dan mempermudah proses asimilasi adalah sebagai berikut:
a) toleransi, keterbukaan, saling menghargai, dan menerima unsur-unsur kebudayaan;
b) kesempatan yang sama dalam bidang ekonomi
c) sikap menghargai orang asing dengan kebudayaannya;
d) sikap terbuka dari golongan yang berkuasa dalam masyarakat
e) perkawinan campuran dari kelompok yang berbeda kebudayaan (amalgasi);
f) persamaan dalam unsur-unsur kebudayaan universal.
Faktor-faktor yang menghambat terjadinya asimilasi antara lain:
a) kelompok terisolasi atau terasing
b) kurangnya pengetahuan mengenai kebudayaan baru yang dihadapi
c) prasangka negatif terhadap pengaruh budaya baru;
d) perasaan primordial bahwa kebudayaan sendiri lebih baik dari pada kebudayaan lain;
e) perbedaan yang sangat mencolok seperti ciri-ciri ras, teknologi, dan ekonomi;
f) golongan minoritas mengalami gangguan oleh penguasaan;
g) perasaan grup yang kuat.
4)  Akulturasi
Akulturasi adalah proses sosial yang timbul karena penerimaan dan pengolahan unsur-unsur kebudayaan asing tanpa menghilangkan unsur-unsur kebudayaan asli. Akulturasi merupakan perpaduan dua unsure kebudayaan dalam kurun waktu yang lama. Dalam akulturasi unsur-unsur kebudayaan asing tersebut melebur ke dalam kebudayaan asli, dengan tidak menghilangkan kepribadian kedua unsur kebudayaan tersebut.
Contohnya perpaduan musik Melayu dengan musik Spanyol menjadi/lahir musik keroncong.
Unsur-unsur yang mudah diterima dalam alkulturasi antara lain:
a) kebudayaan material;
b) teknologi baru yang manfaatnya cepat dirasakan dan mudah dioperasikan, misalnya kebudayaan pertanian (alat-alat, pupuk, dan benih);
c) kebudayaan yang mudah disesuaikan dengan kondisi setempat (kesenian, olahraga);
d) kebudayaan yang pengaruhnya kecil, misalnya model pakaian.
Unsur-unsur kebudayaan yang sukar di terima antara lain:
a) kebudayaan yang mendasari pola pikir masyarakat, misalnya unsur keagamaan;
b) kebudayaan yang mendasari proses sosialisasi yang sangat meluas dalam kehidupan masyarakat, misalnya makanan pokok, sopan-santun, dan mata pencaharian. Individu/orang yang mudah menerima budaya asing yaitu:
a) golongan muda yang belum memiliki identitas dan kepribadian yang mantap
b) golongan masyarakat yang hidupnya belum memiliki status yang penting
c) kelompok masyarakat yang hidupnya tertekan, misalnya pengangguran dan penduduk terpencil.
b. Interaksi sosial yang bersifat dissosiatif
Interaksi sosial yang bersifat dissosiatif mengarah kepada bentuk pertentangan atau konflik yang berwujud persaingan, kontravensi, pertikaian, dan permusuhan. Interaksi sosial bersifat dissosiatif disebut pula proses oposisi. Konflik atau pertentangan adalah suatu proses yang terjadi apabila individu atau kelompok berusaha mencapai tujuan dengan jalan menentang pihak lawan dengan ancaman atau kekerasan.
Berikut ini akan kita bahas bentuk-bentuk interaksi sosial yang bersifat dissosiatif, sebagai berikut.
1) Persaingan (competition)
Persaingan adalah proses sosial yang melibatkan individu atau kelompok yang saling berlomba dan berbuat sesuatu untuk mencapai kemenangan tertentu. Persaingan dapat terjadi apabila beberapa pihak menginginkan sesuatu yang terbatas atau sesuatu yang menjadi pusat perhatian umum.
Misalnya, beberapa orang memperebutkan kedudukan/ jabatan gubernur kepala daerah. Adapun nantinya yang menduduki jabatan gubernur hanya satu orang. Persaingan yang dilakukan sesuai dengan norma dan tingkah laku sosial yang berlaku di masyarakat, kecil kemungkinan menggunakan kekerasan atau ancaman. Persaingan seperti ini disebut persaingan secara sehat atau sportif.
Adapun persaingan yang disertai dengan kekerasan, ancaman atau keinginan untuk merugikan pihak lain dinamakan persaingan tidak sehat. Hal ini bukan lagi termasuk persaingan tetapi sudah menjurus pada permusuhan.
Misalnya persaingan di bidang ekonomi dan politik.
a) Hal-hal yang menyebabkan tumbuhnya persaingan, antara lain:
·         perbedaan pendapat mengenai sesuatu yang paling prinsip
·          perselisihan paham yang mengusik harga diri seseorang;
·         persamaan kepentingan dalam hal yang sama
·         perbedaan sistem nilai dan norma dari kelompok masyarakat
·         perbedaan kepentingan politik.
b)      Persaingan dapat berakibat, sebagai berikut:
1.      Tumbuhnya solidaritas antaranggota kelompok atau kelompok
2.      Timbulnya perubahan sikap baik positif maupun negative
3.      Kehilangan harta benda atau jiwa manusia jika terjadi benturan fisik
4.      Terjadi negosiasi di antara pihak-pihak yang bertikai di dalam keadaan status quo.
c)   Fungsi persaingan
Persaingan memiliki beberapa fungi antara lain:
1.      Dapat menyalurkan keinginan individu atau kelompok yang sama-sama menuntut untuk dapat dipenuhi tuntutannya, padahal tidak semua keinginan dapat dipenuhi secara serentak
2.      Dapat menyalurkan kepentingan dan nilai-nilai dalam masyarakat, terutama nilai dan kepentingan yang dapat menimbulkan persaingan
3.      Dapat menyeleksi individu yang pantas memperoleh kedudukan serta peranan sesuai dengan kemampuannya.
2) Kontravensi
Kontravensi adalah proses sosial yang berada di antara persaingan dan pertentangan. Kontravensi ditandai dengan sikap ketidakpastian, keraguan, penolakan, dan penyangkalan yang tidak diungkapkan secara terbuka. Penyebab kontravensi antara lain perbedaan pendirian kalangan tertentu dengan kalangan lain di masyarakat.
Menurut Leopold Von Wiese dan Howard Becker, bentuk kontravensi dibedakan menjadi lima bentuk sebagai berikut.
a) Kontravensi umum
Misalnya penolakan, keengganan, perlawanan, protes, gangguan, kekerasan, dan mengancam.
b) Kontravesi sederhana
Misalnya menyangkal pernyataan orang lain di depan umum, memaki-maki orang lain melalui selebaran, mencerca, dan memfitnah.
c) Kontravensi ultensif
Misalnya penghasutan, penyebaran desas-desus, dan mengecewakan pihak lain.
d) Kontravensi rahasia berupa pengkhianatan, membuka rahasia pihak lain.
e) Kontravensi taktis berupa intimidasi, mengganggu pihak lain, dan provokasi.
3) Pertikaian
Pertikaian adalah proses sosial yang terjadi apabila individu atau kelompok berusaha memenuhi kebutuhan atau tujuannya dengan jalan menentang pihak lain
dengan cara ancaman atau kekerasan. Pertikaian merupakan proses sosial sebagai kelanjutan dari kontravensi. Dalam pertikaian, perselisihan bersifat terbuka. Pertikaian terjadi karena makin tajamnya perbedaan antara kalangan yang berselisih paham. Kondisi tersebut mengakibatkan ancaman, rasa benci yang mendorong tindakan untuk melukai, menghancurkan atau menyerang pihak lain.
4) Permusuhan (konflik)
Permusuhan (konflik) adalah keadaan yang membuat salah satu pihak merintangi atau menjadi penghalang bagi individu atau kelompok dalam melakukan kegiatan-kegiatan tertentu. Permusuhan atau konflik diawali dengan adanya perbedaan atau persaingan yang serius sehingga sulit didamaikan atau ditemukan kesamaannya. Permusuhan atau konflik merupakan situasi yang wajar dapat terjadi di lingkungan keluarga, sekolah, lingkungan tetangga, bahkan antarnegara. Permusuhan atau konflik merupakan sikap yang tidak terpuji, karena bertentangan dengan nilai-nilai dan norma yang berlaku dalam lingkungan masyarakat. Permusuhan berbeda dengan persaingan.
Perbedaan keduanya dapat Anda perhatikan pada tabel berikut:
Permusuhan
Persaingan
1.   Aktivitas yang dilakukan mengakibatkan reaksi keras (benturan fisik).
2. Ada rencana atau niat mencelakakan
pihak lain.
3. Muncul karena kesalahpahaman kedua
belah pihak.
4. Dilaksanakan dengan penuh prasangka
sehingga merugikan orang lain.
1.    Aktivitas yang dilakukan tidak menimbulkan reaksi yang berarti.
2.    Tidak berniat menjatuhkan orang lain.
3.    Dapat digunakan sebagai motivasi untuk
meraih prestasi dengan hasil yang
optimal.
4. Dilaksanakan dengan langkah-langkah
nyata untuk mencapai tujuan
a) Faktor-faktor penyebab terjadinya konflik, sebagai berikut.
·      Adanya perbedaan individu yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan;
·      Berprasangka buruk kepada pihak lain
·      Iindividu yang kurang bisa mengendalikan emosi
·      Adanya perbedaan kepentingan antara individu dan kelompok, misalnya di bidang politik, ekonomi, dan sosial
·      Persaingan yang sangat tajam sehingga control sosial kurang berfungsi.
b) Macam-macam konflik (permusuhan)
·      Konflik individu.
Konflik yang terjadi antara individu satu dengan individu yang lain, yang disebabkan karena adanya perbedaan kepentingan.
·      Konflik antara kelas sosial
Konflik yang terjadi antara kelas sosial yang satu dengan yang kelas sosial yang lain.
Misalnya konflik antara pengusaha dengan buruh. Buruh menuntut kenaikan upah dengan jam kerja sedikit, sedangkan pengusaha sebaliknya.
·      Konflik rasial
Konflik yang terjadi antara ras yang satu dengan yang lain. Hal ini terjadi karena perbedaan ciri-ciri fisik.
·      Konflik politik
Konflik yang terjadi antara kelompok-kelompok yang memiliki kepentingan yang sama dalam bidang politik atau hal-hal yang berhubungan dengan masalah kenegaraan.
·      Konflik internasional
Konflik yang terjadi antarbangsa-bangsa di dunia yang disebabkan antara perbedaan kepentingan. Misalnya konflik antara Israel dengan Libanon.
Konflik merupakan proses dissosiatif yang tajam. Namun, konflik bisa membawa dampak
positif bagi masyarakat. Misalnya konflik antar masyarakat yang menginginkan perubahan
dalam hidup bermasyarakat/bernegara.

C. Keteraturan Sosial
Keteraturan sosial adalah suatu keadaan di mana hubungan-hubungan sosial yang berlangsung di antara anggota masyarakat berlangsung selaras, serasi, dan harmonis sesuai dengan norma dan nilai yang berlaku dalam masyarakat. Suasana masyarakat yang teratur menunjukkan bahwa setiap orang melakukan tugas dan kewajibannya sesuai dengan aturan yang berlaku. Keteraturan sosial akan mewujudkan suasana permukiman yang penduduknya aman, tenteram, rukun, saling menghargai, saling menghormati dan
bergotong royong.
Unsur-unsur keteraturan sosial, antara lain berikut ini.
1. Tertib sosial, bila terjadi keselaran antara tindakan anggota masyarakat dengan nilai dan norma yang berlaku di dalam masyarakat tersebut.
2. Order adalah suatu sistem norma dan nilai yang diakui dan dipatuhi oleh masyarakat.
3. Keajegan adalah suatu keadaan yang memperlihatkan kondisi keteraturan sosial yang tetap dan berlangsung secara terus-menerus.
4. Pola adalah bentuk umum suatu interaksi sosial.

D. Hubungan Interaksi Sosial dengan Status dan Peran Sosial
1. Status Sosial
Status sosial adalah kedudukan seseorang dalam masyarakat. Status sosial berhubungan erat dengan hak dan kewajiban. Status sosial memberi bentuk dan pola pada interaksi sosial. Dengan demikian berarti interaksi sosial berhubungan erat dengan status sosial. Pada dasarnya status sosial merupakan kumpulan hakhak dan kewajiban-kewajiban seseorang dalam masyarakat. Setiap individu dalam masyarakat mempunyai berbagai status sosial. Status sosial yang ada dalam masyarakat dibedakan menjadi enam. Keenam status itu dapat diuraikan sebagai berikut.
a.       Status yang digariskan (ascribed status), adalah status yang diperoleh secara alami atau otomatis, yang dibawa sejak manusia dilahirkan.
Contohnya: anak seorang bangsawan sejak lahir mendapat gelar bangsawan, jenis kelamin, dan kasta pada masyarakat Hindu.
b.      Status yang diusahakan (achieved status), adalah status yang diperoleh dengan melalui usaha atau perjuangan sendiri dengan disengaja. Semua individu berpeluang menduduki status ini asal memenuhi syarat-syarat tertentu.
Contohnya: gelar kesarjanaan.
c.       Status yang diberikan (assigned status) adalah status yang diberikan kepada seseorang yang telah berjasa memperjuangkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat.
Contohnya: gelar pahlawan dan penerima kalpataru.
d.      Status symbol
Status simbol dapat dikenali dari kebiasaan hidup seharihari, seperti cara berpakaian, tempat tinggal, dan bentuk rumah. Misalnya seseorang yang tinggal di pinggiran kota atau di desa, ke mana-mana bersepeda, dan berpakaian sederhana, menunjukkan bahwa orang tersebut hidupnya sederhana. Sebaliknya seseorang yang tinggal di kompleks perumahan mewah, berkendaraan mobil keluaran terbaru, berpakaian mewah, menunjukkan bahwa orang tersebut hidupnya mewah.
e. Status aktif, adalah status yang pada saat tertentu aktif, pada lain waktu status tersebut tidak aktif. Hal tersebut dapat diketahui bahwa individu tersebut memiliki banyak status. Misalnya seseorang yang menjadi guru, menjadi ketua organisasi politik, menjadi ketua RT di kampung, dan menjadi wirausahawan. Pada saat-saat tertentu, status dia sebagai ketua organisasi politik aktif (misalnya memimpin rapat organisasi), statusnya sebagai wirausahawan akan aktif sesudah dia mengajar, demikian pula sebagai ketua RT pada saat-saat tertentu akan aktif (misalnya memimpin rapat RT).
f. Status laten, adalah status yang diam pada saat status aktifnbekerja. Misalnya seseorang pengacara yang merangkap jadi dosen. Pada saat ia menjadi dosen, maka status pengacaranya tidak aktif. Sebaliknya saat berstatus sebagai pengacara, maka status dosennya tidak aktif.
                  Dalam kehidupan masyarakat sering timbul pertentangan yang dialami seseorang sehubungan dengan status yang dimilikinya. Konflik status yang timbul dalam masyarakat, antara lain berikut ini.
a.    Konflik status individual, yaitu konflik yang terdapat dalam diri pribadi seseorang (batin sendiri).
Contoh: seorang siswa SMA harus memilih antara keinginan bekerja atau mengikuti keinginan ibunya untuk kuliah.
b.   Konflik status antarkelompok, yaitu konflik yang terjadi karena satu kelompok merugikan kelompok lain.
Contoh: peraturan yang dikeluarkan Pemda bertentangan dengan peraturan yang ada di pusat.
c.    Konflik status antarindividu, yaitu konflik status yang terjadi antara individu yang satu dengan individu yang lain.
Contoh: seorang polisi harus menangkap pencuri, padahal pencuri tersebut anaknya sendiri.
2. Peran Sosial (Role)
Peran sosial adalah pelaksanaan hak dan kewajiban seseorang sesuai dengan status sosialnya. Antara peran dan status sudah tidak dapat dipisahkan lagi. Tidak ada peran tanpa status sosial atau sebaliknya. Peran sosial bersifat dinamis sedangkan status sosial bersifat statis. Dalam masyarakat, peran dianggap sangat penting karena peran mengatur perilaku seseorang berdasarkan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Dengan demikian pola peran sama dengan pola perilaku. Pola peran dalam masyarakat dapat dibedakan menjadi tiga macam, berikut ini:
a. Peran ideal, yaitu peran yang diharapkan masyarakat terhadap status-status tertentu. Misalnya peran ideal seorang siswa adalah rajin belajar, sopan-santun, dan pandai.
b. Peran yang diinginkan yaitu peran yang dianggap oleh diri sendiri.
Misalnya seorang ibu tidak ingin berperan sebagai kakak bagi anak perempuannya yang menginjak remaja.
c. Peran yang dikerjakan yaitu peran yang dilakukan individu sesuai dengan kenyataannya. Misalnya seorang bapak berperan sebagai kepala keluarga.
Di dalam masyarakat banyak individu yang memiliki lebih dari satu peran yang berbeda-beda. Kondisi ini dapat berakibat dinamis bagi peran sosial, namun dapat pula menimbulkan konflik, ketegangan, kegagalan, dan kesenjangan dalam berperan. Konflik peran sosial timbul jika orang harus memilih peran dari dua status atau lebih yang dimilikinya pada saat bersamaan. Contohnya seorang guru yang juga seorang ibu rumah
tangga, pada saat putrinya sakit. Pada waktu yang bersamaan ia harus memilih antara mengajar atau membawa putrinya ke dokter. Pada saat ia memutuskan mengantar putrinya ke dokter, dalam dirinya terjadi konflik karena pada saat yang sama tidak bisa menjalankan peran sebagai guru.
1.         Ketegangan
Ketegangan terjadi apabila seseorang mengalami kesulitan melakukan peran karena adanya ketidaksesuaian antara kewajiban yang harus dijalankan dengan tujuan peran itu sendiri. Contohnya seorang pimpinan perusahaan menerapkan disiplin yang ketat kepada karyawannya yang sebagian besar adalah keluarga dekatnya.
2.         Kegagalan peran
Kegagalan peran terjadi apabila seseorang tidak sanggup menjalankan berbagai peran  sekaligus karena terdapat tuntutan-tuntutan yang saling bertentangan.
3.         Kesenjangan peran (role distance)
Kesenjangan peran terjadi apabila seseorang harus menjalani peran yang tidak menjadi prioritas hidupnya sehingga merasa tidak cocok menjalankan peran tersebut.
E. Hubungan Tindakan Sosial dengan Interaksi Sosial
Setelah mempelajari materi tindakan sosial, kita tahu bahwa antara tindakan dan interaksi sosial mempunyai hubungan yang sangat erat. Sebagai makhluk sosial, manusia senantiasa membutuhkan orang lain. Munculnya sikap saling membutuhkan karena manusia hidup dalam sebuah masyarakat. Dalam hidup bermasyarakat, manusia senantiasa melakukan aktivitas-aktivitas atau tindakantindakan sosial. Misalnya melakukan kerja bakti di kampung, membantu tetangga yang punya hajat, menolong tetangga yang ditimpa musibah, dan sebagainya.
Dalam melakukan tindakan-tindakan sosial, manusia tidak bias melepaskan peran dirinya sebagai makhluk individu dan sosial. Hal itu disebabkan manusia selalu melakukan hubungan sosial atau disebut interaksi sosial. Hubungan sosial dapat dilakukan antara
individu dengan individu, antara individu dengan kelompok, dan antara kelompok dengan kelompok. Dalam hal ini, Soerjono Soekanto menyebutkan bahwa interaksi sosial merupakan syarat utama terjadinya aktivitasaktivitasatau tindakan-tindakan sosial.

F. Perubahan/Dinamika Sosial
1. Pengertian Perubahan/Dinamika Sosial
Masyarakat merupakan kumpulan kelompok-kelompok yang membentuk organisasi sosial dan bersifat kompleks. Dalam organisasi tersebut ada norma-norma, nilai-nilai, dan pranata sosial. Di samping itu dalam organisasi sosial terdapat peraturan-peraturan untuk bertingkah laku yang kesemuanya berinteraksi dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam kehidupan bermasyarakat di mana pun pasti akan mengalami dinamika sosial, baik di desa maupun di kota. Dinamika sosial terjadi sebagai akibat adanya interaksi antar manusia dan antar kelompok, sehingga antara mereka terjadi proses saling memengaruhi yang menyebabkan terjadinya dinamika sosial.
Dinamika sosial yang terjadi pada masyarakat dapat berupa perubahan-perubahan nilai-nilai sosial, norma-norma yang berlaku di masyarakat, pola-pola perilaku individu dan organisasi, susunan lembaga kemasyarakatan, lapisan-lapisan maupun kelas-kelas dalam masyarakat, kekuasaan, dan wewenang. Dengan kata lain perubahan sosial meliputi perubahan organisasi sosial, status, lembaga, dan struktur sosial masyarakat.
Beberapa ahli sosiologi mengemukakan pengertian perubahan sosial sebagai berikut.
a. Menurut William F. Ogburn, bahwa ruang lingkup perubahan sosial meliputi unsur-unsur kebudayaan baik yang material maupun yang immaterial.
b. Menurut Kingsley Davis, perubahan sosial adalah perubahan- perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat.
c. Menurut Selo Soemardjan, perubahan sosial adalah segala perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat yang memengaruhi sistem sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai sikap dan pola perilaku di antara kelompok-kelompok masyarakat.
Berdasarkan pendapat para ahli sosiologi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa perubahan sosial terjadi dalam masyarakat dalam kurun waktu tertentu terhadap organisasi sosial yang meliputi nilai-nilai norma, kebudayaan, dan sistem sosial, sehingga terbentuk keseimbangan hubungan sosial masyarakat. Tidak selamanya perubahan/dinamika sosial menghasilkan kemajuan. Namun, yang jelas perubahan sosial menyangkut perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan yang memengaruhi sistem sosialnya, termasuk nilai, sikap, dan pola perilaku antara kelompok-kelompok dalam masyarakat.
2. Teori-Teori Perubahan/Dinamika Sosial
Perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat merupakan sesuatu yang wajar dan akan terus terjadi selama manusia saling berinteraksi dan bersosialisasi. Perubahan sosial terjadi karena adanya perubahan unsure-unsur dalam kehidupan masyarakat baik yang bersifat material maupun immaterial sebagai cara untuk menjaga keseimbangan masyarakat dan menyesuaikan dengan perkembangan zaman yang dinamis.
Beberapa sosiolog berpendapat bahwa penyebab terjadinya perubahan sosial karena adanya kondisi-kondisi sosial primer seperti kondisi geografis, ekonomis, teknologis, maupun biologis.
Beberapa teori yang menjelaskan penyebab terjadinya perubahan sosial antara lain sebagai berikut.
a.       Teori evolusi (evolutionary theory)
Tokoh yang berpengaruh pada teori ini adalah Emile Durkheim dan Ferdinand Tonnies. Durkheim berpendapat bahwa perubahan karena evolusi memengaruhi cara pengorganisasian masyarakat, terutama yang berhubungan dengan kerja. Adapun Tonies memandang bahwa masyarakat berubah dari masyarakat sederhana yang mempunyai hubungan erat dan kooperatif menjadi tipe masyarakat besar yang memiliki hubungan terspesialisasi, terpecah-pecah, terasing, dan mengalami lemahnya ikatan sosial. Hal itu terjadi dalam masyarakat perkotaan. Teori ini hanya menjelaskan mengenai terjadinya perubahan tanpa mampu menjelaskan mengapa masyarakat berubah.
b. Teori konflik (conflict theory)
     Tokoh dalam teori ini adalah Ralf Dahrendorf. Ia berpendapat bahwa semua perubahan merupakan hasil dari konflik kelas di masyarakat. Menurut pandangannya, prinsip dasar teori konflik sosial dan perubahan sosial, selalu melekat dalam struktur masyarakat. Menurut teori ini, konflik berasal dari pertentangan kelas masyarakat antara kelompok tertindas dengan kelompok penguasa, sehingga akan mengarah pada perubahan sosial. Teori ini berpedoman pada pemikiran Karl Marx yang menyebutkan bahwa konflik kelas sosial merupakan sumber yang paling penting dan berpengaruh dalam semua perubahan sosial.
c. Teori fungsional (functional theory)
Teori fungsional berusaha melacak penyebab perubahan sosial sampai ketidakpuasan masyarakat akan kondisi sosialnya yang secara pribadi memengaruhi mereka. Teori ini berhasil menjelaskan perubahan sosial yang tingkatnya moderat. Konsep kejutan budaya (cultural lag) dari William F. Ogburn berusaha menjelaskan perubahan sosial dalam kerangka fungsionalis ini, menurutnya meskipun unsur-unsur masyarakat saling berhubungan satu sama lain, beberapa unsur lainnya tidak secepat itu, sehingga tertinggal di belakang. Ketinggalan itu menyebabkan terjadinya kesenjangan sosial dan budaya antara unsur-unsur yang berubah sangat cepat dan unsurunsur yang berubah sangat lambat. Kesenjangan itu akan menyebabkan adanya kejutan dan budaya pada masyarakat. Ogburn menyebutkan perubahan teknologi biasanya lebih cepat daripada perubahan budaya nonmaterial seperti kepercayaan bahwa perubahan teknologi seringkali menghasilkan kejutan budaya yang pada gilirannya akan memunculkan pola-pola perilaku yang baru, meskipun terjadi konflik dengan nilai-nilai tradisional.
d. Teori siklis (cyclical theory)
Teori ini mempunyai perspektif (sudut pandang) yang menarik dalam melihat perubahan sosial. Teori ini beranggapan bahwa perubahan sosial tidak dapat dikendalikan sepenuhnya oleh siapa pun, bahkan orang-orang ahli sekalipun.
Dalam setiap masyarakat terdapat siklus yang harus diikutinya. Menurut teori ini, kebangkitan dan kemunduran suatu peradaban (budaya) tidak dapat dielakkan, dan tidak selamanya perubahan sosial membawa dampak kebaikan. Oswald Spengler mengemukakan teorinya, bahwa setiap masyarakat berkembang melalui empat tahapan perkembangan seperti pertumbuhan manusia, yaitu masa kelahiran, kanak-kanak, remaja, dan dewasa. Selama zaman pencerahan (renaissance) abad ke- 18, tidak dapat dielakkan lagi peradaban barat mulai mengalami kemunduran menuju ke masa tua tidak ada yang dapat menghentikan proses ini. Seperti pada peradaban Babilonia, Mesir, Yunani, dan Romawi yang terus mengalami kemunduran yang hingga akhirnya runtuh.
Mengenai perubahan sosial, Arnold Y. Toynbee mengemukakan teorinya yang terkenal dengan challenge and response atau tantangan dan tanggapan. Dia mengamati bahwa suatu masyarakat yang mampu merespon dan menyesuaikan diri dengan tantangantantangan yang ada, maka masyarakat itu akan bertahan dan berkembang. Sebaliknya, jika tidak mampu merespon tantangan yang ada, maka akan mengalami kemunduran dan akhirnya punah. Menurut Toynbee, jika suatu tantangan sudah dapat diatasi akan muncul tantangan baru lainnya yang harus dihadapi masyarakat dalam bentuk interaksi timbal balik dengan lingkungannya.
3. Faktor-Faktor Penyebab Perubahan/Dinamika Sosial
Menurut Soekanto faktor-faktor penyebab perubahan/ dinamika sosial dibagi menjadi dua golongan besar, sebagai berikut.
a. Faktor internal
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam masyarakat sendiri, antara lain sebagai berikut:
1)      Bertambahnya atau berkurangnya penduduk.
Pertumbuhan penduduk yang cepat dapat menyebabkan perubahan dalam struktur masyarakat seperti munculnya kelas sosial yang baru dan profesi yang baru. Selain itu pertambahan jumlah penduduk juga mengakibatkan bertambahnya kebutuhan- kebutuhan seperti sandang, pangan, dan papan. Padahal sumber-sumber pemenuhan kebutuhan tidak seimbang, sehingga akan timbul masalah sosial seperti pengangguran, kemiskinan, kriminalitas, dan lain-lain. Kondisi ini akan mengubah pola interaksi dan meningkatnya mobilitas sosial. Selain itu, berkurangnya penduduk yang diakibatkan oleh migrasi dan urbanisasi akan mengakibatkan kekosongan dalam pembagian kerja dan jumlah angkatan kerja, sehingga akan memengaruhi lembaga-lembaga kemasyarakatan.
2)  Adanya penemuan baru (discovery)
Penemuan baru dalam masyarakat di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi mengakibatkan terjadinya perubahan sosial. Misalnya, penemuan traktor untuk membajak sawah telah mengubah cara masyarakat membajak sawah. Dulu masyarakat membajak sawah dengan bajak yang ditarik kerbau atau sapi, sekarang orang membajak sawah dengan traktor yang dirasakan menghemat waktu, biaya, dan tenaga. Penemuan baru yang menyebabkan perubahan dalam masyarakat dibedakan menjadi dua yaitu discovery dan invention.
Discovery adalah penemuan unsur kebudayaan baru, baik berupa alat maupun gagasan yang diciptakan oleh seorang individu atau kelompok. Adapun invention adalah penemuan baru yang sudah diakui, diterima serta diterapkan masyarakat.
3). Pertentangan (konflik) masyarakat.
Dalam interaksi sosial di masyarakat yang heterogen dan dinamis, pertentangan-pertentangan (konflik) mungkin saja terjadi baik antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok. Apalagi pada masyarakat yang berkembang dari masyarakat tradisional ke masyarakat modern akan selalu terjadi pertentangan, misalnya golongan muda yang ingin mengadopsi budaya asing, golongan tua yang tetap mempertahankan tradisi lama. Konflik ini akan menimbulkan perubahan nilai-nilai, pola perilaku dan interaksi yang baru di masyarakat tersebut.
4) Terjadinya pemberontakan (revolusi)
Revolusi adalah perubahan yang sangat cepat dan mendasar yang dilakukan oleh individu atau kelompok. Revolusi akan berpengaruh besar pada struktur masyarakat dan lembaga-lembaga kemasyarakatan. Pengaruh tersebut mulai dari lembaga negara sampai keluarga yaitu mengalami perubahan-perubahan yang mendasar. Contohnya revolusi industri di Inggris, revolusi Perancis, revolusi fisik tahun 1945 di Indonesia.
b. Faktor eksternal
Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar masyarakat, antara lain berikut ini:
1)      Lingkungan alam fisik.
Salah satu faktor penyebab perubahan yang bersumber dari lingkungan alam seperti terjadinya bencana alam banjir, longsor, gempa bumi, kebakaran hutan, dan sebagainya. Di daerah yang terkena banjir menyebabkan masyarakat yang berada di sekitar daerah tersebut terpaksa harus mencari tempat tinggal baru, sehingga mereka harus menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya. Hal ini mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan pada lembaga masyarakat.


2)      Peperangan
Peperangan antara negara satu dengan Negara yang lain kadang bisa menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan baik pada lembaga kemasyarakatan maupun struktur masyarakatnya. Biasanya negara yang menang memaksakan nilai-nilai, cara-cara, dan lembaga yang dianutnya kepada negara yang kalah. Contohnya rakyat Indonesia saat kalah melawan Belanda. Belanda memaksakan penerapan sistem pemerintahan kolonial menggantikan sistem pemerintahan kerajaan yang dianut sebagian besar daerah-daerah di Indonesia. Hal itu berakibat terjadinya perubahan-perubahan pada struktur lembaga kemasyarakatan.
3)      Pengaruh kebudayaan lain
Di era globalisasi ini tidak ada satupun negara yang mampu menutup dirinya dari interaksi dengan bangsa lain. Interaksi yang dilakukan antara dua Negara mempunyai kecenderungan untuk menimbulkan pengaruh lain kadang juga bisa menerima pengaruh dari masyarakat lain. Dengan demikian akan timbul suatu nilai-nilai sosial budaya yang baru sebagai akibat asimilasi atau akulturasi kedua budaya. Dalam kaitannya dengan pengaruh kebudayaan masyarakat lain, dikenal istilah-istilah sebagai berikut.
a)      Akulturasi (cultural contact)
Akulturasi adalah suatu kebudayaan tertentu yang dihadapkan dengan unsur-unsur kebudayaan asing, yang lambat laun unsur kebudayaan asing tersebut melebur/menyatu ke dalam kebudayaan sendiri (asli), tetapi tidak menghilangkan ciri kebudayaan lama.
Hal-hal yang biasa terjadi dalam akulturasi seperti berikut.
– Substansi, yaitu unsur kebudayaan yang ada sebelumnya diganti, dan melibatkan perubahan struktural yang kecil sekali.
– Sinkretisme, yaitu unsur-unsur lama bercampur dengan yang baru dan membentuk sistem yang baru.
   Adisi, yaitu unsur-unsur baru ditambahkan kepada unsur yang lama.
   Dekulturasi, yaitu hilangnya bagian substansial sebuah kebudayaan.
 Orijinasi, yaitu tumbuhnya unsur-unsur baru untuk memenuhi kebutuhan situasi yang berubah.
  Rejection (penolakan), yaitu perubahan yang sangat cepat, sehingga sejumlah besar orang tidak dapat menerimanya, menyebabkan penolakan, pemberontakan, dan gerakan pembangkitan.
b) Difusi
Difusi adalah penyebaran unsur-unsur kebudayaan dari satu tempat ke tempat lain, dari orang ke orang lain, dan dari masyarakat ke masyarakat lain. Manusia dapat menghimpun pengetahuan baru dari hasil penemuan-penemuan. Difusi dapat dibedakan ke dalam jenis berikut.
– Difusi intra-masyarakat
Difusi intra-masyarakat dipengaruhi hal-hal berikut.
•) Pengakuan bahwa penemuan baru bermanfaat bagi masyarakat.
•) Ada tidaknya unsur kebudayaan yang memengaruhi (untuk diterima/ditolak).
•) Unsur yang berlawanan dengan unsure fungsi lama akan ditolak.
•) Kedudukan penemu unsur baru ikut menentukan penerimaan.
•) Ada tidaknya batasan dari pemerintah.
– Difusi antarmasyarakat
Difusi antarmasyarakat dipengaruhi hal-hal berikut.
•) Kontak antarmasyarakat tersebut.
•) Kemampuan mendemonstrasikan.
•) Kegunaan.
•) Menyaingi unsur lama atau mendukung.
•) Peran penemu dan penyebarannya.
•) Pemaksaan.
– Penetrasi
Penetrasi adalah masuknya unsur-unsur kebudayaan asing secara paksa, sehingga kebudayaan lama kalah. Apabila kebudayaan baru seimbang dengan kebudayaan lama, masing-masing kebudayaan hampir tidak mengalami perubahan atau tidak saling memengaruhi. Hal yang demikian disebut hubungan symbiotic.
– Invasi
Invasi adalah masuknya unsur-unsur kebudayaan asing ke dalam kebudayaan setempat, dengan peperangan (penaklukan) bangsa asing terhadap bangsa lain.
– Asimilasi
Asimilasi adalah proses penyesuaian (seseorang/ kelompok orang asing) terhadap kebudayaan setempat. Dengan asimilasi kedua kelompok baik asli maupun pendatang lebur dalam satu kesatuan kebudayaan.
– Hibridisasi
Hibridisasi adalah perubahan kebudayaan yang disebabkan oleh perkawinan campuran antara orang asing dengan penduduk setempat.
– Milenarisme
Milenarisme adalah salah satu bentuk kebangkitan yang berusaha mengangkat golongan masyarakat bawah yang tertindas dan telah lama menderita dalam kedudukan sosial yang rendah.
– Adaptasi
Adaptasi adalah proses interaksi antara perubahan yang ditimbulkan oleh organism pada lingkungannya dan perubahan yang ditimbulkan oleh lingkungan pada organism (penyesuaian dua arah).
– Imitasi
Imitasi adalah proses peniruan kebudayaan lain tanpa mengubah kebudayaan yang ditiru.





















BAB V
KEPRIBADIAN

A.    Peta Konsep
B.     Kepribadian
Setiap individu dengan individu lain memiliki kepribadian yang berbeda. Kepribadian tersebut dimiliki melalui sosialisasi sejak seseorang dilahirkan. Dalam bahasa sehari-hari istilah kepribadian juga berarti ciri-ciri watak seseorang individu yang konsisten yang memberikan identitas bagi dirinya sebagai individu khusus. Ciri watak yang diperlihatkan secara lahir, konsisten, dan konsekuen dalam tingkah lakunya membuat individu tersebut memiliki identitas khususnya yang berbeda dengan individu lain.
Sosiolog yang mengemukakan pengertian kepribadian, antara lain sebagai berikut.
1.      Cuber
Kepribadian adalah gabungan keseluruhan dari sifat-sifat yang tampak dan dapat dilihat oleh seseorang.
2.      M.A.W. Browen
Kepribadian adalah corak tingkah laku sosial yang meliputi corak kekuatan, dorongan, keinginan, opini, dan sikap-sikap seseorang.
3.      Theodore R. New Combe
Kepribadian adalah organisasi sikap-sikap (prespositions) yang dimiliki seseorang sebagai latar belakang terhadap perilaku.
4.      Yinger
Kepribadian adalah keseluruhan perilaku dari seorang individu dengan sistem kecenderungan tertentu yang berinteraksi dengan serangkaian situasi.
Dari berbagai pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa kepribadian (personality) adalah ciri-ciri dan sifat khas yang mewakili sikap atau tabiat seseorang yang mencakup pola-pola pemikiran dan perasaan, konsep diri, perangai, mentalitas, yang umumnya sejalan dengan kebiasaan umum. Setiap kelompok manusia memiliki nilai-nilai, norma-norma, dan adat istiadat. Kelompok manusia secara sadar atau tidak berupaya memengaruhi anggota-anggotanya untuk dapat menyesuaikan diri dengan kelompoknya. Setiap kelompok mewariskan pengalaman khasnya, sehingga menimbulkan kepribadian khas anggota masyarakat tersebut. Kepribadian berkaitan dengan peranan dan kedudukan seseorang dalam berbagai kelompok, sehingga memengaruhi kesadaran dirinya. Kepribadian memberikan identitas yang khas pada diri seseorang sebagai individu yang unik.
Adapun unsur-unsur kepribadian sebagai berikut.


1.      Pengetahuan
Pengetahuan mengisi akal pikiran manusia secara sadar. Pengetahuan individu terisi dengan fantasi, pemahaman, dan konsep lahir dari pengamatan dan pengalaman mengenai berbagai macam hal yang berbeda dengan lingkungan individu tersebut. Semua itu terekam dalam otak dan sedikit diungkap individu melalui bentuk perilaku.
2. Perasaan
Perasaan adalah suatu keadaan dalam kesadaran manusia yang menghasilkan penilaian positif atau negative terhadap sesuatu yang dipengaruhi oleh pengetahuan. Pengetahuan selalu bersifat subjektif karena adanya unsur-unsur penilaian, yang bisa jadi berbeda dengan penilaian orang lain. Perasaan selalu mengisi penuh kesadaran manusia dalam hidupnya.
2.      Dorongan Naluri
Dorongan naluri adalah merupakan kemampuan yakni kecenderungan pada setiap manusia untuk menanggapi suatu rangsangan dengan pola yang teratur. Dorongan hati (naluri) mencakup:
a. dorongan mempertahankan hidup;
b. dorongan seksual;
c. dorongan mencari makan;
d. dorongan bergaul;
e. dorongan meniru perilaku sesama;
f. dorongan berbakti;
g. dorongan akan keindahan bentuk, warna, suara, dan gerak.
Menurut Sigmund Freud, kepribadian terdiri atas tiga bagian, yaitu sebagai berikut.
1. Id, adalah bagian diri seseorang yang bersifat tidak sadar, naluriah, impulsif (mudah terpengaruh oleh gerak hati) dan tidak disosialisasikan.
2.  Ego, merupakan perwakilan bagian dari diri yang bersifat sadar dan rasional, ego sering disebut sebagai penjaga pintu kepribadian, karena ia menjaga antara interaksi Id dengan Superego.
3.  Superego, merupakan perwakilan bagian diri yang telah menyerap nilai-nilai kultur dan berfungsi sebagai suara hati. Misalnya: seorang yang kelaparan membayangkan akan makan semua makanan yang ia hadapi (keinginan untuk makan disebut id), secara sadar ia berusaha mencari makan (berusaha mencari makanan disebut ego), upaya pencarian makanan didasari oleh nilai-nilai dan norma yang berlaku yakni makanan tersebut diperoleh secara wajar, halal, dan sesuai norma yang berlaku (pertimbangan nilai dan norma disebut super ego).

C. Faktor-Faktor Pembentukan Kepribadian
Kepribadian seseorang terbentuk dari hasrat-hasrat biologis dan bakat-bakat naluri yang sudah ada. Kepribadian baru akan berkembang sepenuhnya melalui proses belajar terhadap lingkungan sosial. Perkembangan kepribadian seseorang dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu sebagai berikut.
1. Faktor Keturunan (heredity) Warisan Biologis Semua manusia yang normal dan sehat memiliki persamaan biologis tertentu, seperti memiliki dua tangan, pancaindra, kelenjar seksual, dan otak yang rumit. Persamaan biologis ini membantu menjelaskan beberapa persamaan dalam kepribadian dan perilaku semua orang. Setiap orang memiliki warisan biologis yang berbeda satu dengan lainnya. Faktor keturunan berperan terhadap keramahtamahan, perilaku kompulsif (dipaksakan), dan kemudahan dalam pergaulan sosial. Akan tetapi faktor keturunan tidak berpengaruh terhadap terbentuknya kepemimpinan, pengendalian diri, dorongan hati, sikap, dan nilai. Faktor keturunan yang berpengaruh terhadap pembentukan kepribadian yang terpenting adalah perbedaan intelegensi dan kematangan biologis. Bakat memerlukan anjuran, pelatihan, dan pengajaran untuk dapat dikembangkan dalam kehidupan sosial. Misalnya seseorang yang memiliki bakat menyanyi belum tentu ia kelak menjadi penyanyi jika tidak dilatih secara terus-menerus dan dikembangkan dalam lingkungan kehidupan.
2. Faktor Lingkungan Alam (natural environmental)
Keadaan lingkungan alam seperti perbedaan iklim, topografi, dan sumber daya alam mengharuskan manusia mampu menyesuaikan diri. Dengan adanya proses penyesuaian diri itulah maka akan muncul bentuk kebudayaan yang dipengaruhi oleh alam. Misalnya olahraga ski muncul pada masyarakat yang lingkungan alamnya mengalami musim salju. Kebudayaan masyarakat yang hidup di pantai berbeda dengan masyarakat yang hidup di pegunungan atau hutan belantara. Melalui proses penyesuaian diri manusia membentuk sikap dan tindakan yang berbeda dengan manusia lainya.
3. Faktor Sosial (social environment)
Di samping keadaan alam memengaruhi kebudayaan, kebudayaan pun bisa memengaruhi alam. Perbedaan kebudayaan dalam setiap masyarakat dapat memengaruhi kepribadian seseorang. Misalnya kebudayaan petani, kebudayaan kota, dan kebudayaan industri tertentu memperlihatkan corak kepribadian yang berbeda-beda. Di masyarakat kadang-kadang terdapat karakteristik kepribadian umum, namun tidak berarti semua anggota termasuk di dalamnya. Kepribadian umum merupakan serangkaian ciri kepribadian yang dimiliki oleh sebagian besar anggota kelompok sosial yang bersangkutan.
4. Faktor Kelompok Manusia (group)
   Kepribadian seseorang juga dipengaruhi oleh adanya kelompok manusia lainnya. Hal itu dikarenakan kodrat manusia sebagai makhluk sosial yang tidak mungkin dapat hidup sendiri. Kelompok manusia pertama yang memengaruhi kepribadian anak adalah keluarga, tetangga, teman sepermainan, dan sekolah.

























BAB VI
MASYARAKAT

A.Kehidupan Kolektif dan Definisi Masyarakat
Manusia adalah makhluk yang hidup secara kolektif, berbagai kekurangan membuat manusia merasa butuh dengan orang lain. Dengan kolektifitas ini, manusia dapat hidup secara bahu membahu, saling membantu sehingga membuat manusia semakin kuat sehingga dapat bertahan dalam mempertahankan kelangsungan hidup. Dalam kehidupan kolektif dapat kita lihat halnya dengan serangga yang dapat kita pelajari, karena mereka selalu berusaha untuk mencapai kolektifitas hidup sebagai makhluk.
Walaupun demikian ada satu perbedaan yang mendasar anatara kehidupan kolektif binatang dengan kehidupan kolektif manusia yaitu, bahwa sistem pembahagian kerja, aktifitas kerja sama, serta komunikasi dalam kehidupan kolektif binatang bersifat naluri. Sedangkan sistem pembagian kerja, aktifitas kerja sama serta berkomunikasi pada kehidupan kolektif manusia bukan bersifat naluri. Karena manusia adalah makhluk yang memiliki akal yang dengan akalnya tersebut manusia dapat membayangkan dirinya serta peristiwa-peristiwa yang mungkin dapat terjadi pada dirinya, sehingga manusia dapat mengadakan pilihan serta seleksi pilihan serta seleksi terhadap berbagai alternatif dalam tingkah lakunya untuk mencapai efektifitas yang optimal dalam mempertahankan hidupnya. Jika ditemukan suatu tingkah laku yang kolektif dalam menanggulangi hidup, maka manusia cenderung untuk mengulanginya. Kemudian dengan komunikasi terhadap individu lain terutama terhadap keturunannya, maka ini akan menjadi suatu pola yang mantap. Hal inilah yang biasanya membentuk adat istiadat atau suatu kebiasaan dalam lingkungan kolektif.
Pola-pola tindakan dan tingkah laku manusia adalah hasil pembelajaran. Karena pembelajaran bersifat berubah begitu pula halnya yang terjadi dengan tingkah laku dan tindakan manusia. Seperti halnya pola kehidupan di Indonesia yang dahulunya hidup dari hasil pertanian dan tinggal di dalam rumah yang besar dalam kelompok kerabatnya yang luas. Kini dalam beberapa keturunan banyak diantara mereka yang tinggal di rumah-rumah gedung, apartemen dan tiap harinya melakukan kesibukan yang berbeda-beda seperti pada perusahaan-perusahaan, pabrik-pabrik sebagai direktur jenderal, menejer atau dalam bidang keaktifan lainnya. Namun demikian perubahan-perubahan ini tidak sama cepatnya pada satu kolektif manusia dan manusia lainnya di muka bumi. Ada yang mengalami perubahan secara cepat dan ada pula yang lambat. Proses ini mengakibatkan terjadinya aneka warna dalam kehidupan diberbagai tempat di muka bumi.

B. Berbagai Wujud Kolektif Manusia
            Seluruh makhluk menunjukakan aneka warna dan aneka warna ini menyebabkan timbulnya pola tingkah laku manusia. Namun aneka warna tidak disebabkan karena ciri-ciri ras melainkan kolektif di mana manusia bergaul dan berinteraksi.
            Pada zaman sekarang ini wujud kolektif itu adalah terdiri dari banyak manusia yang tersebar di muka bumi sebagai kesatuan manusia yang erat yang di sebut negara-negara nasional. Di dalam negara-negara nasional tersebut terdapat batas-batas wilayah yang meliputi berbagai batasan yang membuat perbedaan seperti dalam hal bahasa, dan adat istiadat serta kesatuan hidup. Seperti daerah-daerah di suatu negara memiliki adat yang berbeda dan dapat pula digolongkan, seperti golongn petani, buruh, pedagang, pegawai yang memliki pola tingkah laku yang berbeda pula. Golongan itu disebut lapisan –lapisan sosial karena adanya penilaian tinggi rendahnya mengenai tiap golongan tadi. Namun lapisan sosial  di suatu daerah dapat saja tidak berlaku untuk daerah lain seperti penggunaan kasta-kasta di daerah Bali tidak berlaku untuk daerah Minangkabau, Aceh dan lainnya.

C . Unsur-Unsur Masyarakat
Istilah masyarakat berasal dari bahasa arab yaitu Syaraka yang berarti ikut serta, dan berpartisipasi. Masyarakat merupakan sekumpulan manusia yang Saling  bergaul atau saling berintegrasi yang didukung oleh sarana dan prasarana yang akan memudahkan individu di dalamnya untuk saling berintegrasi. Kesatuan di dalam masyarakat memiliki beberapa unsur seperti kategori sosial, golongan sosial, komunitas kelompok dan perkumpulan.
Adanya sarana untuk berintegrasi menyebabkan warga dari suatu kolektif akan saling berintegrasi. Namun tidak semua kesatuan menusia yang bergaul atau berintegrasi itu disebut masyarakat karena masyarakat harus mempunyai suatu ikatan lain yang khusus. Ikatan yang membuat suatu kesatuan manusia mejadi suatu masyarakat adalah pola tingkah laku yang khas mengenai faktor kehidupannya dalam batas kesatuan itu yang menjadi sebuah adat istiadat dan bersifat kontiniu. Dengan demikian dapat dirumuskan bahwa masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berintegrasi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontiniu dan yang terikat oleh satu rasa identitas yang sama.
  • Komunitas adalah satu kesatuan hidup manusia yang menempeti suatu wilayah yang nyata dan berintegrasi menurut sistem adat istiadat dan terikat oleh rasa identititas komunitas.
  • Kategori sosial adalah kesatuan manusia yang terwujud karena adanya suatu ciri yang objetif yang dapat dikenakan kepada manusia-manusia itu.
  • Golongan sosial adalah kesatuan manusia yang terwujud karena suatu ciri yang dikenakan kepada masyarakat yang bersifat spesifik dari pihak luar
  • Kelompok dan perkumpulan adalah adanya interaksi dari tiap anggota dengan adanya adat istiadat serta norma yang mengatur secara kontiniuitas dan rasa identitas yang mempersatukan semua anggota.

D. Pranata Sosial
            Fungsi pranata sosial:
  1. Pranata berfungsi untuk memenuhi untuk keperluan kehidupan kekerabatan (kinship atau domestic institutions)
  2. Berfungsi untuk memenuhi keperluan manusia untuk mata pencaharian hidup (economic institutions)
  3. Berfungsi memenuhi keperluan penerangan dan pendidikan manusia (educational institutions)
  4. Berfungsi memenuhi keperluan ilmiah manusia, menyelami alam semesta (scientific institutions)
  5. Berfungsi untuk memenuhi keperluan untuk penghayatan keindahan sebagai rekreasi (aestetic and recreational institutions)
  6. Berfungsi memenuhi keperluan manusia untuk berhubungan dengan Tuhan (religius institutions)
  7. Berfungsi untuk memenuhi keperluan manusia untuk mengatur dan mengelola keseimbangan kekuasaan (political institutions)
  8. Berfungsi memenuhi keperluan fisik dan kenyamanan manusia (somatic institutions)

Jumlah pranata dalam masyarakat selalu bertambah terutama masyarakat yang sedang berkembang dan dalam masa transisi.

E. Integrasi Sosial
            Dalam memeriksa masyarakat, seorang peneliti merinci kehidupan masyarakat itu ke dalam unsur-unsurnya yaitu pranata, kedudukan sosial dan peranan sosial. Namun demikian penelitian mencapai pengertian mengenai prinsip-prinsip kaitan antar berbagai unsur masyarakat itu. Seorang peneliti hendaknya mencapai pengertian bagaimana misalnya dalam satu masyarakat tertentu, kedudukan pemimpin berkaitan dengan kedudukan lain seperti bawahannya dengan sesamanya, dengan para penyaingnya, dengan lingkungan sahabatnya, dengan pemimpin-pemimpin dari masyarakat lain dan sebagainya. Di sana dapat diukur intensitas sifat, mutu dan frekuensi dari  pola-pola kaitan itu dan kemudian semua hal itu dapat dikaitkan dengan tipe masyarakat yang bersangkutan.
            Ciri khas kehidupan kolektif:
  1. Pembagian kerja yang tetap antara berbagai macam sub kesatuan atau golongan.
  2. Ketergantungan individu pada individu lain dalan kolektif
  3. Kerja sama antar individu
  4. Komunikasi antar indivu
  5. Diskriminasi yang diadakan antara individu-individu warga kolektif dan individu dari warganya.





















BAB VII
KEBUDAYAAN
A.    Pengertian Kebudayaan
Budaya atau kebudayaan (berasal dari bahasa Sansekerta yaitu “buddhayah” yang merupakan bentuk jamak dari “buddhi” (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.
Pengertian

Upacara kedewasaan dari suku WaYao di Malawi, Afrika.
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism. Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic.
Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.
Menurut Edward B. Taylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat. Sedangkan menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.
Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan yaitu sistem pengetahuan yang meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.

B.     Unsur-unsur kebudayaan

Ada beberapa pendapat ahli yang mengemukakan mengenai komponen atau unsur kebudayaan, antara lain sebagai berikut:
·         Melville J. Herskovits menyebutkan kebudayaan memiliki 4 unsur pokok, yaitu:
o  alat-alat teknologi
o  sistem ekonomi
o  keluarga
o  kekuasaan politik
·         Bronislaw Malinowski mengatakan ada 4 unsur pokok yang meliputi:
o  sistem norma yang memungkinkan kerja sama antara para anggota masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan alam sekelilingnya
o  organisasi ekonomi
o  alat-alat dan lembaga-lembaga atau petugas-petugas untuk pendidikan (keluarga adalah lembaga pendidikan utama)
o  organisasi kekuatan (politik)

C.      Wujud kebudayaan dan komponen kebudayaan

Wujud kebudayaan

Menurut J.J. Hoenigman, wujud kebudayaan dibedakan menjadi tiga: gagasan, aktivitas, dan artefak.
  • Gagasan (Wujud ideal)
Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya yang sifatnya abstrak; tidak dapat diraba atau disentuh. Wujud kebudayaan ini terletak dalam kepala-kepala atau di alam pemikiran warga masyarakat. Jika masyarakat tersebut menyatakan gagasan mereka itu dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal itu berada dalam karangan dan buku-buku hasil karya para penulis warga masyarakat tersebut.
  • Aktivitas (tindakan)
Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem sosial. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang saling berinteraksi, mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalam kehidupan sehari-hari, dan dapat diamati dan didokumentasikan.
  • Artefak (karya)
Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Sifatnya paling konkret diantara ketiga wujud kebudayaan.
Dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat, antara wujud kebudayaan yang satu tidak bisa dipisahkan dari wujud kebudayaan yang lain. Sebagai contoh: wujud kebudayaan ideal mengatur dan memberi arah kepada tindakan (aktivitas) dan karya (artefak) manusia.

Komponen kebudayaan

Berdasarkan wujudnya tersebut, kebudayaan dapat digolongkan atas dua komponen utama:
  • Kebudayaan material
Kebudayaan material mengacu pada semua ciptaan masyarakat yang nyata, konkret. Termasuk dalam kebudayaan material ini adalah temuan-temuan yang dihasilkan dari suatu penggalian arkeologi: mangkuk tanah liat, perhisalan, senjata, dan seterusnya. Kebudayaan material juga mencakup barang-barang, seperti televisi, pesawat terbang, stadion olahraga, pakaian, gedung pencakar langit, dan mesin cuci.
  • Kebudayaan nonmaterial
Kebudayaan nonmaterial adalah ciptaan-ciptaan abstrak yang diwariskan dari generasi ke generasi, misalnya berupa dongeng, cerita rakyat, dan lagu atau tarian tradisional.

D.    Hubungan antara unsur-unsur kebudayaan

Komponen-komponen atau unsur-unsur utama dari kebudayaan antara lain:

Peralatan dan perlengkapan hidup (teknologi)

Teknologi menyangkut cara-cara atau teknik memproduksi, memakai, serta memelihara segala peralatan dan perlengkapan. Teknologi muncul dalam cara-cara manusia mengorganisasikan masyarakat, dalam cara-cara mengekspresikan rasa keindahan, atau dalam memproduksi hasil-hasil kesenian.
Masyarakat kecil yang berpindah-pindah atau masyarakat pedesaan yang hidup dari pertanian paling sedikit mengenal delapan macam teknologi tradisional (disebut juga sistem peralatan dan unsur kebudayaan fisik), yaitu:
·         alat-alat produktif
·         senjata
·         wadah
·         alat-alat menyalakan api
·         makanan
·         pakaian
·         tempat berlindung dan perumahan
·         alat-alat transportasi

Sistem mata pencaharian hidup

Perhatian para ilmuwan pada sistem mata pencaharian ini terfokus pada masalah-masalah mata pencaharian tradisional saja, di antaranya:
·         berburu dan meramu
·         beternak
·         bercocok tanam di ladang

Sistem kekerabatan dan organisasi sosial

Sistem kekerabatan

Sistem kekerabatan merupakan bagian yang sangat penting dalam struktur sosial. M. Fortes mengemukakan bahwa sistem kekerabatan suatu masyarakat dapat dipergunakan untuk menggambarkan struktur sosial dari masyarakat yang bersangkutan.
Kekerabatan adalah unit-unit sosial yang terdiri dari beberapa keluarga yang memiliki hubungan darah atau hubungan perkawinan. Anggota kekerabatan terdiri atas ayah, ibu, anak, menantu, cucu, kakak, adik, paman, bibi, kakek, nenek dan seterusnya.
Dalam kajian sosiologi-antropologi, ada beberapa macam kelompok kekerabatan dari yang jumlahnya relatif kecil hingga besar. Macam-macam kelompok kekerabatan itu antara lain:
            Susunan kekerabatan umum di masyarakat
Selain macam kelompok kekerabatan yang telah dijelaskan sebelumnya, di masyarakat umum kita juga mengenal kelompok kekerabatan seperti keluarga inti, keluarga luas, keluarga bilateral, dan keluarga unilateral.

Organisasi sosial

Sebagai makhluk yang selalu hidup bersama-sama, manusia membentuk organisasi sosial untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang tidak dapat mereka capai sendiri. Organisasi sosial adalah perkumpulan sosial yang dibentuk oleh masyarakat, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum, yang berfungsi sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam pembangunan bangsa dan negara.

Bahasa

Bahasa adalah alat atau perwujudan budaya yang digunakan manusia untuk saling berkomunikasi atau berhubungan, baik lewat tulisan, lisan, ataupun gerakan (bahasa isyarat), dengan tujuan menyampaikan maksud hati atau kemauan kepada lawan bicaranya atau orang lain. Melalui bahasa, manusia dapat menyesuaikan diri dengan adat istiadat, tingkah laku, tata krama masyarakat, dan sekaligus mudah membaurkan dirinya dengan segala bentuk masyarakat.
Fungsi bahasa secara umum adalah sebagai berikut:
·         alat berekspresi
·         alat komunikasi
·         alat untuk mengadakan integrasi dan adaptasi sosial
Sedangkan fungsi bahasa secara khusus adalah untuk:
·         Mengadakan hubungan dalam pergaulan sehari-hari (fungsi praktis).
·         Mewujudkan seni (fungsi artistik).
·         Mempelajari naskah-naskah kuno (fungsi filosofis).
·         Untuk mengeksploitasi ilmu pengetahuan dan teknologi.

      Kesenian

      Karya seni dari peradaban Mesir kuno.
            Kesenian mengacu pada nilai keindahan (estetika) yang berasal dari ekspresi hasrat manusia akan keindahan yang dinikmati dengan mata ataupun telinga. Sebagai makhluk yang mempunyai cita rasa tinggi, manusia menghasilkan berbagai corak kesenian mulai dari yang sederhana hingga perwujudan kesenian yang kompleks.
















BAB VIII
PERILAKU MENYIMPANG DAN SIKAP ANTI SOSIAL

Kompetensi Dasar
Memahami perilaku menyimpang dan sikap anti social, Berbagai teori tentang perilaku menyimpang dan Lembaga pengendalian sosial.

A.    Peta Konsep
B.     Perilaku menyimpang
1. Pengertian Penyimpangan Sosial
Dalam kehidupan masyarakat, semua tindakan manusia dibatasi oleh aturan (norma) untuk berbuat dan berperilaku sesuai dengan sesuatu yang dianggap baik oleh masyarakat. Namun demikian di tengah kehidupan masyarakat kadang-kadang masih kita jumpai tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan aturan (norma) yang berlaku pada masyarakat, misalnya seorang siswa menyontek pada saat ulangan, berbohong, mencuri, dan mengganggu siswa lain. Perilaku yang tidak sesuai dengan aturan (norma) yang berlaku disebut penyimpangan sosial (perilaku menyimpang).
Berikut ini beberapa definisi penyimpangan sosial dari para ahli sosiologi.
a. Menurut James W. Van der Zaden
Penyimpangan sosial adalah perilaku yang oleh sejumlah besar orang dianggap sebagai hal yang tercela dan di luar batas toleransi.
b. Menurut Robert M. Z. Lawang
Penyimpangan sosial adalah semua tindakan yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku dalam masyarakat dan menimbulkan usaha dari yang berwenang dalam sistem itu untuk memperbaiki perilaku menyimpang tersebut.
c. Menurut Paul B. Horton
Penyimpangan sosial adalah setiap perilaku yang dinyatakan sebagai pelanggaran terhadap norma-norma kelompok atau masyarakat. Penyimpangan terhadap norma-norma atau nilai-nilai masyarakat disebut deviasi (deviation), sedangkan pelaku atau individu yang melakukan penyimpangan disebut devian (deviant). Kebalikan dari perilaku menyimpang adalah perilaku yang tidak menyimpang yang sering disebut dengan konformitas. Konformitas adalah bentuk interaksi sosial yang di dalamnya seseorang berperilaku sesuai dengan harapan kelompok.
2. Ciri-Ciri Penyimpangan Sosial
Menurut Paul B. Horton penyimpangan sosial memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
a. Penyimpangan harus dapat didefinisikan
Perilaku dikatakan menyimpang atau tidak harus bias dinilai berdasarkan kriteria tertentu dan diketahui penyebabnya.
b. Penyimpangan bisa diterima bisa juga ditolak
Perilaku menyimpang tidak selamanya negatif, ada kalanya penyimpangan bisa diterima masyarakat, misalnya wanita karier. Adapun pembunuhan dan perampokan merupakan penyimpangan sosial yang ditolak masyarakat.
c. Penyimpangan relatif dan penyimpangan mutlak
Semua orang pernah melakukan penyimpangan sosial, tetapi pada batas-batas tertentu yang bersifat relatif untuk semua orang. Dikatakan relatif karena perbedaannya hanya pada frekuensi dan kadar penyimpangan. Jadi secara umum, penyimpangan yang dilakukan setiap orang cenderung relatif. Bahkan orang yang telah melakukan penyimpangan mutlak lambat laun harus berkompromi dengan lingkungannya.
d. Penyimpangan terhadap budaya nyata ataukah budaya ideal
Budaya ideal adalah segenap peraturan hukum yang berlaku dalam suatu kelompok masyarakat. Akan tetapi pada kenyataannya tidak ada seorang pun yang patuh terhadap segenap peraturan resmi tersebut karena antara budaya nyata dengan budaya ideal selalu terjadi kesenjangan. Artinya, peraturan yang telah menjadi pengetahuan umum dalam kenyataan kehidupan sehari-hari cenderung banyak dilanggar.
e. Terdapat norma-norma penghindaran dalam penyimpangan
Norma penghindaran adalah pola perbuatan yang dilakukan orang untuk memenuhi keinginan mereka, tanpa harus menentang nilai-nilai tata kelakukan secara terbuka. Jadi norma-norma penghindaran merupakan bentuk penyimpangan perilaku yang bersifat setengah melembaga.
f. Penyimpangan sosial bersifat adaptif (menyesuaikan)
Penyimpangan sosial tidak selamanya menjadi ancaman karena kadang-kadang dapat dianggap sebagai alat pemikiran stabilitas sosial.

3. Penyebab Terjadinya Penyimpangan Sosial
Menurut Wilnes dalam bukunya “Punishment and Reformation“ sebab-sebab penyimpangan/kejahatan dibagi menjadi dua, yaitu sebagai berikut.
a. Faktor subjektif adalah faktor yang berasal dari seseorang itu sendiri (sifat pembawaan yang dibawa sejak lahir).
b. Faktor objektif adalah faktor yang berasal dari luar (lingkungan).
Misalnya keadaan rumah tangga, seperti hubungan antara orang tua dan anak yang tidak serasi. Untuk lebih jelasnya, berikut diuraikan beberapa penyebab terjadinya penyimpangan seorang individu (faktor objektif).
a. Ketidaksanggupan menyerap norma-norma kebudayaan
Seseorang yang tidak sanggup menyerap normanorma kebudayaan ke dalam kepribadiannya, ia tidak dapat membedakan hal yang pantas dan tidak pantas. Keadaan itu terjadi akibat dari proses sosialisasi yang tidak sempurna, misalnya karena seseorang tumbuh dalam keluarga yang retak (broken home).
Apabila kedua orang tuanya tidak bisa mendidik anaknya dengan sempurna maka anak itu tidak akan mengetahui hak dan kewajibannya sebagai anggota keluarga.
b. Proses belajar yang menyimpang
Seseorang yang melakukan tindakan menyimpang karena seringnya membaca atau melihat tayangan tentang perilaku menyimpang. Hal itu merupakan bentuk perilaku menyimpang yang disebabkan karena proses belajar yang menyimpang. Misalnya, seorang anak yang melakukan tindakan kejahatan setelah melihat tayangan rekonstruksi cara melakukan kejahatan atau membaca artikel yang memuat tentang tindakan kriminal. Demikian halnya karir penjahat kelas kakap yang diawali dari kejahatan kecil-kecilan yang terus meningkat dan makin berani/nekad merupakan bentuk proses belajar menyimpang. Hal itu juga terjadi pada penjahat berdasi putih (white collar crime) yakni para koruptor kelas kakap yang merugikan uang negara bermilyar- milyar. Berawal dari kecurangankecurangan kecil semasa bekerja di kantor/mengelola uang negara, lamakelamaan makin berani dan menggunakan berbagai strategi yang sangat rapi dan tidak mengundang kecurigaan karena tertutup oleh penampilan sesaat.
c. Ketegangan antara kebudayaan dan struktur sosial
Terjadinya ketegangan antara kebudayaan dan struktur sosial dapat mengakibatkan perilaku yang menyimpang. Hal itu terjadi jika dalam upaya mencapai suatu tujuan seseorang tidak memperoleh peluang, sehingga ia mengupayakan peluang itu sendiri, maka terjadilah perilaku menyimpang. Misalnya jika setiap penguasa terhadap rakyat makin menindas maka lama-kelamaan rakyat akan berani memberontak untuk melawan kesewenangan tersebut. Pemberontakan bisa dilakukan secara terbuka maupun tertutup dengan melakukan penipuan-penipuan/pemalsuan data agar dapat mencapai tujuannya meskipun dengan cara yang tidak benar. Penarikan pajak yang tinggi akan memunculkan keinginan memalsukan data, sehingga nilai pajak yang dikenakan menjadi rendah. Seseorang mencuri arus listrik untuk menghindari beban pajak listrik yang tinggi. Hal ini merupakan bentuk pemberontakan/perlawanan yang tersembunyi.
d. Ikatan sosial yang berlainan
Setiap orang umumnya berhubungan dengan beberapa kelompok. Jika pergaulan itu mempunyai pola-pola perilaku yang menyimpang, maka kemungkinan ia juga akan mencontoh pola-pola perilaku menyimpang.

e. Akibat proses sosialisasi nilai-nilai subkebudayaan yang menyimpang.
Seringnya media massa menampilkan berita atau tayangan tentang tindak kejahatan (perilaku menyimpang) menyebabkan anak secara tidak sengaja menganggap bahwa perilaku menyimpang tersebut sesuatu yang wajar. Hal inilah yang dikatakan sebagai proses belajar dari subkebudayaan yang menyimpang, sehingga terjadi proses sosialisasi nilai-nilai subkebudayaan menyimpang pada diri anak dan anak menganggap perilaku menyimpang merupakan sesuatu yang wajar/biasa dan boleh dilakukan.

4. Bentuk-Bentuk Penyimpangan Sosial
Bentuk-bentuk penyimpangan sosial dapat dibedakan menjadi dua, sebagai berikut.
a. Bentuk penyimpangan berdasarkan sifatnya dibedakan menjadi dua, yaitu sebagai berikut.
1) Penyimpangan bersifat positif
Penyimpangan bersifat positif adalah penyimpangan yang mempunyai dampak positif ter-hadap sistem sosial karena mengandung unsur-unsur inovatif, kreatif, dan memperkaya wawasan seseorang. Penyimpangan seperti ini biasanya diterima masyarakat karena sesuai perkembangan zaman. Misalnya emansipasi wanita dalam kehidupan masyarakat yang memunculkan wanita karir.
2) Penyimpangan bersifat negatif
Penyimpangan bersifat negative adalah penyimpangan yang bertindak ke arah nilai-nilai sosialyang dianggap rendah dan selalu mengakibatkan hal yang buruk. Bobot penyimpangan negatif didasarkan pada kaidah sosial yang dilanggar. Pelanggaran terhadap kaidah susila dan adat istiadat pada umumnya dinilai lebih berat dari pada pelanggaran terhadap tata cara dan sopan santun. Bentuk penyimpangan yang bersifat negative antara lain sebagai berikut.
a) Penyimpangan primer (primary deviation)
Penyimpangan primer adalah penyimpangan yang dilakukan seseorang yang hanya bersifat temporer dan tidak berulang-ulang. Seseorang yang melakukan penyimpangan primer masih diterima di masyarakat karena hidupnya tidak didominasi oleh perilaku menyimpang tersebut. Misalnya: siswa yang terlambat, pengemudi yang sesekali melanggar peraturan lalu lintas, dan orang yang terlambat membayar pajak.
b) Penyimpangan sekunder (secondary deviation)
Penyimpangan sekunder adalah perilaku menyimpang yang nyata dan seringkali terjadi, sehingga berakibat cukup parah serta menganggu orang lain. Misalnya: orang yang terbiasa minum-minuman keras dan selalu pulang dalam keadaan mabuk, serta seseorang yang melakukan tindakan pemerkosaan. Tindakan penyimpangan tersebut cukup meresahkan masyarakat dan mereka biasanya dicap masyarakat sebagai “pencuri”, “pemabuk”, “penodong”, dan “pemerkosa”. Julukan itu makin melekat pada si pelaku setelah ia ditangkap polisi dan diganjar dengan hukuman.
b. Bentuk penyimpangan berdasarkan pelakunya, dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu sebagai berikut.
1) Penyimpangan individual (individual deviation)
Penyimpangan individual adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang yang menyimpang dari norma-norma suatu kebudayaan yang telah mapan. Misalnya: seseorang bertindak sendiri tanpa rencana melaksanakan suatu kejahatan, seperti: mencuri, menodong, dan memeras. Penyimpangan individu berdasarkan kadar penyimpangannya dibagi menjadi lima, yaitu sebagai berikut.
a) Pembandel yaitu penyimpangan yang terjadi karena tidak patuh pada nasihat  orang tua agar mengubah pendiriannya yang kurang baik.
b) Pembangkang yaitu penyimpangan yang terjadi karena tidak taat pada peringatan orang-orang.
c) Pelanggar yaitu penyimpangan yang terjadi karena melanggar norma-norma umum yang berlaku dalam masyarakat.
d) Perusuh atau penjahat yaitu penyimpangan yang terjadi karena mengabaikan norma-norma umum, sehingga menimbulkan kerugian harta benda atau jiwa di lingkungannya.
e) Munafik yaitu penyimpangan yang terjadi karena tidak menepati janji, berkata bohong, mengkhianati kepercayaan, dan berlagak membela.
2) Penyimpangan kelompok (group deviation)
Penyimpangan kelompok adalah tindakan sekelompok orang yang beraksi secara kolektif dengan cara yang bertentangan dengan norma-norma masyarakat. Misalnya: mafia obat-obatan terlarang dan narkotika, geng, dan komplotan penjahat. Dalam penyimpangan kelompok biasanya kejahatan yang mereka lakukan sulit dibongkar dan dilacak pihak kepolisian.

5. Jenis-Jenis Penyimpangan Sosial
Batasan perilaku menyimpang ditentukan oleh normanorma masyarakat. Jenis penyimpangan sosial (perilaku menyimpang), antara lain sebagai berikut:
a. Penyimpangan seksual
Penyimpangan seksual adalah perilaku seksual yang tidak lazim dilakukan. Penyimpangan seksual dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, antara lain sebagai berikut:
1) Perzinaan
Perzinaan adalah hubungan seksual yang dilakukan oleh pria dengan wanita di luar pernikahan, baik mereka yang sudah pernah melakukan pernikahan yang sah atau belum.
2) Suka terhadap sesama jenis (homoseksualitas)
Suka terhadap sesama jenis dalam penyimpangan seksual dibedakan menjadi dua, yaitu sebagai berikut.
a) Lesbian adalah hubungan seksual yang dilakukan sesama wanita.
b) Homoseks adalah hubungan seksual yang dilakukan sesama pria.
Seseorang menjadi homoseksual pada umumnya karena pengaruh lingkungan sosial dan ada yang karena faktor bawaan sejak lahir. Tindakan ini bertentangan dengan norma-norma sosial dan agama sehingga dianggap sebagai perilaku menyimpang.
3) Hubungan seksual di luar nikah (kumpul kebo)
Hubungan seksual di luar nikah (kumpul kebo) adalah hubungan suami istri tanpa ikatan perkawinan. Hal itu merupakan perilaku seks bebas yang mengundang terjangkitnya penyakit kelamin yang membahayakan seperti virus HIV penyebab penyakit AIDS.
4) Pemerkosaan
Pemerkosaan adalah tindakan pemaksaan dengan kekerasan pada orang lain untuk melakukan hubungan seksual. Penyimpangan seksual selain bertentangan dengan norma, juga berbahaya bagi pelakunya maupun bagi masyarakat. Bahaya dari penyimpangan seksual antara lain sebagai berikut.
1) Pencemaran dan pencampuradukan keturunan.
Masyarakat Indonesia masih menjunjung adat keturunan yang mengagungkan kesucian, kehormatan, dan kemurnian keturunan.
2) Penularan penyakit kelamin yang membahayakan pasangan suami istri dan dapat mengancam keselamatan anak yang dilahirkannya. Penyakit HIV AIDS yang sangat menakutkan juga disebabkan oleh zina.
3) Ketidakteraturan rumah tangga sebagai akibat perceraian karena suami atau istri berbuat zina, sehingga menghancurkan keluarga.
4) Telantarnya anak-anak yang tidak berdosa sebagai akibat ulah orang-orang yang tidak bertanggung jawab (para pelaku zina), sehingga anak yang dilahirkan mendapat julukan anak haram.
  b. Penyalahgunaan narkotika
Penggunaan narkotika di bidang kedokteran, penelitian, dan pengembangan ilmu pengetahuan dapat memberikan manfaat bagi manusia. Sebaliknya jika narkotika digunakan tidak sesuai dengan norma agama dan masyarakat maka akan mengakibatkan perilaku menyimpang. Jenis-jenis narkotika antara lain ganja, candu, putaw, sabu-sabu, morfin, dan heroin. Ada beberapa alas an orang menggunakan narkotika antara lain sebagai berikut.
1) Ingin menghilangkan atau mengurangi rasa takut.
2) Ingin menghilangkan rasa malu atau minder.
3) Ingin melupakan kesulitan atau permasalahan hidup meskipun hanya sebentar.
4) Ada yang hanya sekedar ingin coba-coba supaya tidak ingin ketinggalan zaman.
Penggunaan narkotika pada tingkatan dan waktu tertentu akan mengakibatkan ketergantungan pada narkotika. Bahkan bisa menjadikan seseorang berbuat menyimpang seperti pembunuhan, pemerkosaan, dan perampokan. Contoh penyalahgunaan narkotika antara lain sebagai berikut.
1) Zat yang semestinya diberikan kepada orang sakit untuk mengurangi rasa sakit malah dipakai orang sehat.
2) Obat penenang semestinya untuk pasien jiwa agar tidak mengamuk justru dipakai orang sehat.
c.  Perkelahian pelajar
Perkelahian pelajar atau tawuran selalu diawali dengan adanya suatu konflik antara dua pelajar atau lebih yang berlainan sekolah. Perkelahian pelajar atau tawuran menjadi suatu masalah yang serius karena peserta tawuran cenderung mengabaikan norma-norma yang ada, membabi buta, melibatkan korban yang tak bersalah dan merusak apa saja yang ada di sekitarnya. Akibatnya, tawuran mendatangkan bentuk penyimpangan lain seperti perusakan, penganiayaan, dan bahkan pembunuhan.
d.       Alkoholisme
Minuman alkohol mempunyai efek negatif terhadap saraf. Alkohol dapat mengakibatkan mabuk dan tidak dapat berpikir secara normal. Akibatnya seorang pemabuk mudah melakukan tindakan yang tidak terkendali baik secara fisik, sosial, maupun psikologis sehingga merugikan dirinya maupun orang lain.
e. Tindakan kriminal atau tindakan kejahatan
Tindakan kejahatan adalah suatu bentuk pelanggaran norma hukum, khususnya yang menyangkut pidana dan perdata yang pada dasarnya merupakan tindakan yang merugikan orang lain. Tindakan kriminal antara lain adalah pencurian, pemerkosaan, dan perampokan. Tindak kejahatan mencakup pula semua kegiatan yang dapat mengganggu keamanan dan kestabilan negara seperti korupsi, makar, subversi, dan terorisme.
f. Penyimpangan dalam gaya hidup yang lain dari biasanya
Penyimpangan dalam gaya hidup yang lain dan biasanya, misalnya berikut ini.
1) Sikap arogansi adalah kesombongan terhadap sesuatu yang dimilikinya seperti kekayaan, kekuasaan, dan kepandaian. Sikap arogansi bisa saja dilakukan oleh seseorang yang ingin menutupi kekurangan yang dimilikinya.
2) Sikap eksentrik adalah perbuatan yang menyimpang dari biasanya sehingga dianggap aneh, seperti anak laki-laki memakai anting-anting, perempuan memakai anting di lidahnya, gaya rambut modern (berdiri ke atas), dan seniman berambut gondrong.

6. Teori-Teori Perilaku Menyimpang
Teori-teori yang menjelaskan tentang perilaku menyimpang, antara lain sebagai berikut.
a. Teori fungsi oleh Durkheim
Menurut teori fungsi, bahwa keseragaman dalam kesadaran moral semua warga masyarakat tidak mungkin ada, karena setiap individu berbeda dengan yang lain. Oleh karena itu, orang yang berwatak jahat akan selalu ada di lapisan masyarakat manapun. Bahkan menurut Durkheim kejahatan perlu bagi masyarakat, sebab dengan adanya kejahatan maka moralitas dan hukum akan berkembang secara normal. Dengan demikian perilaku menyimpang memiliki fungsi yang positif.
b. Teori merton oleh K. Merton
Menurut teori merton, bahwa struktur sosial bukan hanya menghasilkan perilaku yang konformis (sesuai dengan norma) melainkan juga menghasilkan perilaku yang menyimpang. Struktur sosial dapat menghasilkan pelanggaran terhadap aturan sosial dan juga menghasilkan anomie yaitu pudarnya kaidah.

c. Teori labelling oleh Edwin M. Lement
Menurut teori labelling, bahwa seseorang menjadi menyimpang karena proses labelling yang diberikan masyarakat kepada dirinya. Labelling adalah pemberian nama atau konotasi buruk, misalnya si pemabuk, si pembolos, si perokok, sehingga meskipun ia tidak lagi melakukan penyimpangan tetap diberi gelar sebutan pelaku menyimpang. Dari hal tersebut ia akan tetap melakukan penyimpangan karena terlanjur dicap oleh masyarakat.
d. Teori konflik oleh Karl Marx
Menurut teori konflik, bahwa kejahatan terkait erat dengan perkembangan kapitalisme. Perilaku menyimpang diciptakan oleh kelompok-kelompok berkuasa dalam masyarakat untuk melindungi kepentingan sendiri. Hukum merupakan cerminan kepentingan kelas yang berkuasa dan sistem peradilan pidana mencerminkan kepentingan mereka. Orang miskin yang melakukan pelanggaran dihukum sedangkan pengusaha besar yang melakukan pelanggaran tidak dibawa ke pengadilan. Demikian menurut pendapat Karl Marx.
e. Teori pergaulan berbeda oleh Edwin H. Sutherland.
Menurut teori pergaulan berbeda, bahwa penyimpangan bersumber dari pergaulan dengan kelompok yang telah menyimpang. Penyimpangan diperoleh melalui proses alih budaya (cultural transmission). Melalui proses tersebut seseorang mempelajari penyimpangan, maka lamakelamaan ia pun akan tertarik dan mengikuti pola perilaku yang menyimpang tersebut.

B. Pengendalian Sosial (Social Control)
Dewasa ini masyarakat Indonesia mulai banyak berubah. Masyarakat Indonesia yang dulunya terkenal ramah berubah menjadi masyarakat yang beringas. Puncaknya pada tahun 1998, pada waktu itu terjadi demonstrasi yang agresif, penjarahan, disertai dengan aksi membakar dan mengamuk yang terjadi di mana-mana. Mengapa hal itu bisa terjadi? Apakah aparat keamanan dan pemerintahan tidak tahu cara menghentikan aksi tersebut?
Untuk menghentikan aksi-aksi tersebut diperlukan sebuah cara yang salah satunya adalah pengendalian sosial.
1. Pengertian Pengendalian Sosial
Pengertian pengendalian sosial menurut para sosiolog, antara lain sebagai berikut.

a. Menurut Joseph S. Roucek
Pengendalian sosial adalah suatu istilah kolektif yang mengacu pada proses terencana ataupun tidak terencana yang mengajarkan, membujuk atau memaksa individu untuk menyesuaikan diri dengan kebiasaan-kebiasaan dan nilainilai kelompok.
b. Menurut Peter L. Berger
Pengendalian sosial adalah berbagai cara yang digunakan oleh masyarakat untuk menertibkan anggota-anggotanya membangkang.
c. Menurut Horton
Pengendalian sosial adalah segenap cara dan proses yang ditempuh oleh sekelompok orang atau masyarakat, sehingga para anggotanya dapat bertindak sesuai harapan kelompok atau masyarakat.
d. Menurut Soetandyo Wignyo Subroto
Pengendalian sosial adalah sanksi, yaitu suatu bentuk penderitaan yang secara sengaja diberikan oleh masyarakat. Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pengendalian sosial adalah proses yang digunakan oleh seseorang atau kelompok untuk memengaruhi, mengajak, bahkan memaksa individu atau masyarakat agar berperilaku sesuai dengan norma dan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat, sehingga tercipta ketertiban di masyarakat.

2. Ciri-Ciri Pengendalian Sosial
Dari definisi tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri pengendalian sosial adalah sebagai berikut.
a. Suatu cara/metode atau teknik untuk menertibkan masyarakat/ individu.
b. Dapat dilakukan oleh individu terhadap individu, kelompok terhadap kelompok atau kelompok terhadap individu.
c. Bertujuan mencapai keserasian antara stabilitas dengan perubahan-perubahan yang terus terjadi dalam masyarakat.
d. Dilakukan secara timbal balik meskipun terkadang tidak disadari oleh kedua belah pihak.
Jika semua individu maupun masyarakat berperilaku sesuai dengan norma di masyarakat, berarti pengendalian sosial sudah dilaksanakan secara efektif.

3. Tujuan Pengendalian Sosial
Pengendalian sosial dilakukan dengan tujuan sebagai berikut.
a. Untuk menjaga ketertiban sosial. Apabila nilai-nilai dan norma-norma sosial dijalankan semua masyarakat, maka ketertiban sosial dalam masyarakat dapat terpelihara. Salah satu cara menanamkan nilai dan norma sosial adalah melalui lembaga pendidikan dan pendidikan keluarga. Melalui lembaga tersebut anak diarahkan untuk meyakini nilai dan norma sosial yang baik.
b. Untuk mencegah terjadinya penyimpangan terhadap nilainilai dan norma-norma sosial di masyarakat. Dengan adanya pengendalian sosial seseorang atau masyarakat mulai berfikir jika akan berperilaku menyimpang.
c. Untuk mengembangkan budaya malu.
Pada dasarnya setiap individu memiliki “rasa malu“, karena rasa malu berhubungan dengan harga diri seseorang. Harga diri seseorang akan turun jika seseorang melakukan kesalahan yang melanggar norma-norma sosial di dalam masyarakat. Jika seseorang melakukan kesalahan maka masyarakat akan mencela. Celaan tersebut menyadarkan seseorang untuk tidak mengulangi pelanggaran terhadap norma. Jika setiap perbuatan melanggar norma dicela maka “budaya malu“ akan timbul dalam diri seseorang.
d. Untuk menciptakan dan menegakkan sistem hukum.
Sistem hukum merupakan aturan yang disusun secara resmi dan disertai sanksi tegas yang harus diterima oleh seseorang yang melakukan penyimpangan.

4. Sifat-Sifat Pengendalian Sosial
Sifat-sifat pengendalian sosial dapat dibedakan menjadi tiga sebagai berikut.
a. Preventif
Pengendalian sosial bersifat preventif adalah pengen-dalin sosial yang dilakukan sebelum terjadi penyimpangan terhadap nilai dan norma sosial yang berlaku di masyarakat. Dengan kata lain tindakan preventif merupakan tindakan pencegahan.
Contoh:
1) Seorang ibu melarang anak lelakinya merokok karena merokok dapat merusak kesehatan.
2) Polisi menegur pemakai jalan raya yang melanggar rambu-rambu lalu lintas.
b. Kuratif
Pengendalian sosial bersifat kuratif adalah pengendalian sosial yang dilakukan pada saat terjadi penyimpangan sosial.


Contoh:
Seorang guru menegur dan menasihati siswanya karena ketahuan menyontek pada saat ulangan.
c. Represif
     Pengendalian sosial bersifat represif adalah pengendalian sosial yang bertujuan mengembalikan keserasian yang pernah terganggu karena terjadinya suatu pelanggaran. Pengendalian ini dilakukan setelah seseorang melakukan penyimpangan.
Contoh:
     Seorang guru memberi tambahan pekerjaan rumah dua kali lipat saat mengetahui siswanya tidak mengerjakan pekerjaan rumah yang ditugaskan padanya.

5. Jenis-Jenis Pengendalian Sosial
Dalam pergaulan sehari-hari kita akan menjumpai berbagai jenis pengendalian sosial yang digunakan untuk mencegah atau mengatasi perilaku menyimpang. Jenis pengendalian tersebut antara lain berikut ini.
a. Gosip atau desas-desus
Gosip atau desas-desus adalah bentuk pengendalian sosial atau kritik sosial yang dilontarkan secara tertutup oleh masyarakat. Gosip sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat, yakni apabila ada individu/kelompok yang tindakannya menyimpang dari nilai-nilai dan norma-norma sosial yang berlaku, maka individu tersebut akan menjadi bahan pembicaraan masyarakat. Contoh: apabila ada seseorang siswa SMA diketahui temannya terlibat penyalahgunaan obat terlarang dan minum-minuman keras. Siswa tersebut akan menjadi bahan pembicaraan/gosip teman-teman sekolahnya yang kemudian berkembang menjadi bahan pembicaraan guru, orang tua, dan masyarakat sekitar. Kritik sosial yang dilakukan masyarakat dalam bentuk gosip/ desas-desus tersebut dapat berperan sebagai pengendalian sosial. Dari adanya gosip tersebut pelaku merasakan bahwa dia melakukan suatu pelanggaran norma-norma sosial. Misalnya seorang gadis yang hamil, ia segera mendesak pacarnya untuk menikahi, atau meminta segera dinikahkan secara resmi oleh orang tuanya. Demikian pula bagi pelajar SMA yang terlibat penggunaan obat terlarang, ia akan segera menghentikan tindakannya.
b. Teguran
Teguran adalah kritik sosial yang dilontarkan secara terbuka oleh masyarakat terhadap warga masyarakat yang berperilaku menyimpang. Teguran ini umumnya dilakukan oleh orang-orang dewasa seperti para orang tua, guru, tokoh-tokoh masyarakat dan para pemimpin masyarakat. Dalam pelaksanaannya teguran ada dua macam, yaitu teguran lisan dan teguran tertulis. Teguran lisan adalah teguran yang dilontarkan secara lisan kepada individu yang berperilaku menyimpang. Misalnya teguran orang tua secara langsung terhadap anaknya yang berperilaku menyimpang, teguran guru kepada siswa yang melanggar, teguran lisan pemimpin terhadap bawahannya yang melanggar, dan sebagainya.
Adapun teguran tertulis adalah bentuk teguran yang dilakukan secara tidak langsung, tetapi melalui surat. Teguran tertulis pada umumnya dilakukan oleh pemimpin kepada bawahannya karena kewenangan dalam suatu organisasi atau instansi tertentu. Misalnya teguran tertulis melalui surat dari kepala sekolah terhadap guru yang melanggar, teguran tertulis dari kepala desa kepada aparatnya yang melanggar, teguran tertulis dari gubernur kepada bupati yang melanggar, dan sebagainya. Kritik sosial bentuk teguran ini dapat berperan pula sebagai pengendalian sosial, karena mereka yang berperilaku menyimpang itu jika ditegur atasannya cenderung memperbaiki sikap dan tindakannya.
c. Pendidikan
Pendidikan juga berperan sebagai alat pengendalian sosial, karena pendidikan dapat membina dan mengarahkan warga masyarakat (terutama anak sekolah) kepada pembentukan sikap dan tindakan yang bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri, masyarakat, bangsa, dan negaranya.
Menurut pendapat para ahli sosiologi maupun ahli psikologi, bahwa pengaruh pendidikan sangat menentukan proses pembentukan kepribadian seseorang. Individu yang berpendidikan baik cenderung berperilaku lebih baik dari pada individu yang kurang berpendidikan. Berpendidikan artinya individu mempunyai, mengalami, dan mengikuti pendidikan yang sempurna dalam kehidupannya sehingga ia dapat membedakan mana yang benar dan salah, mana yang baik dan buruk, atau mana yang boleh dan tidak boleh. Sebaliknya individu yang kurang pendidikan, ia cenderung mengalami kesulitan penyesuaian dirinya dalam interaksi sosial di masyarakat. Berdasarkan asumsi tersebut, maka pendidikan dapat berfungsi untuk mencegah dan mengatasi perilaku menyimpang dari warga masyarakat.
d. Agama
Sama halnya dengan pendidikan, agama pun dapat berperan sebagai alat pengendalian sosial. Agama dapat memengaruhi sikap dan perilaku para pemeluknya dalam pergaulan hidup bermasyarakat. Agama pada dasarnya berisikan perintah, larangan, dan anjuran kepada pemeluk dalam menjalani hidup sebagai makhluk pribadi, makhluk Tuhan, dan sekaligus sebagai makhluk sosial. Norma-norma agama berfungsi untuk membimbing dan mengarahkan para pemeluk agama dalam bersikap dan bertindak di masyarakat. Apabila individu yang beragama tersebut berperilaku menyimpang atau bertindak melanggar norma-norma agama, tentu ia akan dicekam perasaan bersalah atau berdosa terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Bagi penganut agama yang baik tentu ia akan berusaha menghindari perilaku yang melanggar norma-norma agamanya. Dengan demikian jelaslah, bahwa agama sangat berperan sebagai alat pengendalian sosial.
e. Hukuman (Punishment)
Menyimak keempat jenis pengendalian sosial di depan, yakni gosip, teguran, pendidikan, dan agama dirasakan kurang tegas dan nyata sanksinya bagi individu yang berperilaku menyimpang. Dalam kenyataan seharihari di dalam masyarakat, terdapat pula individu-individu yang tebal muka. Sudah hilang rasa malunya atau tidak percaya adanya siksa Tuhan. Mereka tentu tidak jera sekalipun digosipkan, ditegur, ataupun diberikan pendidikan/pengarahan. Oleh karena itu diperlukan adanya hukum fisik seperti hukuman mati, hukuman penjara, hukuman denda atau pencabutan hak-hak oleh masya-rakat/pemerintah. Dengan adanya sanksi hukuman yang keras tersebut, diharapkan bisa membuat jera bagi para pelanggar, sehingga tidak berani mengulanginya lagi. Tidak hanya si pelaku, tetapi juga berpengaruh besar terhadap warga masyarakat lainnya. Jadi, jelas bahwa hukuman merupakan alat pengendalian sosial yang paling keras dan tegas dibandingkan jenis pengendalian sosial. Misalnya individu yang melakukan pemerkosaan, penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang, pencurian ataupun pembunuhan. Mereka tentu tidak akan banyak pengaruhnya bila hanya digosipkan atau ditegur begitu saja, melainkan harus diberi hukuman yang seberat-beratnya agar tidak mengulangi lagi perbuatan tersebut.

6. Cara-Cara Pengendalian Sosial
Ada beberapa macam cara pengendalian sosial agar individu dan masyarakat berperilaku sesuai dengan apa yang diharapkan. Cara pengendalian tersebut antara lain sebagai berikut:


a. Cara persuasif
Cara persuasif dalam pengendalian sosial dilakukan dengan menekankan pada usaha mengajak dan membimbing anggota masyarakat agar bertindak sesuai dengan cara persuasif. Pengendalian sosial dengan cara persuasif biasanya diterapkan pada masyarakat yang relative tenteram, norma dan nilai sosial sudah melembaga atau menyatu dalam diri para warga masyarakatnya. Selain itu cara persuasif juga menekankan pada segi nilai pengetahuan (kognitif) dan nilai sikap (afektif).
Contoh cara persuasif: Seorang guru membimbing dan membina siswanya yang kedapatan menyontek pada saat ulangan. Guru memberikan pengertian bahwa menyontek itu menunjukkan sikap tidak percaya diri dan kelak di kemudian hari menjadikan ia seorang yang bodoh dan tidak jujur.
b. Cara koersif
Cara koersif dalam pengendalian sosial dilakukan dengan kekerasan atau paksaan. Biasanya cara koersif dilakukan dengan menggunakan kekuatan fisik. Cara koersif dilakukan sebagai upaya terakhir apabila cara pengendalian persuasif tidak berhasil. Selain itu cara koersif akan membawa dampak negatif secara langsung maupun tidak langsung, karena menyelesaikan masalah dengan kekerasan akan menimbulkan banyak kekerasan pula. Pengendalian sosial dengan cara koersif dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu sebagai berikut.
1) Kompulsif (compulsion) yaitu kondisi/situasi yang sengaja diciptakan sehingga seseorang terpaksa taat atau patuh pada norma-norma. Misalnya: untuk membuat jera para pencopet, apabila tertangkap basah langsung dikeroyok dan dihakimi massa.
2) Pervasi (pengisian) yaitu penanaman norma secara berulang-ulang dengan harapan bahwa norma tersebut masuk ke dalam kesadaran seseorang, sehingga orang tersebut akan mengubah sikapnya sesuai yang diinginkan. Misalnya: bimbingan orang tua terhadap anak-anaknya secara terus-menerus.

C. Lembaga Pengendalian Sosial
Dalam masyarakat Indonesia yang memiliki peranan mengendalikan perilaku menyimpang antara lain polisi, pengadilan, adat, dan tokoh masyarakat.
1. Polisi
Polisi bertugas menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. Polisi adalah aparat penegak hukum yang bertugas menegakkan kaidah-kaidah/norma sosial. Sebagai penegak hukum polisi juga bertugas melakukan penyidikan berbagai macam kasus penyimpangan sosial khususnya kejahatan dan laporan tentang gangguan ketertiban masyarakat. Polisi juga mempunyai tanggung jawab melakukan pembinaan kepada masyarakat agar berperilaku sesuai dengan harapan yang diatur dalam norma-norma masyarakat yang bersangkutan. Seseorang yang melanggar aturan dalam norma-norma masyarakat yang bersangkutan akan dijadikan sebagai orang yang dicurigai, terdakwa, terpidana, atau tersangka.
2. Pengadilan
Pengadilan merupakan lembaga resmi yang dibentuk pemerintah untuk menangani pelanggaran-pelanggaran norma/ kaidah yang ada di masyarakat.
Dalam pengadilan terdapat perangkat yang bertugas menjalankan pengadilan antara lain, hakim, jaksa, panitera, dan pengacara. Kaidah-kaidah/norma yang dijadikan patokan dalam berperilaku yang diakui pemerintah - hukum. Hukum merupakan salah satu alat pengendali sosial yang sangat ampuh, karena orang yang melanggar hukum akan dijatuhi sanksi-sanksi sesuai dengan penyimpangan yang telah dilakukan.
3. Adat
Masyarakat Indonesia kebanyakan masih memegang kuat kebiasaan-kebiasaan peninggalan nenek moyang kita. Kebiasaan tersebut dinamakan adat. Adat berisi nilai-nilai, norma-norma, dan kaidah sosial yang harus dipahami, dijalani, dan dipelihara secara turun-temurun. Seseorang yang melanggar adat akan dicemooh dan digunjingkan oleh masyarakat di sekitarnya. Pihak yang berhak menegakkan adat adalah pemuka adat. Adat-istiadat memuat juga mengenai sebuah hukuman. Sebagai hukuman adat mengendalikan perilaku agar tidak menyimpang. Sebagai sebuah aturan hukum adat memiliki sanksi bagi pelanggaran adat.
Sanksi yang diberikan kepada pelanggar adat ada yang ringan dan ada yang berat. Sanksi yang ringan misalnya digunjingkan, dicemooh, diejek, dan lain-lain. Jika sanksinya berat biasanya dimusyawarahkan dulu dengan pemuka adat baru kemudian diterapkan kepada pelaku penyimpang. Misalnya: orang yang tidak mengadakan upacara adat perkawinan, digunjingkan oleh masyarakat sekitarnya.
4. Tokoh Masyarakat
Tokoh masyarakat adalah seseorang yang memiliki pengaruh besar, dihormati, dan disegani dalam masyarakat karena pekerjaannya, kecakapannya, dan sifat-sifat tertentu yang dimilikinya. Tokoh masyarakat bisa berasal dari pemuka agama, pemuka masyarakat, atau dari profesi lain yang dianggap terhormat. Tokoh masyarakat kaitannya dengan pengendalian sosial sangat erat karena tokoh masyarakat disegani, dihormati, sehingga apa yang dikatakan oleh tokoh masyarakat selalu didengar oleh anggota masyarakat. Selain itu tokoh masyarakat diharapkan mampu mengawasi pelaksanaan tingkah laku masyarakat di mana dia berada. Pada daerah-daerah tertentu keberadaan tokoh masyarakat lebih penting dari pada aparat resmi pemerintahan. Maka dari itu segala perilaku dan perkataan tokoh masyarakat selalu ditiru dan diikuti oleh anggota masyarakat.



























BAB IX
STRUKTUR  SOSIAL  DAN  DIFERENSIASI  SOSIAL

Kompetensi Dasar
Memahami struktur social dan Difeensiasi sosial

Struktur sosial termasuk bagian penting dalam kajian sosiologi dan antropologi karena mempelajari banyak hal yang menyangkut hubungan manusia dalam masyarakat. Struktur sosial meliputi unsur-unsur seperti pranata, kedudukan sosial, dan peranan sosial. Struktur sosial mencakup berbagai hubungan sosial antara individu-individu secara teratur pada waktu tertentu yang merupakan keadaan statis dari suatu sistem sosial. Jadi, struktur sosial tidak hanya mengandung unsur kebudayaan belaka, melainkan sekaligus mencakup seluruh prinsip
hubungan sosial yang bersifat tetap dan stabil. Perangkat struktur sosial yang paling utama adalah status sosial. Mengenai struktur sosial, Soerjono Soekanto dan Raymond Flirth memberikan pendapatnya.
1. Soerjono Soekanto
Struktur sosial menurut Soerjono Soekanto berarti organisasi yang berkaitan dengan pilihan dan keputusan dalam hubungan-hubungan sosial. Struktur sosial mengacu pada hubungan yang lebih mendasar. Selain itu, hubungan tersebut memberikan bentuk dasar pada pola kehidupan masyarakat yang memberikan batas-batas pada tindakan-tindakan yang sifatnya kelompok atau dalam organisasi. Dalam masyarakat terdapat orang-orang dengan ciri-ciri fisik yang berbeda. Amati tempat tinggalmu mungkin ada yang berasal dari suku berbeda, ada orang tuanya berprofesi berbeda atau tingkat pendidikan yang berbeda pula. Kita harus bersatu dengan bertenggang rasa agar tercipta kehidupan yang aman dan damai. struktur sosial, kelompok sosial, organisasi, stratifikasi sosial
2. Raymond Flirth
Struktur sosial menurut Flirth, merupakan suatu pergaulan hidup manusia yang meliputi berbagai tipe kelompok yang terjadi dari banyak orang dan lembagalembaga di mana orang-orang tersebut ambil bagian. Terbentuknya masyarakat sebagai suatu sistem sosial terdiri atas struktur sosial (kedudukan dan peranan sosial) serta proses-proses sosial (sosialisasi dan pengendalian sosial). Sedangkan yang dimaksud sistem sosial adalah serangkaian kegiatan berupa tindakan yang dilakukan oleh seseorang baik selaku individu maupun selaku kelompok dalam melakukan interaksi antarsesamanya. Adapun ciri-ciri masyarakat sebagai suatu sistem sosial, antara lain memiliki kepercayaan, tujuan, serta kedudukan dan peranan.
a. Kepercayaan
Manusia sebagai makhluk sosial percaya adanya Tuhan yang menciptakan makhluk serta alam semesta ini.
b. Tujuan
Tujuan merupakan cita-cita yang harus dicapai dengan cara mempertahankan sesuatu yang sudah ada atau melalui berbagai perubahan.
c. Kedudukan dan Peranan
Setiap orang yang hidup di masyarakat memiliki kedudukan atau status tertentu. Dengan demikian, setiap anggota masyarakat memiliki hak dan kewajiban atas kedudukan yang dimilikinya. Jika seseorang telah menjalankan kewajibannya dan menerima haknya berarti orang tersebut telah menjalankan peranannya. Peranan sosial adalah tingkah laku individu yang menentukan suatu kedudukan tertentu. Hal itu berarti peranan merupakan aspek dinamis dari kedudukan seseorang. Antara kedudukan dan peranan sosial merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan dan saling bergantung. Peranan dapat mengatur tingkah laku seseorang. Pada batas-batas tertentu dapat memperkirakan perbuatan-perbuatan orang lain sehingga ia bisa segera menentukan sikap dan menyesuaikan diri dengan perilaku orang-orang dalam kelompoknya.
Terbentuknya masyarakat sebagai suatu sistem sosial harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut.
1) Semua anggota masyarakat terikat karena perasaan solidaritas. Artinya, antarindividu dalam masyarakat saling memberikan pengorbanan sebagian kemerdekaannya baik secara paksaan maupun kemauan sendiri.
2) Pengorbanan tersebut, antara lain berupa sikap pengendalian diri. Dengan demikian, terwujud ketenteraman dan keamanan demi kepentingan bersama.
3) Unsur-unsur yang terkandung dalam masyarakat meliputi berbagai kelompok terdiri atas individu-individu yang tergabung dalam kategori sosial, golongan sosial, dan lapisan-lapisan sosial atau golongan sosial.
a. Kategori Sosial
     Kategori sosial adalah kesatuan manusia yang terbentuk karena adanya ciri-ciri objektif yang terdapat pada diri manusia itu sendiri. Ciri-ciri objektif biasanya dikenal oleh pihak-pihak yang tergabung dalam kategori sosial.

b. Golongan Sosial
Golongan sosial adalah kesatuan manusia yang mempunyai identitas sosial tertentu dengan tujuan supaya pihak lain dapat mengetahuinya, misalnya identitas pegawai negeri dengan menggunakan lencana korpri.
c. Lapisan Sosial atau Stratifikasi Sosial
Lapisan-lapisan sosial dalam masyarakat biasanya terbagi atas masyarakat lapisan bawah, lapisan menengah, dan lapisan atas. Pelapisan sosial masyarakat antara masyarakat kuno berbeda dengan masyarakat modern. Lapisan sosial dalam masyarakat kuno, misalnya lapisan bangsawan, masyarakat biasa, dan lapisan budak. Sedangkan lapisan sosial pada masyarakat modern, misalnya pengusaha, buruh, dan pegawai negeri.

B. Ciri-Ciri Struktur Sosial
Struktur sosial yang ada dalam masyarakat memiliki beberapa ciri umum. Adapun ciri-ciri struktur sosial adalah sebagai berikut:
1. Struktur sosial mencakup semua hubungan sosial antarindividu pada saat tertentu.
2. Struktur sosial merupakan seluruh kebudayaan masyarakat yang dapat dilihat dari sudut pandang teoritis. Jadi, setiap pelaksanaan penelitian diarahkan pada pemikiran tentang derajat dari susunan sosialnya.
3. Struktur sosial merupakan realitas sosial yang bersifat statis sehingga dapat dilihat kerangka tatanan yang berbentuk struktur.
4. Struktur sosial mengacu pada hubungan-hubungan sosial pokok yang dapat memberikan bentuk dasar pada masyarakat dan memberikan batas-batas pada aksi-aksi yang kemungkinan besar dilakukan secara organisatoris. Selain ciri-ciri struktur sosial juga memiliki fungsi dalam kehidupan masyarakat. Dalam struktur sosial banyak dijumpai berbagai aspek perilaku sosial. Dengan adanya struktur sosial, secara psikologis masyarakat merasakan adanya batas-batas tertentu dalam setiap aktivitasnya. Dengan demikian, individu senantiasa menyesuaikan diri dengan ketertiban dan keteraturan yang ada. Dalam kondisi seperti itu, norma-norma dan nilai-nilai masyarakat dapat berfungsi sebagai pembatas dalam berperilaku agar tidak melanggar hak anggota masyarakat lainnya.



Berikut ini adalah beberapa fungsi struktur sosial.
1. Struktur sosial berfungsi sebagai pengawasan sosial (social control).
Artinya struktur sosial merupakan penekan terhadap adanya pelanggaran nilai dan norma masyarakat sehingga disiplin kelompok dapat dipertahankan. Proses struktur sosial akan berjalan dengan lancar apabila unsur-unsur sosial dalam masyarakat tersebut berjalan lancar tanpa mengalami benturan dengan unsur-unsur lain.
2. Struktur sosial berfungsi sebagai dasar dalam menanamkan disiplin sosial (discipline control). Setiap anggota kelompok akan memiliki pengetahuan dan kesadaran terutama dalam hal sikap, adat kebiasaan, dan kepercayaan. Dengan demikian, anggota kelompok dapat mengetahui bagaimana cara bersikap dan bertindak sesuai dengan ketentuan dan harapan masyarakat. Akibatnya, perbedaan paham dapat dikurangi.
Menurut Soerjono Soekanto, ada beberapa unsur sosial yang pokok, seperti :
1. Kelompok sosial,
2. Kebudayaan,
3. Lembaga sosial,
4. Stratifikasi sosial,
5. Kekuasaan dan wewenang.

C. Kelompok Sosial
Kelompok sosial merupakan salah satu bentuk struktur sosial. Terbentuknya kelompok sosial apabila di antara individu yang satu dengan yang lain bertemu.
1. Pengertian Kelompok Sosial (Social Group)
Menurut pandangan sosiologi, kelompok diartikan sebagai suatu kumpulan orang-orang yang mempunyai hubungan dan berinteraksi sehingga mengakibatkan tumbuhnya perasaan bersama. Beberapa sosiolog memberi definisi tentang pengertian kelompok sosial.
a. Joseph S.Roucek dan Roland L.Warren
Kedua ahli sosiologi tersebut mendefinisikan kelompok sosial sebagai kelompok yang terdiri atas dua atau lebih manusia dan di antara mereka terdapat beberapa pola interaksi yang dapat dipahami oleh anggota atau orang lain secara keseluruhan.
b. Mayor Polak
Polak mengartikan kelompok sosial sebagai sejumlah orang yang satu sama lain memiliki hubungan sebagai sebuah struktur untuk memenuhi kepentingan bersama.

c. Wila Huky
Kelompok sosial menurut Huky adalah suatu unit yang terdiri atas dua orang atau lebih yang saling berinteraksi atau saling berkomunikasi.
d. Robert Bierstedt
Kelompok sosial adalah kumpulan orang yang memiliki kesadaran bersama terhadap keanggotaannya dan saling berinteraksi. Kelompok sosial yang ada dalam kehidupan masyarakat sangat beragam. Mereka memiliki ciri dan warna tersendiri yang membedakannya dengan kelompok lain. Kelompok sosial tidak dapat dipahami dengan melihat perbedaan kualitas dan ciri anggotanya saja. Kelompok sosial dapat dipahami melalui
struktur yang ada di dalamnya sebagai suatu sistem yang utuh. Orang-orang yang berada dan menjadi anggota suatu kelompok harus tunduk dan taat terhadap berbagai norma atau kaidah sosial yang berlaku. Dengan demikian, masing-masing anggota mencerminkan kepentingan kelompoknya.
Suatu kelompok dikatakan berstruktur apabila di dalamnya ada syarat-syarat khusus, yaitu :
a. memiliki peranan-peranan sosial yang menjadi aspek dinamis dari struktur,
b. adanya sistem dari situs-situs para anggotanya, seperti adanya susunan pengurus, dan
c. berlakunya nilai dan norma-norma untuk mempertahankan kehidupan kelompoknya.
Ada kelompok yang berstruktur, namun ada pula kelompok yang tidak berstruktur. Kelompok yang tidak memiliki struktur disebut sebagai kolektivitas, misalnya pemuda yang berkumpul di tepi jalan. Sedangkan kelompok yang berstruktur banyak sekali contohnya, seperti persatuan wartawan, persatuan guru, persatuan haji, dan persatuan artis.

2. Proses Terbentuknya Kelompok Sosial
Manusia disebut sebagai homo socius atau makhluk sosial. Artinya, manusia tidak dapat hidup sendiri, ia memerlukan orang lain dalam masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal itu terjadi karena secara biologis membutuhkan manusia yang lain untuk hidup berkelompok.
Ada dua hasrat pokok yang dimiliki manusia sehingga ia terdorong untuk hidup berkelompok, yaitu :
a. hasrat untuk bersatu dengan manusia-manusia lain di sekitarnya, dan
b. hasrat untuk bersatu dengan situasi alam sekitarnya.
Kedua hasrat di atas tidak dengan mudah akan terpenuhi. Untuk itu, manusia harus dapat menggunakan akal dan perasaannya yang sehat untuk memenuhi kebutuhan jasmani dan rohaninya. Keadaan atau hasrat untuk hidup bersama dimiliki oleh semua orang. Dari hasrat yang sama tersebut kemudian orang membentuk kelompok. Selanjutnya, setiap manusia berusaha untuk mengembangkan dirinya agar bisa diterima dan bermanfaat bagi orang lain dalam kelompoknya. Kesemuanya itu akhirnya menimbulkan kebudayaan kelompok yang disebut kelompok sosial (social group).
Perasaan persatuan dalam kelompok sosial baru akan tercapai apabila setiap anggota kelompok mempunyai pandangan yang sama tentang masa depan bersama. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kelompok sosial merupakan kesatuan manusia yang hidup bersama, memiliki hasrat yang sama, bekerja sama, memiliki perasaan yang sama, dan tujuan yang sama. Menurut Soerjono Soekanto, kelompok manusia baru bisa dikatakan sebagai kelompok sosial jika terdapat syarat-syarat sebagai berikut.
a. Adanya kesadaran dari anggota kelompok bahwa mereka merupakan bagian dari kelompok.
b. Adanya hubungan timbal balik antaranggota kelompok.
c. Adanya kesamaan tujuan yang dimiliki oleh anggota kelompok.
d. Adanya struktur, kaidah, dan pola perilaku.
Ada beberapa hal yang menjadikan manusia bersatu sehingga membentuk kelompok sosial yaitu :
1. memiliki pertalian keluarga secara fisiologis;
2. perkawinan;
3. memiliki kesamaan agama dan kepercayaan;
4. memiliki kesamaan bahasa dan kebudayaan daerah;
5. memiliki kedekatan secara teritorial;
6. memiliki pemilikan dan penggarapan tanah bersama;
7. memiliki rasa tanggung jawab bersama terhadap pemeliharaan aturan;
8. adanya kepentingan pekerjaan;
9. adanya kepentingan-kepentingan ekonomis;
10. tunduk kepada tuan yang sama;
11. adanya keterkaitan bersama kepada sebuah institusi tertentu;
12. adanya pertahanan bersama untuk melawan musuh;
13. saling membutuhkan; dan
14. adanya berbagai daya, seperti asimilasi, konflik, dan akomodasi yang melibatkan banyak kelompok.

3. Macam-Macam Kelompok Sosial
Dalam kehidupan kita sehari-hari di masyarakat banyak terdapat kelompok-kelompok sosial. Sepintas kelompok tersebut nampaknya sama. Mereka sama-sama memiliki tujuan, saling berinteraksi, dan adanya norma atau kaidah yang ditaati bersama. Namun, hal tersebut ternyata masih sangat umum. Apabila dicermati nampak adanya bermacammacam kelompok sosial.
Berikut ini adalah macam-macam kelompok sosial dan ciri-ciri karakteristiknya yang membedakan dengan kelompok lainnya. Menurut Biestedt, dikenal ada empat macam kelompok sosial, yaitu kelompok statis, kelompok kemasyarakatan, kelompok sosial, dan kelompok asosiasi.
a. Kelompok Statis
Kelompok statis memiliki ciri-ciri : kelompok ini bukan organisasi, tidak memiliki hubungan sosial dan kesadaran jenis di antara anggotanya. Contoh kelompok statis adalah kelompok penduduk usia balita (0 - 5 tahun).
b. Kelompok Kemasyarakatan
Kelompok kemasyarakatan adalah kelompok yang memiliki kesamaan tetapi tidak mempunyai organisasi dan hubungan sosial di antara anggotanya. Contoh kelompok kemasyarakatan adalah pengelompokan penduduk berdasarkan jenis kelamin.
c. Kelompok Sosial
Kelompok sosial adalah kelompok yang anggotanya memiliki kesadaran jenis dan hubungan antaranggota terjalin, tetapi tidak terikat dalam ikatan organisasi. Contoh kelompok sosial, antara lain keluarga batih dan kelompok teman.
d. Kelompok Asosiasi
Kelompok asosiasi adalah kelompok yang mempunyai kesadaran jenis dan memiliki kepentingan pribadi maupun kepentingan bersama. Para anggota dalam kelompok asosiasi melakukan hubungan sosial, kontak, dan komunikasi, serta memiliki ikatan organisasi formal. Contoh kelompok asosiasi adalah negara, sekolah, dan korps pegawai negeri.
Selain dari Biestedt, masih ada bermacam-macam kelompok lagi.


a. Kelompok Kekerabatan
Dasar dari pembentukan kelompok kekerabatan adalah sistem kekerabatan, antara lain marga dalam suku Batak dan trah dalam suku Jawa. Ukuran yang paling utama dalam kelompok kekerabatan adalah bahwa individu lebih dekat atau tertarik dengan kehidupan keluarga, tetangga, atau individu lain yang dianggap dapat berfungsi membina kerukunan sosial dalam kehidupan mereka.
b. Kelompok Primer dan Kelompok Sekunder
Kedua kelompok ini memiliki rasa memiliki terhadap kelompok sangat besar. Para anggotanya saling membagi pengalaman, berencana, dan memecahkan masalah bersama serta berusaha memenuhi kebutuhan bersama pula.
1) Kelompok Primer (Primary Group)
Kelompok primer memiliki ciri, antara lain antaranggota kelompok saling mengenal serta bekerja sama secara erat dan bersifat pribadi. Sebagai salah satu akibat dari hubungan yang erat dan bersifat pribadi tersebut adalah peleburan individu dalam kelompok sehingga tujuan individu menjadi tujuan kelompok pula. Kelompok primer hampir mirip dengan kelompok kekerabatan. Perbedaan yang dimiliki adalah kelompok primer lebih bersifat spontan.
Beberapa syarat untuk membentuk kelompok utama telah dikemukakan oleh Charles Horton Cooley, yaitu :
a) anggota-anggota kelompok secara fisik berdekatan satu sama lain;
b) jumlah anggota kelompok sedikit;
c) hubungan antaranggota kelompok bersifat langgeng; dan
d) memiliki tujuan akhir yang sama.
2) Kelompok Sekunder (Secondary Group)
Kelompok sekunder memiliki anggota lebih banyak daripada kelompok primer atau utama. Anggota kelompok sekunder tidak selalu saling mengenal, tidak langsung bersifat fungsional, rasional, dan lebih banyak ditujukan pada tujuan pribadi. Anggota lain dan usaha kelompok merupakan alat. Sifat kelanggengan dalam kelompok sekunder hanya sementara saja. Hubungan yang terjadi pada kelompok sekunder tidak ditujukan pada pribadi-pribadi, tetapi terhadap nama kelompok.
Di antara kelompok primer dan kelompok sekunder terdapat beberapa perbedaan. Perbedaan tersebut sebagai berikut:
1) Kelompok Primer (Primary Group)
Kelompok primer memiliki cirri sebagai berikut.
a) Memiliki anggota sedikit (kurangndari tiga puluh orang).
b) Hubungan antaranggota bersifat pribadi dan akrab.
c) Mengutamakan komunikasi tatap muka.
d) Kebersamaan anggota dalam kelompok relatif lama (bersifat lebih permanen).
e) Saling mengenal dengan baik antaranggota kelompok sehingga mempunyai perasaan loyalitas.
f) Bersifat informal.
g) Keputusan dalam kelompok lebih bersifat tradisional dan kurang rasional.
2) Kelompok Sekunder (Secondary Group)
Kelompok sekunder memiliki ciri sebagai berikut.
a) Jumlah anggota kelompok besar.
b) Hubungan antaranggota tidak bersifat pribadi dan antaranggota tidak ada hubungan yang erat.
c) Komunikasi tatap muka jarang dilakukan;
d) Para anggota berada bersama-sama dalam waktu singkat (temporer).
e) Antaranggota tidak saling mengenal dengan baik.
f) Bersifat formal.
g) Keputusan dalam kelompok lebih rasional dan mengutamakan efisiensi.

c. Gemeinschaft dan Gesellschaft
1) Gemeinschaft
Gemeinschaft adalah bentuk kehidupan bersama yang anggotanya diikat oleh hubungan batin yang murni, bersifat alamiah, dan kekal. Dasar hubungan dalam kelompok ini adalah rasa cinta dan kesatuan batin. Bentuk kelompok ini dapat dijumpai pada masyarakat desa atau masyarakat suku yang masih tradisional. Masyarakat dalam kelompok ini mempunyai kedudukan yang lebih penting daripada individu.
Fierdinand Tonnies mengemukakan ciri-ciri gemeinschaft, yaitu :
a) hubungan antaranggota bersifat menyeluruh dan mesra (intim);
b) hubungan antaranggota bersifat pribadi (privat); dan
c) hubungan hanya untuk dalam kelompok, tidak untuk orang-orang yang ada di luar kelompok (eksklusif). Permasalahan atau perselisihan yang terjadi dalam kelompok diselesaikan atas nama kelompok dan bukan atas nama pribadi saja.
Gemeinschaft ada tiga bentuk sebagai berikut.
a) Gemeinschaft by blood, yaitu bentuk kehidupan bersama yang anggotanya diikat oleh hubungan darah atau keturunan. Misalnya, keluarga dan kelompok kekerabatan.
b) Gemeinschaft of place, yaitu bentuk kehidupan bersama karena berdekatan tempat tinggalnya sehingga dapat saling menolong. Misalnya, RT dan RW.
c) Gemeinschaft of mind, yaitu bentuk kehidupan bersama yang terjadi karena mempunyai jiwa dan pikiran yang sama atau ideologi yang sama.
2) Gesellschaft
Gesellschaft adalah kelompok yang didasari ikatan lahiriah yang jangka waktunya terbatas. Dalam gesellschaft terdapat hubungan perjanjian yang berdasarkan ikatan timbal balik, misalnya ikatan antarpedagang, dan organisasi buruh pabrik. Orang-orang yang ada dalam hubungan gesellschaft didasarkan karena mempunyai kepentingan-kepentingan pribadi di atas kepentingan kelompok. Sementara itu, unsur-unsur kehidupan lainnya hanya merupakan alat. Jadi, apabila disimpulkan dapat diketahui adanya perbedaan yang jelas antara gemeinschaft dan gesellschaft. Berikut perbedaan keduanya.
1. personal (berkepribadian jelas)
2. informal
3. tradisional
4. sentimental
5. umum

d. Kelompok Formal dan Kelompok Informal
Mengenai kelompok formal dan kelompok informal dapat dilihat pada uraian berikut ini.
1) Kelompok Formal
Kelompok formal adalah kelompok-kelompok yang sengaja diciptakan dan didasarkan pada aturan-aturan yang tegas. Aturan tersebut dimaksudkan sebagai sarana untuk mengatur hubungan antaranggota dalam bertingkah laku untuk mencapai tujuannya. Status yang dimiliki oleh para anggota sesuai dengan pembatasan tugas dan wewenangnya.
2) Kelompok Informal
Kelompok informal adalah kelompok yang terbentuk karena tinggi dan berulang-ulangnya kuantitas pertemuan. Setiap pertemuan dilakukan berdasar pengalaman dan kepentingan anggota-anggota yang relatif sama.

e. Membership dan Reference Group
Robert K.Merton memberikan pendapat mengenai membership dan reference group. Dia mendefinisikan kedua kelompok itu sebagai berikut.
1) Membership Group
Membership group merupakan kelompok di mana setiap orang secara fisik menjadi anggota kelompok tersebut. Anggota-anggota dalam membership group sering melakukan interaksi untuk membentuk kelompok-kelompok tersendiri. Keanggotaan seseorang dalam membership group diukur dari interaksinya dengan kelompok sosial tersebut termasuk para anggotanya.
2) Reference Group
Reference group merupakan kelompok yang menurut pandangan seseorang mengakui, menerima, dan mengidentifikasikan dirinya tanpa harus menjadi anggotanya.
Reference group mempunyai dua bentuk.
a) Tipe normatif yang menentukan dasar-dasar bagi kepribadian seseorang;
b) Tipe perbandingan (comparation type) merupakan suatu pegangan bagi individu dalam menilai kepribadian.

Organisasi Sosial
 Pengertian Organisasi Sosial
Anggota-anggota dalam organisasi sosial terstruktur dengan rapi, memiliki peran dan status yang formal. Selain itu, anggota-anggota dalam organisasi sosial secara bersamasama mempunyai tugas untuk memelihara dan mengusahakan tercapainya tujuan bersama. Ada beberapa syarat yang diperlukan dalam mengatur hubungan antaranggota dalam sebuah organisasi sosial.
a. Setiap anggota hidup dalam suasana harmonis meskipun memiliki kehidupan yang berbeda.
b. Adanya kekuasaan atau otoritas yang bersifat memaksa dalam pelaksanaan hubungan antaranggota.
c. Memiliki ukuran yang tetap dalam tata hubungan sosial yang dapat diterima oleh anggota-anggota kelompok.  Organisasi berarti suatu kesatuan orang yang tersusun dengan teratur berdasarkan pembagian tugas tertentu. Sedangkan istilah sosial berarti segala sesuatu yang berhubungan dengan pergaulan manusia dalam masyarakat. Jadi, organisasi sosial adalah suatu susunan atau struktur dari berbagai hubungan manusia yang terjadi dalam masyarakat, di mana hubungan tersebut merupakan suatu kesatuan yang teratur. Hubungan antarmanusia dalam organisasi sosial senantiasa berubah-ubah dan di dalamnya juga terdapat
d. Adanya pengaturan dan penyusunan individu-individu dalam kelompok dan lapisan sosial tertentu yang menggambarkan adanya koordinasi dan subordinasi.





























BAB X
STRATIFIKASI SOSIAL

Kompetensi Dasar
Memahami Hakekat stratifikasi social, Wujud stratifikasi social, System stratifikasi yang pernah ada di Indonesia dan Konsekuensi stratifikasi sosial

Stratifikasi sosial merupakan pembedaan sosial masyarakat secara vertikal. Dengan demikian, ada masyarakat yang menduduki lapisan atas dan ada pula yang menduduki lapisan
bawah. Terjadinya pembedaan tersebut karena adanya sesuatu yang dianggap berharga dalam masyarakat. Secara umum stratifikasi sosial juga sering dikaitkan dengan persoalan kesenjangan atau polarisasi kelompok. Stratifikasi ternyata tidak hanya terjadi di masa sekarang. Di masa kuno pun sudah terjadi. Sehingga filosuf Yunani, Aristoteles, mengatakan bahwa dalam negara terdapat tiga unsur, yaitu mereka yang kaya sekali, melarat, dan berada di tengah-tengah antara kaya dan miskin.

1. Pengertian Stratifikasi Sosial
Seorang sosiolog, Pitirim A. Sorokin berpendapat bahwa sistem lapisan sosial merupakan ciri yang tetap dan umum dalam setiap masyarakat yang hidup teratur. Mereka yang memiliki sesuatu yang berharga dalam jumlah banyak akan dianggap berkedudukan dalam lapisan atas. Sedangkan mereka yang sedikit atau sama sekali tidak memiliki sesuatu yang berharga dalam pandangan masyarakat dianggap mempunyai kedudukan rendah. Pelapisan sosial atau stratifikasi atau social stratification berasal dari kata stratification dan social. Stratification berasal dari kata stratum (jamaknya strata) yang berarti lapisan.
Mengenai stratifikasi sosial, Pitirim A. Sorokin memberikan definisi bahwa stratifikasi sosial adalah pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat (hirarkis). Dengan demikian, ada kelas-kelas tinggi dan kelas yang lebih rendah. Menurut Sorokin, inti dan dasar stratifikasi sosial adalah tidak adanya keseimbangan dalam pembagian hak dan kewajiban, kewajiban dan tanggung jawab nilai-nilai sosial dan pengaruhnya di antara anggota-anggota masyarakat. Selain Pitirim A. Sorokin, banyak ahli sosiologi yang memberikan definisi tentang stratifikasi sosial. Pendapat mereka adalah sebagai berikut:

a. Astried S. Susanto
Astried menjelaskan bahwa stratifikasi sosial adalah hasil kebiasaan hubungan antarmanusia secara teratur dan tersusun sehingga setiap orang mempunyai situasi yang menentukan hubungannya dengan orang secara vertikal maupun mendatar dalam masyarakatnya. Contoh pelapisan sosial berdasarkan bidang pekerjaan menurut keahlian, kecakapan, dan keterampilan, seperti pada sebuah perusahaan terdapat golongan elite, profesional, semi profesional, tenaga terampil, tenaga semi terampil, dan tenaga tidak terlatih.
b. Bruce J. Cohen
Ia mengemukakan bahwa stratifikasi sosial adalah sistem yang menempatkan seseorang sesuai dengan kualitas dan menempatkan mereka pada kelas sosial yang sesuai. Contohnya pelapisan sosial berdasarkan tingkat pendidikannya.
c. Robert M.Z. Lawang
Ia menjelaskan bahwa stratifikasi sosial adalah penggolongan orang yang ada dalam suatu sistem ke dalam lapisan-lapisan hirarkis menurut dimensi kekuasaan, priveless, dan prestise. Contohnya pelapisan sosial dalam sistem kasta.

Stratifikasi sosial selalu ada dalam kehidupan manusia. Apakah stratifikasi tersebut selalu sama di setiap masyarakat? Apakah ada perbedaan stratifikasi antara masyarakat sederhanadan modern? Stratifikasi sosial pada masyarakat sederhana akan berbeda dengan stratifikasi sosial pada masyarakat modern. Stratifikasi pada masyarakat sederhana, pelapisan yang terbentuk masih sedikit dan terbatas perbedaannya. Sedangkan pada masyarakat modern, stratifikasi sosial yang terbentuk makin kompleks dan makin banyak. Secara sederhana, perbedaan stratifikasi sosial bisa dilihat dari perbedaan besarnya penghasilan rata-rata seseorang setiap hari. Menurut Paul. B. Horton dan Chester L. Hunt bahwa terbentuknya stratifikasi sosial tidak hanya berkaitan dengan uang. Stratifikasi sosial adalah suatu pelapisan orang-orang yang berkedudukan sama dalam rangkaian kesatuan status sosial. Stratifikasi sosial dalam masyarakat menurut terbentuknya dibagi menjadi sebagai berikut.
a. Stratifikasi Sosial yang Terjadi dengan Sendirinya dalam Proses Pertumbuhan Masyarakat
Landasan terbentuknya stratifikasi yang terjadi dengan sendirinya, antara lain:
1) kepandaian;
2) tingkat umur (yang senior);
3) sifat keaslian keanggotaan kerabat seorang kepala masyarakat;
4) harta dalam batas-batas tertentu.
Namun demikian, setiap masyarakat memiliki landasan tersendiri dalam terbentuknya stratifikasi sosial. Landasan terbentuknya stratifikasi sosial pada masyarakat berburu tentu akan berbeda dengan stratifikasi sosial pada masyarakat bercocok tanam. Landasan terbentuknya stratifikasi sosial pada masyarakat adalah sebagai berikut.
1) Pada masyarakat berburu, yang menjadi landasan stratifikasi adalah kepandaian berburu. Jadi, seseorang yang memiliki kepandaian berburu di atas orang lain dipandang berada pada stratifikasi sosial tinggi.
2) Pada masyarakat menetap dan bercocok tanam yang menjadi landasan stratifikasi adalah kegiatan awal membuka tanah di daerah tersebut. Pembuka tanah dan kerabatnya dianggap memiliki stratifikasi sosial yang tinggi.

b.      Stratifikasi Sosial yang Sengaja Disusun untuk
Mengejar Suatu Tujuan Bersama Stratifikasi sosial yang sengaja disusun untuk mencapai tujuan tertentu biasanya berkaitan dengan pembagian kekuasaan dan wewenang resmi dalam organisasi formal. Misalnya, pemerintahan, badan usaha, partai politik, dan angkatan bersenjata. Pada stratifikasi sosial jenis ini kekuasaan dan wewenang merupakan unsur khusus dalam stratifikasi sosial.
Menurut Soerjono Soekanto, ada beberapa pokok yang mendasari terjadinya stratifikasi sosial dalam masyarakat.
a. Sistem stratifikasi berpokok pada sistem pertentangan dalam masyarakat.
b. Sistem stratifikasi sosial dianalisis dalam ruang lingkup unsur-unsur sebagai berikut.
1) Sistem pertanggaan yang diciptakan para warga masyarakat (prestise dan penghargaan).
2)  Distribusi hak-hak istimewa yang objektif, seperti penghasilan, kekayaan, dan keselamatan.
3) Criteria system pertentangan, yaitu disebabkan kualitas pribadi, keanggotaan kelompok kerabat tertentu, milik, wewenang, atau kekuasaan.
4) Lambang-lambang kedudukan, seperti tingkah laku hidup, cara berpakaian, perumahan, dan keanggotaan dalam suatu organisasi.
5)   Mudah tidaknya bertukar kedudukan.
6)  Solidaritas di antara individu-individu atau kelompok yang menduduki kedudukan sama dalam sistem sosial masyarakat.
3. Dasar Pembentukan Stratifikasi Sosial Stratifikasi sosial dalam masyarakat terjadi karena adanya sesuatu yang dihargai dalam masyarakat. Sepanjang masyarakat memberikan penghargaan terhadap sesuatu yang dianggap lebih, maka stratifikasi sosial di masyarakat tetap akan ada. Sesuatu yang dipandang berharga, antara lain
a. uang;
b. tanah;
c. benda-benda bernilai ekonomis;
d. kekuasaan;
e. ilmu pengetahuan;
f. keturunan;
g. pekerjaan;
h. kesalehan dalam agama.
Secara umum, pembentukan stratifikasi sosial dalam masyarakat didasari oleh beberapa kriteria berikut ini.
a. Ukuran Kekayaan
Mereka yang memiliki kekayaan paling banyak termasuk dalam golongan lapisan atas. Kekayaan yang dimiliki dapat dilihat dari bentuk dan model rumah, mobil pribadinya, cara berpakaian, cara berbelanja, dan tempat makan.
b. Ukuran Kekuasaan
Mereka yang memiliki kekuasaan atau wewenang terbesar akan menempati lapisan atas.
c. Ukuran Kehormatan
Ukuran kehormatan terlepas dari ukuran kekayaan dan atau kekuasaan. Orang yang paling disegani dan dihormati dalam masyarakat akan menempati lapisan sosial tertinggi. Ukuran kekuasaan banyak dijumpai pada masyarakat tradisional. Dalam masyarakat tradisional, orang yang dihormati adalah golongan tua atau mereka yang pernah berjasa.
d. Ukuran Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan dipakai sebagai ukuran stratifikasi sosial pada masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan. Ukuran untuk menentukan lapisan sosial masyarakat di atas bukanlah ukuran mutlak yang tidak bisa berubah. Masih ada ukuran-ukuran lain yang dapat digunakan untuk menentukan stratifikasi sosial seseorang dalam masyarakat.
Ukuran untuk menentukan kedudukan seseorang dalam stratifikasi sosial ada bermacam-macam, antara lain kepemilikan tanah, kehormatan, kesalehan dalam agama, dan kekayaan.

2.      Karakteristik Stratifikasi Sosial
Ada tiga karakteristik stratifikasi sosial dalam masyarakat, yaitu perbedaan kemampuan atau kesanggupan, perbedaan gaya hidup, dan perbedaan hak dan akses dalam pemanfaatan sumber daya.
a. Perbedaan Kemampuan atau Kesanggupan
Kelompok masyarakat yang berada pada lapisan sosial tinggi akan memiliki kemampuan yang lebih besar jika dibandingkan mereka yang berada di lapisan bawah. Kemampuan yang dimaksud, antara lain kemampuan dalam bidang ekonomi, sosial, dan politik. Kelompok masyarakat golongan atas akan dengan mudah untuk memiliki rumah, mobil, dan perhiasan dibandingkan golongan kelas bawah.
b. Perbedaan Gaya Hidup (Life style)
c. Perbedaan Hak dan Akses dalam Memanfaatkan Sumber Daya
 Masyarakat yang menduduki lapisan sosial atas akan makin banyak fasilitas dan hak yang diperoleh. Sementara itu, masyarakat lapisan bawah dan tidak menduduki jabatan strategis apapun akan sedikit mendapatkan hak dan fasilitas.

3.      Sifat Stratifikasi Sosial
Stratifikasi sosial dalam masyarakat ada yang bersifat tertutup dan terbuka. Sifat stratifikasi sosial tersebut adalah sebagai berikut.
a. Stratifikasi Sosial Tertutup (Closed Social Stratification)
Pada stratifikasi sosial tertutup membatasi kemungkinan berpindahnya seseorang dari satu lapisan ke lapisan lain baik yang merupakan gerak ke atas dan gerak ke bawah. Satu-satunya jalan untuk menjadi anggota dalam stratifikasi sosial tertutup adalah kelahiran. Stratifikasi sosial tertutup terdapat dalam masyarakat feodal dan masyarakat berkasta.
1) Sistem Kasta dalam Masyarakat India
Sistem kasta dalam masyarakat India telah ada sejak berabad-abad yang lalu. Apabila ditelaah, pada masyarakat India sistem lapisan masyarakatnya sangat kaku dan menjelma dalam diri kasta-kasta. Kasta-kasta di India mempunyai cirri-ciri tertentu, sebagai berikut.
a) Keanggotaan pada kasta diperoleh karena warisan atau kelahiran sehingga anak yang lahir memperoleh kedudukan yang sama dengan orang tuanya.
b) Keanggotaan yang diwariskan berlaku seumur hidup.
Untuk itu, seseorang tidak mungkin mengubah kedudukannya kecuali apabila ia keluar dari kastanya.
c) Perkawinan bersifat endogami, yaitu dipilih dari orang yang sekasta.
d) Hubungan dengan kelompok-kelompok lainnya bersifat terbatas.
e) Kasta diikat oleh kedudukan-kedudukan yang secara tradisional telah ditetapkan.
f) Prestise suatu kasta benar-benar diperhatikan.
2) Masyarakat Feodal
Pola dasar stratifikasi sosial dalam masyarakat feudal berbeda dengan masyarakat pada umumnya. Pola dasar stratifikasi sosial masyarakat feodal adalah sebagai berikut.
a) Raja dan bangsawan merupakan pusat kekuasaan yang harus dihormati serta ditaati oleh rakyatnya. Raja memiliki kewenangan serta hak-hak istimewa.
b) Lapisan utama diduduki oleh raja dan kaum bangsawan.
c) Rakyat harus mengabdi pada raja serta bangsawan.

Istilah kasta dalam bahasa India adalah yati dan sistemnya disebut varna. Menurut kitab Rig Veda dan kitab-kitab Brahmana, dalam masyarakat India dijumpai empat varna yang tersusun dari atas ke bawah. Kasta-kasta tersebut adalah brahmana, ksatria, waisya, dan sudra. Kasta brahmana merupakan kasta pendeta dan dipandang sebagai kasta tertinggi. Ksatria merupakan kasta para bangsawan dan tentara serta dipandang sebagai kasta kedua. Kasta waisya merupakan kasta pedagang dan dianggap sebagai lapisan menengah. Sudra adalah kasta orang-orang biasa atau rakyat jelata.
Di Indonesia, terutama Bali, juga menganut sistem kasta. Carilah informasi tentang pelaksanaan kasta di Bali! Apakah sistem kasta di Bali sampai sekarang juga masih terus berlangsung? Apakah pelaksanaan sistem kasta tersebut juga karena pengaruh dari India dan pelaksanaannya juga seketat di India? Kasta-kasta apa sajakah yang ada di Bali? Buat laporan tentang kasta di Bali dalam bentuk makalah. Gunakan sumber data seperlunya. Makalah dapat disajikan dengan gambar-gambar yang mendukung.

3) Masyarakat yang Lapisan Sosialnya Tergantung pada Perbedaan Rasial (Politik Rasial)
Masyarakat dengan lapisan sosial seperti ini pernah terjadi di Afrika Selatan saat pelaksanaan politik apartheid. Saat itu Afrika Selatan masih berada di bawah kekuasaan bangsa Inggris. Pemerintah penguasa membedakan segala kegiatan antara kulit hitam dan kulit putih. Dalam perkembangannya, politik apartheid banyak dikecam masyarakat dunia sampai akhirnya politik ini berakhir dari Afrika Selatan. Sistem yang sama pernah berlangsung di Amerika Serikat dengan nama segregation. Sistem ini juga melakukan pembedaan masyarakat menjadi masyarakat kulit berwarna terutama orang Negro dan kulit putih.

b. Stratifikasi Sosial Terbuka (Open Social Stratification)
Dalam stratifikasi sosial terbuka kemungkinan untuk pindah dari satu lapisan ke lapisan lain sangat besar. Stratifikasi sosial terbuka memberikan kesempatan kepada seseorang untuk berpindah lapisan sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Sedangkan bagi masyarakat yang kurang cakap dan tidak beruntung bisa jatuh ke lapisan sosial di bawahnya.
Dalam kenyataannya sistem stratifikasi sosial tidak hanya bersifat terbuka dan tertutup saja, tetapi bersifat campuran. Jadi, ada kemungkinan di dalam suatu masyarakat terdapat unsur-unsur gabungan dari keduanya. Misalnya, dalam sistem ekonomi menggunakan sistem stratifikasi sosial terbuka, sedangkan pada bidang lain bersifat tertutup.
a.       Sistem Stratifikasi Sosial Tertutup


Gambar tersebut melukiskan bahwa dalam sistem stratifikasi sosial tertutup, sangat sulit bahkan tertutup kemungkinan untuk pindahnya seseorang dari satu lapisan ke lapisan lainnya.
b. Sistem Stratifikasi Sosial Terbuka
Pada sistem stratifikasi sosial terbuka, banyak peluang bagi seseorang untuk pindah dari satu lapisan sosial ke yang lain
c. Sistem Stratifikasi Sosial Campuran
Pada sistem stratifikasi sosial campuran, perpindahan lapisan hanya terjadi pada golongan lapisan yang sama.

6. Bentuk-Bentuk Stratifikasi Sosial
Setiap lapisan dalam susunan tertentu mempunyai sifat dan kesatuannya sendiri. Namun demikian, setiap lapisan memiliki sifat yang menghubungkan suatu lapisan dengan lapisan yang berada di bawah atau di atasnya. Secara sederhana, stratifikasi sosial terbagi ke dalam tiga lapisan, yaitu lapisan atas (upper), lapisan menengah (middle), dan lapisan bawah (lower).
Bentuk stratifikasi sosial dalam masyarakat ada bermacam-macam, seperti stratifikasi ekonomi, stratifikasi politik, dan stratifikasi sosial.
a. Stratifikasi Ekonomi
Stratifikasi ekonomi dapat dilihat dari segi pendapatan, kekayaan, dan pekerjaan. Stratifikasi ekonomi mendasarkan pelapisan pada faktor ekonomi. Jadi, orang-orang yang mampu memperoleh kekayaan ekonomi dalam jumlah besar akan menduduki lapisan atas. Sebaliknya, mereka yang kurang atau tidak mampu akan menduduki lapisan bawah. Dengan demikian, kemampuan ekonomi yang berbeda menyebabkan terjadinya stratifikasi ekonomi.
Golongan masyarakat yang menduduki lapisan atas dalam stratifikasi ekonomi, misalnya pengusaha besar, pejabat, dan pekerja profesional yang memiliki penghasilan besar. Sementara itu, golongan yang menduduki lapisan sosial paling bawah, antara lain gelandangan, pengemis, pemulung, dan buruh tani. Stratifikasi ekonomi bersifat terbuka karena memungkinkan bagi masyarakat untuk pindah ke lapisan sosial yang lebih tinggi jika mampu dan berprestasi. Dalam sistem stratifikasi ekonomi terbuka kesempatan bagi seluruh warga masyarakat untuk pindah ke lapisan sosial atasnya asalkan memiliki kemampuan.
b. Stratifikasi Sosial
Pelapisan jenis ini berhubungan dengan status atau kedudukan seseorang dalam masyarakat. Menurut Max Weber, manusia dikelompokkan dalam kelompok-kelompok status berdasar atas ukuran kehormatan. Kelompok status ini, didefinisikan Weber sebagai kelompok yang anggotanya memiliki gaya hidup tertentu dan mempunyai tingkat penghargaan sosial dan kehormatan sosial tertentu. Pembagian pelapisan pada kriteria sosial maksudnya adalah stratifikasi, antara lain dalam arti kasta, pendidikan, dan jenis pekerjaan. Stratifikasi sosial berdasarkan kasta dapat dijumpai pada masyarakat India. Masyarakat India menjalankan sistem kasta secara ketat dan kaku. Sistem kasta ini didasarkan pada agama Hindu. Dalam sistem kasta tidak memungkinkan bagi seseorang untuk dapat pindah dari satu lapisan ke lapisan yang lainnya. Stratifikasi sosial berdasarkan kriteria pendidikan karena orang-orang di dalam sangat menghargai pendidikan sehingga menempatkan mereka yang berpendidikan tinggi ke dalam kedudukan yang tinggi pula. Stratifikasi sosial bidang pendidikan bersifat terbuka, artinya seseorang dapat naik pada tingkat yang lebih tinggi apabila dia mampu dan berprestasi.
Stratifikasi pendidikan dapat dikelompokkan sebagai berikut.
1) pendidikan sangat tinggi, antara lain doktor dan profesor;
2) pendidikan tinggi, antara lain sarjana dan mahasiswa;
3) pendidikan menengah adalah mereka yang mengenyam bangku SMA;
4) pendidikan rendah adalah mereka yang mengenyam pendidikan hanya sampai tingkat SD dan SMP;
5) tidak berpendidikan atau buta huruf.
Stratifikasi bidang pendidikan bersifat terbuka, artinya memberikan peluang bagi masyarakat yang berprestasi dan mampu untuk naik ke lapisan yang lebih tinggi. Dalam dunia pendidikan tinggi, seseorang akan dapat meraih gelar kesarjanaan apabila telah menyelesaikan penelitian atau karya ilmiahnya. Saat ini, banyak terjadi mahasiswa yang tidak membuat sendiri karya ilmiah sebagai tugas akhir perkuliahannya. Akan tetapi, mereka menyerahkannya ke jasa pembuat karya ilmiah dengan membayar sejumlah uang. Melihat fenomena seperti ini, bagaimanakah pendapatmu sehubungan dengan kemampuan seseorang untuk dapat naik ke lapisan yang lebih tinggi di bidang pendidikan?
Stratifikasi berdasarkan kriteria sosial yang lain adalah stratifikasi bidang pekerjaan. Stratifikasi ini mendasarkan pada keahlian, kecakapan, dan keterampilan seseorang. Astried S. Susanto membagi pelapisan sosial bidang pekerjaan berdasarkan ukuran keahlian, sebagai berikut.
1) Elite adalah orang kaya dan orang-orang yang menempati kedudukan atau pekerjaan yang oleh masyarakat sangat dihargai.
2) Profesional adalah orang yang berijazah serta bergelar dari dunia pendidikan yang berhasil.
3) Semi profesional, misalnya pegawai kantor, pedagang, teknisi pendidikan menengah, dan mereka yang tidak berhasil mencapai gelar.
4) Tenaga terampil, misalnya orang-orang yang mempunyai keterampilan mekanik teknik, pekerja pabrik yang terampil, dan pemangkas rambut.
5) Tenaga semi terampil, misalnya pekerja pabrik tanpa keterampilan, pengemudi truk, dan pelayan restoran.
6) Tenaga tidak terampil, misalnya pembantu rumah tangga, tukang kebun, dan penyapu jalan.

c. Stratifikasi Politik
Indikator yang digunakan untuk membedakan masyarakat berdasarkan dimensi politik adalah kekuasaan. Jadi, politik identik dengan kekuasaan. Mereka yang memiliki kekuasaan terbesar akan menduduki lapisan sosial atas. Begitu pula sebaliknya, yang sedikit bahkan sama sekali tidak memiliki kekuasaan akan berada pada lapisan bawah. Kekuasaan adalah kemampuan untuk memengaruhi individu-individu lain dan memengaruhi pembuatan keputusan kolektif.
Robert D. Putnam mengatakan bahwa kekuasaan adalah probabilitas untuk memengaruhi alokasi nilai-nilai otoritatif. Sementara itu, menurut Max Weber, kekuasaan adalah peluang bagi seseorang atau sejumlah orang untuk mewujudkan keinginan mereka sendiri melalui suatu tindakan komunal meskipun mengalami tentangan dari orang lain yang ikut serta dalam tindakan komunal itu.
Dalam masyarakat, pembagian kekuasaan yang tidak merata sudah terjadi sejak lama. Menurut Gaetano Mosca, dalam setiap masyarakat selalu terdapat dua kelas penduduk, yaitu kelas penguasa dan kelas yang dikuasai. Kelas penguasa jumlahnya lebih sedikit daripada kelas yang dikuasai. Kelas penguasa menjalankan semua fungsi politik, memonopoli kekuasaan, dan menikmati keuntungan yang diberikan oleh kekuasaan itu.
Menurut Vilfredo Pareto ada beberapa asas yang mendasari terbentuknya stratifikasi sosial berkaitan dengan kekuasaan politik, yaitu:
1) kekuasaan politik, seperti halnya barang-barang sosial lainnya didistribusikan dengan tidak merata;
2) pada hakikatnya orang yang dikelompokkan dalam dua kelompok, yaitu mereka memiliki kekuasaan politik penting dan mereka yang tidak memilikinya;
3) secara internal, elite itu bersifat homogen, bersatu, dan memiliki kesadaran kelompok;
4) elite mengatur sendiri kelangsungan hidupnya dan keanggotaannya berasal dari lapisan masyarakat yang sangat terbatas;
5) kelompok elite pada hakikatnya bersifat otonom, kebal akan gugatan dari siapa pun di luar kelompoknya mengenai keputusan-keputusan yang dibuatnya.
Namun demikian, asas-asas tersebut lebih banyak digunakan oleh pemerintahan yang diktator. Negara demokratis, kekuasaan telah didistribusikan lebih terfragmentasi ke berbagai kelompok. Siapa pun yang berkuasa biasanya akan selalu dikontrol oleh kelompok-kelompok yang ada di luar sistem.
Komposisi orang-orang yang ada pada golongan minoritas dan mayoritas dapat berubah-ubah dalam suatu periode waktu. Seseorang yang tadinya bukan dari kelompok elite politik suatu saat bisa masuk menjadi elite politik. Dengan demikian, stratifikasi politik bersifat terbuka. Stratifikasi politik bersifat terbuka, yaitu memungkinkan bagi seseorang untuk masuk dan keluar dari elite politik. Elite politik adalah golongan pemegang kekuasaan.
Stratifikasi politik berdasarkan kekuasaan bersifat bertingkat-tingkat dan menyerupai suatu piramida. Menurut Mac Iver ada tiga pola umum dalam sistem dan lapisan kekuasaan atau piramida kekuasaan, yaitu tipe kasta, tipe oligarki, dan tipe demokratis.
1) Tipe Kasta
Tipe kasta merupakan sistem pelapisan kekuasaan dengan garis-garis pemisah yang tegas dan kaku. Dalam tipe kasta tidak memungkinkan gerak sosial vertikal. Garis pemisah antara tiap-tiap lapisan tidak mungkin ditembus. Pada puncak piramida kekuasaan diduduki raja, kemudian diikuti oleh kaum bangsawan, tentara, dan pendeta. Lapisan berikutnya terdiri atas tukang dan buruh tani. Lapisan yang terendah adalah para budak.



Perhatikan piramida kekuasaan menurut tipe kasta pada bagan di bawah ini!
Bagan Piramida Kekuasaan Tipe Kasta
Keterangan:
I : raja
II : bangsawan
III : orang-orang yang bekerja di pemerintahan
IV : pegawai rendahan dan seterusnya
V : tukang-tukang, pelayan-pelayan
VI : petani-petani, buruh tani
VII : budak-budak

2) Tipe Oligarki
Dasar pembedaan pada tipe oligarki ditentukan oleh kebudayaan masyarakat setempat, terutama adanya kesepakatan yang diberikan kepada warga masyarakat untuk memperoleh kekuasaan tertentu. Perbedaan antara satu lapisan dengan lapisan lain tidak terlalu mencolok. Tipe oligarki masih mempunyai garis pemisah yang tegas. Tipe oligarki dapat dijumpai pada masyarakat feodal yang telah berkembang terutama di negara yang didasarkan pada aliran fasisme dan negara totaliter. Bedanya bahwa kekuasaan sebenarnya berada di tangan partai politik yang mempunyai kekuasaan menentukan. Perhatikan piramida tipe oligarki di bawah ini!
Bagan Piramida KekuasaanTipe Oligarki
Keterangan:
I : raja atau penguasa
II : terdiri atas bangsawan dari macam-macam tingkatan
III : terdiri atas pegawai tinggi sipil dan militer, orangorang kaya, pengusaha, dan sebagainya
IV : terdiri atas pengacara, tukang dan pedagang, petani, buruh tani dan budak

3) Tipe Demokratis
Dalam tipe demokratis garis-garis pemisah antarlapisan sifatnya fleksibel dan tidak kaku. Kelahiran tidak menentukan kedudukan dalam lapisanlapisan yang terpenting adalah kemampuan. Kadang-kadang juga faktor keberuntungan. Misalnya, seseorang dapat menduduki lapisan tertinggi sebagai kelas penguasa karena masuk dalam organisasi politik.
Bagan di atas adalah piramida kekuasaan tipe demokratis!
Keterangan:
I : terdiri atas pemimpin politik, pemimpin partai, orang kaya, pemimpin organisasi-organisasi besar
II : terdiri atas pejabat-pejabat administratif, kelas-kelas atas dasar kelahiran ”eisure Class”
III : terdiri atas ahli-ahli teknik, petani, pedagang
IV : pekerja rendahan, petani rendahan


7. Unsur-Unsur Stratifikasi Sosial
Unsur-unsur dalam stratifikasi sosial adalah kedudukan (status) dan peranan (role). Kedudukan dan peranan merupakan unsur pokok dalam stratifikasi sosial. Status menunjukkan tempat atau posisi seseorang dalam masyarakat. Peranan merupakan suatu tingkah laku atau tindakan yang diharapkan dari seorang individu yang menduduki status tertentu.
a. Kedudukan (Status)
Kedudukan berarti tempat seseorang dalam suatu pola atau kelompok sosial. Dengan demikian, seseorang dapat memiliki lebih dari satu status. Hal itu disebabkan seseorang biasanya hidup dalam beberapa pola kehidupan atau menjadi anggota dalam berbagai kelompok sosial.
Misalnya, Dina seorang pelajar sebuah SMA. Selain sebagai seorang pelajar, Dina juga menjadi ketua OSIS, dan anggota Palang Merah Remaja. Di rumah, Dina sebagai seorang anak, seorang kakak dari dua adiknya. Selain itu, Dina juga menjadi sekretaris karang taruna di kampungnya. Dengan demikian, Dina memiliki lebih dari satu status.
Untuk mengukur status seseorang, menurut Pitirim A. Sorokin dapat dilihat pada hal-hal sebagai berikut.
1) jabatan atau pekerjaan;
2) pendidikan dan luasnya ilmu pengetahuan;
3) kekayaan;
4) politis;
5) keturunan;
6) agama.
Status pada dasarnya dibedakan atas status yang bersifat objektif dan subjektif. Status yang bersifat objektif disertai dengan hak dan kewajiban yang terlepas dari individu. Sementara itu, status yang bersifat subjektif adalah status yang menunjukkan hasil dari penilaian orang lain di mana sumber status yang berhubungan dengan penilaian orang lain tidak selamanya konsisten untuk seseorang. Dalam masyarakat sering kali kedudukan dibedakan menjadi dua macam, yaitu ascribed status dan achieved status.
1) Ascribed status adalah kedudukan seseorang dalam masyarakat tanpa memerhatikan perbedaan seseorang karena kedudukan tersebut diperoleh berkat kelahiran.  Dengan kata lain, status yang diperoleh dengan sendirinya atau status yang diperoleh tanpa inisiatif sendiri. Status ini dapat dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu:
a) Kelahiran
Pada umumnya ascribed status berdasarkan kelahiran ini terdapat pada masyarakat dengan sistem pelapisan sosial yang tertutup. Misalnya, pada masyarakat feodal, masyarakat kasta, dan masyarakat diskriminasi sosial. Misalnya, kedudukan seorang anak raja adalah bangsawan juga.
b) Jenis kelamin
Status berdasarkan jenis kelamin dalam masyarakat terdiri atas laki-laki dan perempuan.
c) Umur atau usia
Menurut umur, status dibedakan atas muda, sedang, dan tua.
d) Anggota keluarga
Status dalam keluarga terdiri atas ayah, ibu, dan anak.
2)   Achieved status adalah kedudukan yang dicapai seseorang dengan usaha sendiri. Kedudukan ini misalnya setiap orang dapat menjadi hakim, dokter, jika memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu seperti telah menempuh pendidikan kehakiman dan kedokteran.
Ascribed status dan achieved status membedakannya dilihat pada cara memperoleh status tersebut.  Selain ascribed status dan achieved status ada lagi status dalam masyarakat, yaitu assigned status. Assigned status adalah status atau kedudukan yang diberikan atau dianugerahkan. Assigned status mempunyai hubungan yang erat dengan achieved status. Contohnya pemberian gelar kebangsawanan kepada tokoh yang dianggap berjasa terhadap masyarakat.
b. Peranan (Role)
Peranan merupakan aspek dinamis dari kedudukan atau status. Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan kedudukannya maka dia berarti telah menjalankan suatu peran. Peran dan kedudukan tidak dapat dipisahkan karena satu dengan yang lainnya saling tergantung. Tidak ada peran tanpa status dan tidak ada status tanpa peran. Seseorang dalam masyarakat bisa memiliki lebih dari satu peran dari pola pergaulan hidupnya. Suatu peran paling sedikit mencakup tiga hal, yaitu:
1) peran meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat;
2) peran adalah suatu konsep ikhwal apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat; dan
3) peran dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial dalam masyarakat.
Peran sangat penting karena dapat mengatur perilaku seseorang. Selain itu, peran dapat memperkirakan perbuatan orang lain pada batas-batas tertentu sehingga seseorang dapat menyesuaikan perilakunya dengan perilaku orang lain. Peran dapat berarti sebagai perangkat harapan yang dikenakan pada individu yang menempati kedudukan sosial tertentu. Berdasarkan pelaksanaannya, peranan sosial dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
1) Harapan-harapan masyarakat terhadap pemegang peran. Hal ini merupakan kewajiban bagi pemegang peran (role expection).
2) Harapan-harapan yang dimiliki pemegang peran terhadap masyarakatnya. Hal ini merupakan hak yang harus diterima pemegang peran.
Peran seseorang dalam masyarakat bisa berubah-ubah tergantung subjek yang dihadapinya. Seiring dengan adanya konflik antar peran, maka ada juga konflik peran. Untuk itu, pemisahan antara individu dengan peran yang sesungguhnya harus dilaksanakan (role distance). Role distance terjadi apabila individu merasakan dirinya tertekan karena dirinya merasa tidak sesuai untuk melaksanakan peran yang diberikan masyarakat kepadanya. Dengan demikian, ia tidak dapat melaksanakan perannya dengan sempurna atau bahkan menyembunyikan diri. Peran dapat membimbing seseorang dalam berperilaku.
Adapun fungsi peran adalah sebagai berikut :
1) memberi arah pada proses sosialisasi;
2) pewarisan tradisi, kepercayaan, nilai-nilai, norma-norma dan pengetahuan;
3) dapat mempersatukan kelompok atau masyarakat;
4) menghidupkan sistem pengendali dan kontrol sehingga dapat melestarikan kehidupan mereka.
      Berdasarkan cara memperolehnya, peran dibagi menjadi dua.
1. Peran bawaan (ascribed role), yaitu peranan yang diperoleh secara otomatis bukan karena usaha, peran sebagai nenek dan anak.
2. Peran pilihan (achieves), yaitu peranan yang diperoleh atas dasar keputusannya sendiri, misalnya seseorang yang memutuskan diri untuk menjadi seorang akuntan maka dia harus kuliah di fakultas ekonomi.


Fungsi Stratifikasi Sosial
Adapun fungsi peran adalah sebagai berikut:
a. sebagai alat pendistribusian hak dan kewajiban pada setiap lapisan atau strata;
b. menempatkan individu-individu pada strata tertentu;
c. sebagai pemersatu dengan pola mengkoordinasikan bagian-bagian yang ada dalam struktur sosial guna mencapai tujuan yang telah disepakati;
d. dapat memecahkan persoalan-persoalan dalam masyarakat;
e. mendorong masyarakat bergerak sesuai dengan fungsinya.


























BAB XI
MOBILITAS SOSIAL

Kompetensi Dasar
Memahami Pengertian mobilitas social, Bentuk mobilitas social, Faktor yang mempengaruhi mobilitas social, Cara melakukan mobilitas social dan salurannya dan Hubungan mobilitas social dengan struktur sosial

Pengertian
Mobilitas sosial dapat juga diartikan sebagai gerak sosial. Mobilitas sosial adalah gerak perpindahan seseorang ataupun sekelompok warga dari status sosial yang satu ke status sosial yang lain. Mobilitas sosial juga mencakup struktur sosial yang bersifat hubungan antarindividu dalam kelompok dan hubungan antara individu dengan kelompoknya. Setiap gerak cenderung menimbulkan perubahan, baik itu berupa perubahan fungsi maupun perubahan posisi. Contoh yang terjadi pada individu adalah adanya alih profesi yang semula pegawai negeri berpindah menjadi wiraswasta. Sedangkan, dalam lingkup kelompok misalnya golongan minoritas suatu wilayah masyarakatnya berasimilasi dengan golongan
mayoritas.
Ahli sosiologi mengartikan mobilitas menurut pendapat mereka masing-masing.
a. Horton dan Hunt mengartikan mobilitas sosial sebagai gerak perpindahan dari satu kelas sosial ke kelas sosial lainnya. Perpindahan kelas sosial ini dapat diartikan sebagai peningkatan maupun penurunan.
b. Kimball Young mendefinisikan mobilitas sosial cenderung kepada tujuannya. Menurutnya, tujuan mobilitas sosial adalah memperoleh keterangan tentang kepantasan struktur sosial suatu masyarakat tertentu. Misalnya, mendapatkan status pegawai negeri sipil.

A. Mobilitas Sosial
Mobilitas sosial pada dasarnya merupakan perpindahan antarstatus sosial. Mobilitas sosial dapat terjadi pada setiap sistem pelapisan sosial baik yang terbuka maupun tertutup. Pada masyarakat pelapisan sosial terbuka akan terjadi mobilitas yang tinggi. Artinya, prestasi menentukan status sosial seseorang sehingga memberi peluang yang selebar-lebarnya untuk berpindah status sosial yang lebih tinggi/baik. Sebaliknya, masyarakat yang menganut pelapisan sosial tertutup, akan cenderung berpindah ke status sosial yang sama.
Jenis-Jenis Mobilitas Sosial
Pada dasarnya jenis mobilitas sosial dibedakan menjadi mobilitas horizontal dan mobilitas vertikal.
a. Mobilitas Horizontal
Mobilitas horizontal berarti perpindahan kedudukan secara mendatar atau perpindahan dalam lapisan yang sama. Dengan kata lain, perpindahan kedudukan individu atau objek-objek sosial lainnya dari satu kelompok sosial lainnya yang sederajat. Jadi, tidak terjadi perubahan derajat atau kedudukan seseorang dalam mobilitas horizontal ini.
Mobilitas horizontal memiliki dua bentuk yaitu bentuk intragenerasi dan antargenerasi.
1)      Mobilitas sosial horizontal intragenerasi terjadi dalam diri seseorang. Misalnya, seseorang yang berpindah profesi tanpa melihat status sosialnya (walaupun status sosialnya lebih rendah) tetapi akhirnya menjadi lebih sukses.
Contoh konkretnya seseorang yang semula bekerja sebagai pengusaha, kemudian beralih menjadi petani.
2) Mobilitas sosial horizontal antargenerasi, terjadi antara dua generasi atau lebih. Misalnya, ayah dan anak. Contoh konkretnya adalah seorang ayah dahulu sebagai petani sukses. Anaknya, tidak meniru jejak sang ayah, tetapi memilih sebagai seorang polisi.
Contoh lainnya, kakek, ayah, dan anak. Kakeknya dahulu sebagai petani miskin, ayahnya bekerja sebagai buruh bangunan dan anaknya berprofesi sebagai makelar karcis kereta api. Gerak sosial horizontal seperti pindah pekerjaan yang sederajat dan perpindahan penduduk.
b. Mobilitas Vertikal
Mobilitas vertikal merupakan perpindahan status sosial yang dialami seseorang atau sekelompok warga pada lapisan sosial yang berbeda. Mobilitas vertikal dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu mobilitas vertikal intragenerasi dan antargenerasi.
1) Mobilitas sosial vertikal intragenerasi adalah mobilitas vertikal yang terjadi dalam diri seseorang. Misalnya, Rudi adalah seorang polisi mula-mula pangkatnya sersan, kemudian naik menjadi letnan, dan seterusnya. Mobilitas sosial intragenerasi dapat terjadi menaik maupun menurun.
Contoh mobilitas sosial intragenerasi menurun adalah seorang polisi yang diturunkan pangkatnya karena kasus pidana.
2) Mobilitas sosial vertikal antargenerasi adalah mobilitas sosial yang tidak terjadi dalam diri orang tua sendiri, tetapi terjadi dalam dua generasi. Misalnya, ibunya dahulu seorang dokter, sedangkan anaknya hanya seorang yang lulus SMA. Hal itu menunjukkan mobilitas vertical menurun.
Dibandingkan dengan mobilitas horizontal, mobilitas vertikal lebih banyak membawa pengaruh pada masyarakat.
Ciri-ciri mobilitas vertikal adalah sebagai berikut.
1) Mobilitas vertikal terjadi pada masyarakat yang menganut sistem pelapisan sosial terbuka maupun sistem pelapisan sosial tertutup.
2) Mobilitas vertikal terjadi menurut norma dan nilai yang berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.
3) Kondisi politik dan ekonomi masyarakat yang bersangkutan mempengaruhi laju mobilitas vertikal.
4) Saluran-saluran dalam masyarakat merupakan sarana berlangsungnya mobilitas vertikal.
Menurut Soerjono Soekanto, saluran yang merupakan sarana dalam mobilitas vertical adalah angkatan bersenjata, lembaga keagamaan, organisasi politik, ekonomi, dan sosial.
Menurut Pitirim A. Sorokin, mobilitas sosial vertical mempunyai saluran-saluran dalam masyarakat. Proses mobilitas sosial vertikal melalui saluran-saluran tersebut disebut sebagai social circulation. Saluran-saluran mobilitas vertikal, antara lain angkatan bersenjata, lembaga negara, sekolah, organisasi politik, ekonomi, dan keahlian.
B. Saluran Mobilitas Sosial
1. Lembaga Keagamaan
Dalam lembaga keagamaan setiap agama mengajarkan bahwa manusia mempunyai kedudukan sederajat. Misalnya, dalam sejarah Paus Gregorius VII yang jasanya sangat besar dalam pengembangan agama Katolik, dulunya hanya anak seorang tukang kayu. Dari contoh tersebut dapat dikatakan bahwa pemuka-pemuka agama bekerja keras untuk menaikkan kedudukan orang-orang ini dari lapisan rendah dalam masyarakat..
2. Angkatan Bersenjata
Angkatan bersenjata berperan dalam masyarakat dengan sistem militerisme. Misalnya, dalam keadaan perang. Suatu negara akan mengharap kemenangan dari suatu peperangan. Jasa seorang prajurit akan dihargai tinggi oleh masyarakat. Karena jasanya pula ia akan meningkat ke kedudukan yang lebih tinggi.


3. Sekolah
Lembaga pendidikan merupakan saluran nyata dalam mobilitas sosial vertikal. Sekolah juga dapat dikatakan sebagai sosial elevator bergerak dari yang paling rendah ke paling tinggi. Kadang-kadang dijumpai keadaan di suatu sekolah hanya dapat menerima siswa dari suatu kelas tertentu. Sekolah-sekolah memikirkan jika dimasuki oleh lapisan yang rendah akan menjadi saluran mobilitas sosial yang vertikal.
4. Organisasi Politik
Organisasi politik dapat member peluang besar bagi para anggotanya. Pada masyarakat yang demokratis, lembaga pemilihan umum memegang peranan penting dalam pembentukan kepemimpinan. Organisasi-organisasi politik mempunyai peranan yang sama walaupun dalam bentuk yang lain. Supaya seseorang terpilih sebagai pemimpin, terlebih dahulu harus mampu membuktikan dirinya sebagai orang yang berkepribadian baik dan juga mempunyaiwujud aspirasi-aspirasi yang baik.
5. Organisasi Ekonomi
Ekonomi dalam wujud organisasi memegang peranan yang sangat penting sebagai saluran mobilitas sosial vertikal. Misalnya, perusahaan assembling mobil, perusahaan ekspor-impor. Orang kaya selalu menduduki lapisan tinggi dalam ukuran masyarakat. Gejala ini juga dapat dilihat pada masyarakat tradisional. Dalam masyarakat tradisional sering melakukan upacara-upacara adat. Upacara-upacara adat pastilah memerlukan biaya yang tidak sedikit. Orang-orang yang mampu melaksanakan upacara tersebut adalah orangorang yang secara material mampu.
6. Organisasi-Organisasi Keahlian
Organisasi-organisasi keahlian merupakan suatu wadah yang dapat menampung individu-individu dengan masingmasing keahliannya untuk diperkenalkan dalam masyarakat.
Contoh organisasi keahlian adalah himpunan sarjana ilmu pengetahuan, persatuan sastrawan, dan organisasi pelukis. Contoh saluran mobilitas yang lain adalah perkawinan.
Horton dan Hunt (1987) mencatat ada dua faktor yang memengaruhi tingkat mobilitas pada masyarakat modern, yaitu faktor struktural dan faktor individu.
a. Faktor Struktural
Faktor struktural adalah jumlah relatif dari kedudukan tinggi yang bisa dan harus diisi serta kemudahan untuk memperolehnya. Contoh faktor struktural adalah ketidakseimbangan lapangan pekerjaan dengan jumlah pelamar.


b. Faktor Individu
Faktor individu adalah kualitas tiap-tiap orang ditinjau dari tingkat pendidikan, penampilan, dan keterampilan pribadi. Faktor nasib juga dikategorikan sebagai faktor individu. Kedua faktor di atas bersifat saling melengkapi. Misalnya, suatu daerah membuka banyak lowongan pekerjaan, tetapi penduduknya tidak memenuhi kualifikasi yang dibutuhkan. Di sisi lain, dengan struktur sosial yang kaku masih saja ada orang yang bisa menyesuaikan diri.
Menurut Horton dan Hunt, terkadang banyak orang yang benar-benar bekerja keras dan memenuhi persyaratan mengalami kegagalan. Sebaliknya, keberhasilan kadangkala justru “jatuh” ke pangkuan orang lain.

C. Proses Terjadinya Mobilitas
Proses terjadinya mobilitas sosial disebabkan adanya perubahan sosial. Faktor-faktor yang memengaruhi perubahan sosial adalah tingkat reproduksi, perbedaan tingkat migrasi, perubahan teknologi, perubahan kemampuan, dan perubahan sikap.
1. Tingkat Reproduksi
Hal yang mendorong tumbuhnya mobilitas karena adanya suatu lapisan yang tidak dapat memproduksi sesuai kebutuhannya. Contohnya, tenaga ahli dalam suatu daerah terbatas sehingga tidak dapat menangani semua pekerjaan. Akibatnya, orang-orang yang tidak ahli akan berpindah pekerjaan ke lapisan pekerja ahli tersebut.
2. Perbedaan Tingkat Migrasi
Seirama dengan perkembangan sosial serta ekonomi masyarakat, kondisi politik, keamanan, dan mobilitas penduduk di Indonesia semakin rumit (kompleks). Ragamnya meliputi mobilitas internasional, desa-desa termasuk mobilitas musiman, antarwilayah (antarprovinsi) termasuk transmigrasi, dan akhir-akhir ini pengungsi, seiring dengan bergejolaknya situasi politik dan terganggunya kondisi keamanan pada berbagai tempat di tanah air.
Mobilitas adalah suatu hal yang wajar sebagai reaksi pada perkembangan sosial, ekonomi, politik, dan keamanan, serta tidak mungkin dicegah. Yang perlu dicermati adalah dampaknya baik yang positif maupun negatif, baik bagi daerah yang ditinggalkan maupun didatangi, dan untuk para migrant sendiri, keluarganya, serta keseimbangan dalam pola dan laju gerak masyarakat.


a.   Mobilitas Internasional
TKI mencari pekerjaan ke luar negeri untuk meningkatkan taraf hidup Mobilitas penduduk dari Indonesia ke luar negeri sebenarnya sudah berlangsung berabad-abad lamanya, namun mulai mencuat sejak pertengahan dasawarsa 1970-an. Karena besarannya yang semakin meningkat, baik yang resmi maupun tidak resmi (ilegal), termasuk migran wanita. Negara-negara tujuan utama pada dewasa ini adalah Malaysia dan Timur Tengah seiring dengan terbukanya kesempatan lapangan kerja di negara-negara tersebut. Perlu dicatat pula sekalipun dalam era globalisasi, pergerakan modal barang maupun informasi antarnegara lebih bebas, namun pergerakan manusia masih terhambat oleh aturan-aturan migrasi yang sangat ketat dan kaku di Negara-negara penerima.
b.       Mobilitas Internal
Data hasil sensus serta survei penduduk antarsensus (SUPAS) memperlihatkan bahwa mobilitas penduduk antarpropinsi dan mobilitas desa-kota memperlihatkan pola yang sangat sentris ke Pulau Jawa. Pada akhirnya akan menimbulkan masalah-masalah di perkotaan. Seperti: perumahan kumuh, lapangan kerja yang tidak mencukupi, serta semakin menurunnya tingkat pelayanan prasarana perkotaan. Pola ini mencerminkan suatu disparitas wilayah, yang merupakan perwujudan kebijaksanaan pembangunan dengan orientasi yang sarat pada pertumbuhan ekonomi, khususnya industry dan jasa yang kebanyakan berlokasi di kota-kota besar dan di Pulau Jawa. Dengan kondisi seperti itu aliran penduduk ke kota-kota besar tidak akan dapat dihambat, sekalipun dengan tindakan menjadikan ‘Kota Tertutup’ bagi para pendatang.

3. Perubahan Teknologi
Kemajuan transportasi di bidang perhubungan telah mengalami kemajuan yang pesat. Hal ini menunjukkan adanya perubahan teknologi. Dahulu transportasi menggunakan delman dan becak, kini telah berubah dengan taksi/angkutan. Begitu juga dulu seorang kusir kini berubah menjadi sopir. Di beberapa daerah juga terjadi alih pekerjaan. Masyarakat yang dulu bekerja sebagai penggarap sawah setelah dibangunnya pabrik-pabrik berubah sebagai buruh pabrik. Akan tetapi, dengan adanya sistem ekonomi masyarakat, kemajuan teknologi tidak berarti secara drastis meningkatkan status sosial seseorang dalam masyarakat.


4.  Perubahan Kemampuan
Pendidikan dan keterampilan akan memengaruhi perubahan kemampuan seseorang. Secara otomatis akan berpengaruh terhadap mobilitas sosial. Misalnya, seorang tukang ojek setelah mengikuti kursus stir mobil maka ia mampu menjadi sopir. Selain itu, seseorang yang mulanya hanya bisa berbahasa lokal setelah mengikuti kursus bahasa asing akan mampu menguasai bahasa yang dikehendaki. Dengan begitu ia akan bisa berkomunikasi menggunakan bahasa asing.
5.  Perubahan Sikap
Perubahan sikap dapat mendukung dan menghambat terjadinya mobilitas sosial. Contoh sikap yang mendukung mobilitas adalah keinginan untuk maju maupun menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Sementara itu, sikap yang menghambat mobilitas antara lain bersikap masa bodoh, tidak peduli dengan lingkungannya, dan pasrah dengan keadaan tanpa mau berusaha.

Analisislah pernyataan-pernyataan di bawah ini!
1. Mobilitas penduduk bersifat kompleks dan tidak berdiri sendiri, namun sangat terkait erat dengan berbagai aspek sosial-ekonomi, politik, dan budaya. Demikian pula mobilitas adalah sesuatu yang sangat wajar sebagai reaksi dari kesempatan-kesempatan sosialekonomi, namun juga bisa merupakan sesuatu yang dilakukan secara terpaksa contohnya mengungsi karena gangguan keamanan atau bencana alam.
2. Pak Anton seorang pengusaha kaya. Ia bersama isterinya mengelola bengkel mobil yang cukup terkenal di kotanya. Setelah mereka tua, anak mereka menjadi tumpuan untuk meneruskan usahanya. Setelah usahanya dipegang anaknya ternyata tidak menjadi maju justru mengalami kemunduran. Bagaimana agar usahanya masih terus berkembang sehingga menghasilkan hasil yang maksimal.

 Dalam proses mobilitas diperlukan usaha untuk berjalan lebih cepat sehingga tujuan dari mobilitas sosial cepat terwujud. Sebenarnya sarana yang paling tepat digunakan adalah di bidang pendidikan. Akan tetapi, masih ada bidangbidang yang lain yang berpengaruh terhadap proses mobilitas. Bidang-bidang tersebut, antara lain: bidang ekonomi, sosial, dan hukum.
a. Bidang Ekonomi
Bidang ekonomi dapat dilaksanakan dengan peningkatan sarana-sarana ekonomi, seperti pembangunan pasar, perhubungan, dan pembangunan gedung-gedung sekolah yang memadai. Selain itu, peningkatan mutu dan kualitas siswa maupun mutu dan kualitas sekolah juga dibutuhkan sehingga akan terjadi pemerataan. Peningkatan anggaran pendidikan juga akan memengaruhi kemajuan di bidang pendidikan yang secara tidak langsung berpengaruh pada bidang ekonomi.
b. Bidang Sosial
Bidang sosial dapat dilaksanakan dengan pengentasan kemiskinan dan melaksanakan program anak angkat/anak asuh. Perbaikan sarana sosial juga berpengaruh terhadap kemajuan bidang sosial.
c. Bidang Hukum
Bidang hukum dapat dilaksanakan dengan penanggulangan KKN. Dengan adanya undang-undang yang ada maka diharapkan KKN bisa hilang dari bumi Indonesia. Pemerintah Indonesia sedang menggalakkan pemberantasan korupsi.
Mobilitas membawa dampak positif maupun negatif. Mobilitas sosial juga memungkinkan seseorang menduduki jabatan yang sesuai dengan keinginannya. Akan tetapi, seseorang terkadang merasa tidak puas dan tidak bahagia karena impian yang diidamkan tidak semuanya tercapai dengan mudah. Menurut Horton dan Hunt, konsekuensi negatif dari mobilitas adalah kecemasan dari jabatan yang meningkat dan keretakan antaranggota kelompok. Akibat dari mobilitas sosial akan membawa dampak tumbuhnya konflik dan penyesuaian pasca konflik.
1. Timbulnya Konflik
Mobilitas sosial merupakan pola-pola tertentu yang mengatur organisasi suatu kelompok sosial. Kelompok sosial dalam suatu masyarakat memungkinkan terjadi konflik, seperti konflik antarkelas sosial, kelompok sosial, dan kemungkinan terjadinya penyesuaian. Konflik adalah suatu proses sosial yang terjadi karena orang perorangan atau kelompok manusia berusaha memenuhi tujuan hidup dengan jalan menentang pihak lawan disertai ancaman/kekerasan. Penyebab terjadinya pertentangan, antara lain perbedaan pendirian atau perasaan, kebudayaan, kepentingan, dan sosial.
a. Konflik Antarsosial
Perbedaan ciri-ciri fisik dan kebudayaan memicu terjadinya konflik antarsosial. Dalam konflik ini masing-masing saling menjatuhkan.
b. Konflik Kelompok Sosial
Konflik kelompok sosial tergantung pada struktur sosial yang menyangkut tujuan dan nilai-nilai kepentingan. Pertentangan akan bersifat positif jika kelompok sosial tersebut tidak berlawanan dalam pola-pola struktur sosialnya. Sebaliknya, akan bersifat negatif jika tidak ada toleransi antara kedua pihak. Konflik dalam kelompok sosial membantu menghidupkan norma sosial. Di samping itu, konflik dalam kelompok sosial juga dapat menjadi sarana mencapai keseimbangan dan kekuatan dalam masyarakat.
c. Konflik Antargenerasi
Contoh konflik antargenerasi, antara lain hubungan antara orang tua dengan anak yang tidak sama jenjang pendidikannya. Misalnya, anak yang mempunyai pendidikan lebih tinggi cenderung akan merasa benar jika berdiskusi dengan orang tuanya. Akibatnya, timbul pertentangan antara ayah dengan anak.
2. Penyesuaian Pasca Konflik
Konflik yang ditimbulkan karena mobilitas sosial mendorong masyarakat untuk menyesuaikan terhadap perubahan-perubahan yang ada. Penyesuaian terhadap perubahan akibat mobilitas sosial, antara lain sebagai berikut.
a. Perlakuan baru masyarakat terhadap kelas sosial dan kelompok sosial atau generasi tertentu.
b. Penerimaan individu atas kelompok warga akan kedudukannya yang baru.
c. Pergantian dominasi dalam suatu kelompok sosial atau masyarakat.



















BAHAN AJAR
SOSIOLOGI DAN ANTROPOLOGI






OLEH:
RIRIL MARDIANA F, S.Pd, M.M


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU KEPENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
2011

DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR .................................................................................... i
DAFTAR ISI  ................................................................................................. ii
SATUAN ACARA PERKULIAHAN .......................................................... iv
SILABUS  ....................................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN  ............................................................................. 1
A. Peta Konsep..................................................................................... 1
            B. Pengertian Sosiologi ....................................................................... 2
            C. Definisi Sosiologi dan Antropologi Menurut Beberapa Ahli ......... 2
            D. Ciri-ciri Sosiologi dan Antropologi................................................. 4
E. Perbedaan Sosiologi dan Antropologi  ........................................... 4
F. Tokoh-Tokoh Sosiologi  .................................................................. 4
BAB II  KONSEP DALAM SOSIOLOGI DAN ANTROPOLOGI............ 9
BAB III NILAI DAN NORMA DALAM MASYARAKAT ...................... 9
Peta Konsep ......................................................................................... 9
Nilai Sosial ........................................................................................... 10
Norma Sosial........................................................................................ 13
BAB IV PROSES SOSIAL DAN INTERAKSI SOSIAL............................ 13
A. Peta Konsep..................................................................................... 18
B.  Interaksi Sosial................................................................................. 19
C.  Keteraturan Sosial............................................................................ 30
D. Hubungan Interaksi Sosial dengan Status dan Peran Sosial............ 31
E.  Hubungan Tindakan Sosial dan Interaksi Sosial.............................. 34
F.   Perubahan / Dinamika Sosial............................................................ 34
BAB V KEPRIBADIAN ............................................................................... 42
A. Peta Konsep .................................................................................... 42
B.  Kepribadian ..................................................................................... 43
C.  Faktor-Faktor Pembentukan Kepribadian........................................ 45


BAB VI MASYARAKAT.............................................................................. 47
A Kehidupan Kolektif dan Definisi Masyarakat ................................ 47
B Berbagai Wujud Kolektif Manusia................................................... 48
C Unsur-Unsur Masyarakat.................................................................. 48
D Pranata Sosial................................................................................... 49
E Integrasi Sosial.................................................................................. 49
BAB VII KEBUDAYAAN............................................................................ 51
A Pengertian Kebudayaan ................................................................... 51
B Unsur-Unsur Kebudayaan................................................................ 52
C Wujud Kebudayaan dan Komponen Kebudayaan........................... 53
D Hubungan Antara Unsur-Unsur Kebudayaan.................................. 54
BAB VIII PERILAKU MENYIMPANG DAN SIKAP ANTI SOSIAL..... 58
A. Peta Konsep .................................................................................... 58
B. Perilaku Menyimpang...................................................................... 59
C. Pengendalian Sosial......................................................................... 67
D. Lembaga Pengendalian Sosial ........................................................ 73
BAB IX STRUKTUR SOSIAL DAN DIFERENSIASI SOSIAL................ 76
A. Pengertian Struktur Sosial............................................................... 76
B. Ciri-Ciri Struktur Sosial................................................................... 78
C. Kelompok Sosial.............................................................................. 79
D. Organisasi Sosial.............................................................................. 86
BAB X STRATIFIKASI SOSIAL................................................................. 88
A. Pengertian Stratifikasi Sosial........................................................... 88
B.Karakteristik Stratifikasi Sosial........................................................ 92
C.Sifat Stratifikasi Sosial..................................................................... 92
D.Fungsi Stratifikasi Sosial.................................................................. 104
BAB XI MOBILITAS SOSIAL..................................................................... 105
A.Pengertian Mobilitas Sosial.............................................................. 105
B.Saluran Mobilitas Sosial.................................................................... 107
C.Proses Terjadinya Mobilitas.............................................................. 109






KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur patut kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan petunjuk, kemudahan dan kelancaran dalam penulisan buku ajar Sosiologi dan Antropologi ini. Istilah sosiologi dan antropologi banyak diadopsi oleh para pihak dalam berbagai kehidupan, termasuk dalam dunia pendidikan. Disamping itu kebutuhan literatur yang komprehensif untuk memenuhi tuntutan mata kuliah sosiologi dan antropologi sangat mendesak untuk segera diadakan, khususnya di lingkungan Universitas Kanjuruhan Malang.
Banyak pihak yang telah memberikan kontribusi terhadap penulisan buku ajar ini, terutama motivasi dari Ketua Program Studi dan para Dosen di Lingkungan Program Studi Pendidikan Ekonomi, untuk itu penulis ucapkan banyak terima kasih. Tak lupa kami sampaikan juga rasa bangga dan terima kasih kepada lembaga Universitas Kanjuruhan Malang yang telah memotivasi, memfasilitasi serta mendukung penulis menyelesaikan buku ajar ini. Semoga semua ini menjadi catatan amalan ibadah bagi kita semua.
Penulis yakin bahwa penulisan buku ajar “Sosiologi dan Antropologi” ini masih jauh dari sempurna, untuk itu kritik dan saran dari pembaca sangat penulis harapkan untuk perbaikan pada edisi selanjutnya.

                                                                        Malang, 2 Maret 2011
                                                                                  Penulis


                                                                      Riril Mardiana F, S.Pd. M.M