BAB I
PENDAHULUAN
Kompetensi Dasar:
Memahami pengertian sosiologi dan antropologi, Memahami Definisi
sosiologi dan antropologi menurut beberapa ahli, Memahami Ciri-ciri sosiologi
dan antropologi dan Memahami Perbedaan sosiologi dan antropologi
A. Peta Konsep
B. Pengertian Sosiologi
Istilah Sosiologi menurut Auguste
Comte berasal dari bahasa Yunani (latin). Sosiologi berasal dari kata socius yang artinya teman atau sesama
dan logos berarti cerita. Jadi
menurut arti katanya sosiologi berarti cerita tentang teman atau kawan
(masyarakat). Sebagai ilmu, sosiologi merupakan sebuah pengetahuan
kemasyarakatan yang tersusun dari hasil pemikiran ilmiah dan dapat dikontrol
secara kritis oleh orang lain.
|
Gagasan Comte mendapat sambutan luas,
terbukti dengan munculnya sejumlah ilmuwan di bidang sosiologi. Mereka antara
lain, Pitirim A. Sorokin, Herbert Spencer, Karl Marx, Emile Durkheim, George
Simmel, dan Max Weber. Mereka semua berjasa dalam menyumbangkan beragam
pendekatan untuk mempelajari masyarakat yang sangat berguna bagi perkembangan
sosiologi.
C. Definisi Sosiologi dan
Antropologi Menurut Beberapa Ahli
Berikut ini beberapa definisi tentang
sosiologi.
a. Roucek dan Warren
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan
antarmanusia dalam kelompok-kelompok.
b. Pitirim A. Sorokin, sosiologi adalah ilmu yang
mempelajari:
1.
Hubungan dan pengaruh timbal
balik antara aneka macam gejala sosial (misalnya gejala ekonomi, gejala agama,
gejala keluarga, dan gejala moral).
2.
Hubungan dan pengaruh timbal balik
antara gejala sosial dengan gejala nonsosial (gejala geografis, biologis)
c. William F. Ogburn dan Mayer F. Nimkoff
Sosiologi adalah penelitian secara ilmiah terhadap
interaksi sosial dan hasilnya, yaitu organisasi sosial.
d. J. A. A. Von Dorn dan C. J. Lammers
Sosiologi adalah ilmu pengetahuan tentang
struktur-struktur dan proses-proses kemasyarakatan yang bersifat stabil.
e. Max Weber
Sosiologi adalah ilmu yang berupaya memahami
tindakantindakan sosial.
f. Selo
Soemardjan dan Soelaeman Soemardi
Sosiologi adalah ilmu kemasyarakatan yang mempelajari
struktur sosial dan proses-proses sosial termasuk perubahan sosial.
g. Hassan Shadily
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hidup bersama
dalam masyarakat, menyelidiki ikatan-ikatan antara manusia yang menguasai
kehidupan dengan mencoba mengerti sifat dan maksud hidup bersama, cara
terbentuknya hidup bersama serta perubahannya, perserikatan, kepercayaan, dan
keyakinan.
h. Paul B. Horton
Sosiologi adalah ilmu yang memusatkan kajian pada
kehidupan kelompok dan produk kehidupan kelompok tersebut.
i. Soerjono
Soekanto
Sosiologi adalah ilmu yang memusatkan perhatian pada
segi-segi kemasyarakatan yang bersifat umum dan berusaha untuk mendapatkan
pola-pola umum kehidupan masyarakat.
Dari beberapa uraian para ahli
tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa sosiologi adalah ilmu pengetahuan yang
mempelajari tata hubungan dalam masyarakat, serta berusaha mencari
pengertian-pengertian umum, rasional empiris, bersifat umum dan dapat dikontrol
secara kritis oleh orang lain yang
ingin mengetahuinya.
D. Ciri-Ciri Sosiologi dan
Antropologi
Sosiologi merupakan salah satu bidang
ilmu sosial yang mempelajari masyarakat. Sosiologi sebagai ilmu telah memenuhi
semua unsur ilmu pengetahuan. Menurut Harry M. Johnson, yang dikutip oleh Soerjono
Soekanto, sosiologi sebagai ilmu mempunyai ciri-ciri, sebagai berikut:
a. Empiris, yaitu didasarkan pada
observasi dan akal sehat yang hasilnya tidak bersifat spekulasi (menduga-duga).
b. Teoritis, yaitu selalu berusaha
menyusun abstraksi dari hasil observasi yang konkret di lapangan, dan abstraksi
tersebut merupakan kerangka dari unsur-unsur yang tersusun secara logis dan
bertujuan menjalankan hubungan sebab akibat sehingga menjadi teori.
c. Komulatif, yaitu disusun atas
dasar teori-teori yang sudah ada, kemudian diperbaiki, diperluas sehingga
memperkuat teori-teori yang lama.
d. Nonetis, yaitu pembahasan suatu
masalah tidak mempersoalkan baik atau buruk masalah tersebut, tetapi lebih
bertujuan untuk menjelaskan masalah tersebut secara mendalam.
E. Perbedaan Sosiologi dan
Antropologi
Objek kajian sosiologi adalah
masyarakat. Masyarakat selalu berkebudayaan. Masyarakat dan kebudayaan tidak
sama, tetapi berhubungan sangat erat. Masyarakat menjadi kajian pokok sosiologi
dan kebudayaan menjadi kajian pokok antropologi. Jika diibaratkan sosiologi
merupakan tanah untuk tumbuhnya kebudayaan. Kebudayaan selalu bercorak sesuai
dengan masyarakat. Masyarakat berhubungan dengan susunan serta proses hubungan
antara manusia dan golongan. Adapun kebudayaan berhubungan dengan isi/corak
dari hubungan antara manusia dan golongan. Oleh karena itu baik masyarakat atau
kebudayaan sangat penting bagi sosiologi dan antropologi. Hanya saja, penekanan
keduanya berbeda.
F. Tokoh-tokoh Sosiologi
1. Auguste Marie Francois Xavier Comte (Auguste Comte)
Auguste Comte merupakan salah satu tokoh pemikir andal
di bidang sosiologi. Bukunya Course de Philosophie Positive, menjadikan Comte
disebut sebagai Bapak Sosiologi atau peletak dasar sosiologi. Pemikiran Auguste
Comte yang dijadikan dasar pemikiran sosiologi antara lain berikut ini.
a. Membedakan sosiologi ke dalam statistika sosial dan
dinamika sosial.
b. Pengembangan tiga tahap pemikiran
manusia (tahap teologis, metafisis, dan positif) yang menjadi ciri perkembangan
pengetahuan manusia dan masyarakat.
c. Gejala sosial dapat dipelajari
secara ilmiah melalui metodemetode pengamatan, percobaan, perbandingan dan
sejarah.
d. Fakta kolektif historis dan
masyarakat terikat pada hukum-hukum tertentu dan tidak pada kehendak manusia.
2. Emile Durkheim
Durkheim merupakan salah satu tokoh sosiologi yang
dipengaruhi oleh tradisi pemikiran Prancis–Jerman. Durkheim termasuk salah satu
peletak dasar-dasar sosiologi modern. Menurut Durkheim yang harus dipelajari
sosiologi adalah fakta-fakta sosial mengenai cara bertindak, berpikir, dan
merasakan apa yang ada di luar individu dan memiliki daya paksa atas dirinya.
Contoh fakta sosial menurut Durkheim antara lain hukum,
moral, kepercayaan, adat istiadat, tata cara berpakaian dan kaidah ekonomi.
Fakta-fakta sosial tersebut dapat mengendalikan dan memaksa individu karena
individu yang melanggarnya akan diberi sanksi oleh masyarakat.
3. Karl Marx
Karl Marx lebih dikenal sebagai tokoh sejarah ekonomi
daripada seorang sosiolog. Sebagai seorang penulis sosiologi sumbangan Marx
terletak pada teori kelas. Marx berpendapat bahwa sejarah masyarakat manusia
merupakan sejarah perjuangan kelas. Menurut Marx, perkembangan pembagian kelas
dalam ekonomi kapitalisme menumbuhkan dua kelas yang berbeda, yaitu:
a. kaum borjuis (kaum kapitalis)
yaitu kelas yang terdiri dari orang-orang yang menguasai alat-alat produksi dan
modal;
b. kaum proletar adalah kelas yang
terdiri atas orang-orang yang tidak mempunyai alat produksi dan modal, sehingga
dieksploitasi oleh kaum kapitalis.
Menurut Marx, pada suatu saat kaum proletar menyadari
akan kepentingan bersama, sehingga mereka bersatu dan memberontak terhadap kaum
kapitalis. Mereka menang dan dapat mendirikan masyarakat tanpa kelas.
4. Max Weber
Max Weber mengatakan bahwa yang dipelajari oleh
sosiologi adalah tindakan sosial. Tindakan manusia disebut tindakan sosial
apabila mempunyai arti subjektif. Tindakan itu dihubungkan dengan tingkah laku
orang lain dan diorientasikan kepada kesudahannya, yang termasuk dalam tindakan
sosial bukanlah tindakan terhadap objek-objek bukan manusia, seperti tukang
kayu atau tindakan batiniah seperti bersemedi.
Dalam analisis yang dilakukan Weber terhadap masyarakat,
konflik menduduki tempat sentral. Konflik merupakan unsur dasar kehidupan
manusia dan tidak dapat dilenyapkan dari kehidupan manusia. Manusia dapat
mengubah sarana-sarana, objek, asas-asas atau pendukung-pendukungnya, tetapi
tidak dapat membuang konflik itu sendiri. Konflik terletak pada dasar integrasi
sosial maupun perubahan sosial. Hal ini terlihat nyata dalam politik
(perjuangan demi mencapai kekuasaan) dan dalam persaingan ekonomi.
5. Charles Horton Cooley
Charles Horton Cooley mengembangkan konsepsi mengenai
hubungan timbal balik dan hubungan yang tidak terpisahkan antara individu
dengan masyarakat. Pada waktu manusia berada di bawah dominasi kelompok utama
yaitu keluarga, kelompok sepermainan dan rukun tetangga, manusia akan saling
kenal antara warga-warganya serta kerja sama pribadi yang erat. Kerja sama yang
bersifat pribadi tadi adalah peleburan individu-individu dalam satu kelompok
sehingga tujuan individu juga menjadi tujuan kelompoknya.
BAB
II
KONSEP-KONSEP
DALAM SOSIOLOGI DAN ANTROPOLOGI
Kompetensi Dasar:
Memahami konsep tentang: Kebudayaan, Gagasan kolektif, Norma social,Interaksi
social, Sosialisasi, Perilaku menyimpang, Struktur social, Konflik social,
Mobilitas social, Kelompok social, Perubahan social, Lembaga social dan
Penelitian sosial
1.
Kebudayaan: Keseluruhan hasil
belajar berupa perilaku yang dapat diwariskan secara sosial, yang meliputi
gagasan-gagasan, nilai-nilai, kebiasaan-kebiasaan, dan benda-benda kebudayaan
milik kelompok atau masyarakat
2.
Nilai sosial : Gagasan kolektif
(bersama-sama) tentang apa yang dianggap baik, penting, diinginkan, dan
dianggap layak, sekaligus tentang yang tidak baik, tidak penting, tak
diinginkan, dan tidak layak dalam sebuah kebudayaan
3.
Norma Sosial: Ukuran ideal
perilaku manusia yang memberikan batas-batas bagi anggota masyarakat dalam
mencapai tujuan hidupnya.
4.
Interaksi sosial: Proses hubungan antara dua pihak yang
ditandai oleh adanya aksi (tindakan) yang dijawab dengan reaksi (tindakan
balasan)
5.
Sosialisasi: Proses dengan mana
seseorang memperoleh pengetahuan, ketrampilan-ketrampilan, dan sikap yang
diperlukannya agar dapat berfungsi sebagai orang dewasa dan sekaligus sebagai
pemeran aktif dalam satu kedudukan atau peranan tertentu di masyarakatnya.
6.
Perilaku menyimpang: Perilaku
seseorang/sekelompok orang yang dianggap melanggar standar perilaku atau
norma-norma yang berlaku dalam sebuah kelompok/masyarakat atau dianggap tidak
menyesuaikan diri dengan kehendak umum masyarakat atau kelompok
7.
Struktur sosial: Pola
hubungan-hubungan, kedudukan-kedudukan, dan jumlah orang yang memberikan
kerangka bagi organisasi manusia, baik dalam kelompok kecil maupun keseluruhan
masyarakat
8.
Konflik sosial: Proses sosial
ketika orang perorangan atau kelompok manusia berusaha untuk memenuhi apa yang
menjadi tujuannya dengan jalan menentang pihak lain yang disertai dengan
ancaman dan atau kekerasan
9.
Mobilitas sosial: Gerakan
berpindah orang-perorang dan kelompok-kelompok melalui ruang sosial dari satu
kelas sosial ke kelas sosial lainnya.
10.
Kelompok sosial: Dua atau lebih
orang yang memelihara pola-pola hubungan yang stabil/ tetap selama rentang
waktu tertentu
11.
Perubahan sosial: Perubahan
signifikan yang terjadi sepanjang waktu dalam hal bentuk-bentuk perilaku dan
budaya, termasuk nilai-nilai dan norma-norma
12.
Lembaga sosial: Suatu sistem
tata kelakuan dan hubunga yang berpusat pada aktivitas-aktivitas untuk memenuhi
kompleks-kompleks kebutuhan khusus dalam kehidupan masyarakat
13.
Penelitian sosial: Upaya untuk menemukan jawaban atas pertanyaan
yang berkenaan dengan fenomena sosial atau kemasyarakatan berdasarkan cara
kerja logika-empiris
BAB III
NILAI DAN NORMA DALAM
MASYARAKAT
Kompetensi Dasar:
Memahami Masyarakat dan kebudayaan, Nilai – nilai dalam Masyarakat,
dan Norma – norma dalam Masyarakat
A. Peta Konsep
B. Nilai Sosial
1. Pengertian Nilai Sosial
Nilai sosial dalam sosiologi bersifat
abstrak karena nilai tidak dapat dikenali dengan pancaindra. Nilai hanya dapat
ditangkap melalui benda atau tingkah laku yang mengandung nilai itu sendiri. Nilai
(value) mengacu pada pertimbangan terhadap suatu tindakan, benda, cara untuk
mengambil keputusan apakah sesuatu yang bernilai itu benar (mempunyai nilai
kebenaran), indah (nilai keindahan/estetik), dan religius (nilai
ketuhanan).Pengertian nilai sosial adalah penghargaan yang diberikan masyarakat
terhadap sesuatu yang dianggap baik, luhur, pantas dan mempunyai daya guna
fungsional bagi masyarakat.
Berikut ini pendapat beberapa ahli
sosiologi tentang nilai sosial.
a. Prof. Dr. Notonegoro, membagi nilai menjadi tiga
macam sebagai berikut.
1) Nilai material
Nilai material adalah segala sesuatu yang berguna bagi
jasmani/unsur fisik manusia.
2) Nilai vital
Nilai vital adalah segala sesuatu yang berguna bagi
manusia untuk melakukan suatu kegiatan dan aktivitas.
3) Nilai kerohanian
Nilai kerohanian adalah segala sesuatu yang berguna bagi
batin (rohani) manusia.
Nilai kerohanian manusia dibedakan menjadi empat macam,
yaitu:
a) Nilai
kebenaran adalah nilai yang bersu-ber pada unsur akal manusia;
b) Nilai
keindahan adalah nilai yang bersumber pada perasaan manusia (nilai estetika);
c) Nilai moral (kebaikan) adalah
nilai yang bersumber pada unsur kehendak atau kemauan (karsa dan etika);
d) nilai religius adalah nilai ketuhanan yang tertinggi,
yang sifatnya mutlak dan abadi.
b. Robert M. Z. Lawang
Menurut M. Z. Lawang, nilai adalah gambaran mengenai apa
yang diinginkan, pantas, berharga dan memengaruhi perilaku sosial dari orang
yang memiliki nilai itu.
c. Woods
Menurut Woods, nilai sosial merupakan petunjuk umum yang
telah berlangsung lama, yang mengarahkan tingkah laku dan kepuasan dalam
kehidupan sehari-hari.
d. C. Kluckhohn
Menurut Kluckhohn, semua nilai kebudayaan pada dasarnya
mencakup:
1) Nilai mengenai hakikat hidup manusia;
2) Nilai mengenai hakikat karya manusia;
3) Nilai mengenai hakikat kedudukan manusia dalam ruang
dan waktu;
4) Nilai mengenai hakikat hubungan manusia dengan alam;
5) Nilai mengenai hakikat hubungan manusia dengan
sesamanya.
e. Walter G. Everett
Menurut Walter G. Everett, nilai dibagi menjadi lima bagian sebagai
berikut.
1) Nilai-nilai ekonomi (economic
values) yaitu nilai-nilai yang berhubungan dengan sistem ekonomi. Hal ini berarti nilai-nilai
tersebut mengikuti harga pasar.
2) Nilai-nilai rekreasi (recreation
values) yaitu nilai-nilai permainan pada waktu senggang, sehingga memberikan
sumbangan untuk menyejahterakan
kehidupan maupun memberikan kesegaran
jasmani dan rohani.
3) Nilai-nilai perserikatan
(association values) yaitu nilai-nilai yang meliputi berbagai bentuk
perserikatan manusia dan persahabatan kehidupan keluarga, sampai dengan tingkat
internasional.
4) Nilai-nilai kejasmanian (body
values) yaitu nilai-nilai yang berhubungan dengan kondisi jasmani seseorang.
5) Nilai-nilai watak (character
values) nilai yang meliputi semua tantangan, kesalahan pribadi dan sosial
termasuk keadilan, kesediaan menolong, kesukaan pada kebenaran, dan kesediaan
mengontrol diri.
2. Ciri-Ciri Nilai Sosial
Nilai sosial
mempunyai ciri sebagai berikut.
a. Merupakan hasil interaksi sosial antarwarga
masyarakat.
b. Bukan bawaan sejak lahir melainkan penularan dari oranglain.
Contohnya: seorang anak bisa menerima nilai
menghargai waktu, karena orang tua mengajarkan
disiplin sejak kecil. Nilai ini bukan nilai bawaan lahir dari sang anak.
c. Terbentuk melalui proses belajar (sosialisasi).
Contohnya: nilai menghargai persahabatan
dipelajari anak dari sosialisasinya dengan teman-teman sekolah.
d. Merupakan bagian dari usaha
pemenuhan kebutuhan dan kepuasan sosial manusia.
e. Bervariasi antara kebudayaan yang
satu dengan kebudayaan yang lain.
Contohnya: di negara-negara Barat waktu itu sangat dihargai
sehingga keterlambatan sulit diterima (ditoleransi). Sebaliknya di Indonesia,
keterlambatan dalam jangka waktu
tertentu masih dapat dimaklumi.
f. Dapat memengaruhi pengembangan
diri seseorang baik positif maupun negatif.
g. Memiliki pengaruh yang berbeda antarwarga
masyarakat.
h. Cenderung berkaitan antara yang
satu dan yang lain sehingga membentuk pola dan sistem sosial.
i. Dapat memengaruhi kepribadian
individu sebagai anggota masyarakat. Contohnya: nilai yang mengutamakan
kepentingan pribadi akan melahirkan individu yang egois dan kurang peduli pada orang
lain. Adapun nilai yang mengutamakan kepentingan bersama akan membuat individu
lebih peka secara sosial.
3. Macam-Macam Nilai
Sosial
Nilai sosial
berdasarkan ciri sosialnya dapat dibedakan menjadi dua yaitu nilai dominan dan
nilai yang mendarah daging.
a.
Nilai dominan
Nilai dominan yaitu nilai yang dianggap lebih penting dibandingkan
nilai lainnya. Ukuran dominan atau tidaknya suatu nilai didasarkan pada hal-hal
berikut ini.
1) Banyaknya
orang yang menganut nilai tersebut
Contohnya: hampir semua orang/masyarakat menginginkan perubahan
ke arah perbaikan di segala bidang kehidupan, seperti bidang politik, hukum,
ekonomi dan sosial.
2) Lamanya nilai
itu digunakan
Contohnya: dari dulu sampai sekarang Kota Solo dan Yogyakarta selalu mengadakan tradisi sekaten untuk
memperingati kelahiran Nabi Muhammad saw. yang diadakan di alun-alun keraton
dan di sekitar Masjid Agung.
3) Tinggi
rendahnya usaha yang memberlakukan nilai tersebut
Contohnya: menunaikan ibadah haji merupakan salah satu
rukun Islam yang wajib dilaksanakan umat Islam yang mampu. Oleh karena itu,
umat Islam selalu berusaha sekuat tenaga untuk dapat melaksanakannya.
4) Prestise/kebanggaan
orang-orang yang menggunakan nilai dalam masyarakat.
Contohnya: memiliki mobil mewah dan keluaran terakhir
dapat memberikan kebanggaan/prestise tersendiri.
b. Nilai yang mendarah daging
Nilai yang mendarah daging yaitu nilai yang telah menjadi
kepribadian dan kebiasaan. Seseorang melakukannya seringkali tanpa proses
berfikir atau pertimbangan lagi. Biasanya nilai tersebut telah tersosialisasi
sejak seseorang masih kecil. Jika ia tidak melakukannya maka ia akan merasa
malu bahkan merasa sangat bersalah.
Contohnya: seorang guru melihat siswanya gagal dalam ujian
akhir akan merasa telah gagal mendidiknya.
4. Fungsi Nilai Sosial
Nilai bagi manusia berfungsi sebagai landasan, alasan, atau
motivasi dalam segala tingkah laku dan perbuatannya. Nilai mencerminkan
kualitas pilihan tindakan dan pandangan hidup seseorang atau masyarakat. Sebuah
interaksi sosial memerlukan pertimbangan nilai baik itu dalam mendapatkan hak
maupun dalam menjalankan kewajiban. Dengan demikian, nilai mengandung standar
normatif dalam perilaku individu maupun dalam masyarakat.
Adapun fungsi nilai sosial sebagai berikut.
a. Sebagai alat untuk menentukan
harga atau kelas sosial seseorang dalam struktur stratifikasi sosial. Misalnya kelompok
ekonomi kaya (upper class), kelompok
ekonomi menengah (middle class) dan
kelompok masyarakat kelas rendah (lower
class).
b. Mengarahkan masyarakat untuk
berfikir dan bertingkah laku sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam
masyarakat (berperilaku pantas).
c. Dapat memotivasi atau memberi
semangat pada manusia untuk mewujudkan dirinya dalam perilaku sesuai dengan yang
diharapkan oleh peran-perannya dalam mencapai tujuan.
d. Sebagai alat solidaritas atau
pendorong masyarakat untuk saling bekerja sama untuk mencapai sesuatu yang
tidak dapat dicapai sendiri.
e. Pengawas, pembatas, pendorong dan
penekan individu untuk selalu berbuat baik.
B. Norma Sosial
1. Pengertian Norma Sosial
Dalam kehidupan bermasyarakat selalu
terdapat aturan, kaidah atau norma yang berupa suatu keharusan, anjuran, ataupun
larangan. Kaidah atau norma yang ada di masyarakat merupakan perwujudan
nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat tersebut. Ada hubungan antara nilai dan norma. Jika
nilai merupakan sesuatu yang baik, diinginkan, dan dicita-citakan oleh
masyarakat maka norma merupakan aturan bertindak yang dibenarkan untuk
mewujudkan cita-cita tersebut.
Norma adalah patokan perilaku dalam
suatu kelompok masyarakat tertentu. Norma disebut pula peraturan sosial menyangkut
perilaku-perilaku yang pantas dilakukan dalam menjalani interaksi sosialnya. Keberadaan
norma di masyarakat bersifat memaksa individu atau suatu kelompok agar
bertindak sesuai dengan aturan sosial yang telah terbentuk sejak lama. Norma
tidak boleh dilanggar. Siapa pun yang melanggar norma, maka akan memperoleh
hukuman. Misalnya, bagi siswa yang terlambat tidak boleh masuk kelas, bagi
siswa yang menyontek pada waktu ulangan diberi nilai nol, dan seterusnya.
Norma merupakan hasil perbuatan manusia sebagai makhluk
sosial. Pada mulanya, aturan itu dibentuk secara tidak sengaja, makin lama norma-norma
itu disusun secara sadar. Norma dalam masyarakat berisi tata tertib, aturan,
petunjuk, standar perilaku yang pantas dan wajar.
Norma cara adalah norma atau aturan yang
daya ikatnya sangat lemah. Orang yang melanggar norma ini biasanya mendapatkan sanksi
ringan berupa celaan atau ejekan. Contohnya: makan sambil berbicara.
Adapun norma sosial yang berlaku dalam masyarakat antara
lain sebagai berikut.
a. Norma Kebiasaan (folkways)
Norma kebiasaan adalah perbuatan yang
diulang-ulang dalam bentuk yang sama. Kebiasaan merupakan bukti bahwa orang
menyukai perbuatan itu. Individu yang melanggar norma ini biasanya batinnya
tidak tenang dan tidak nyaman. Sanksi yang diberikan hanya berupa teguran.
Contohnya: kebiasaan berjabat tangan jika bertemu teman atau
saudara, menghormati orang yang lebih tua, makan dengan tangan kanan,
berpakaian bagus pada waktu pesta dan berjalan kaki di jalur sebelah kiri.
b. Norma Tata Kelakuan
Tata kelakuan adalah sekumpulan
perbuatan yang mencerminkan sifat-sifat hidup dari sekelompok manusia yang
dilakukan secara sadar. Tata kelakuan berfungsi untuk melaksanakan pengawasan,
baik langsung maupun tidak langsung oleh masyarakat terhadap anggotanya. Dengan
demikian, tata kelakuan adalah aturan yang mendasarkan pada ajaran agama (akhlak),
filsafat, atau kebudayaan. Daerah satu dengan daerah lainnya mempunyai norma
tata kelakuan yang berbeda. Tata kelakuan bersifat memaksa, bisa juga bersifat melarang.
Pelanggaran terhadap norma ini sanksinya berat, misalnya ada yang diusir dari
desanya, ada yang harus berhadapan dengan massa, ada yang diarak keliling kampung,
dan lain-lain. Contoh pelanggaran terhadap norma ini adalah berzina, membunuh,
dan mencuri.
Berdasarkan uraian di atas maka tata
kelakuan memiliki fungsi di dalam suatu masyarakat, sebagai berikut:
1) Memberikan batasan pada perilaku individu dalam masyarakat
tertentu.
2) Mendorong seseorang agar sanggup menyesuaikan tindakan-tindakannya
dengan tata kelakuan yang berlaku di dalam kelompoknya.
3) Membentuk solidaritas antara anggota-anggota
masyarakat dan sekaligus memberikan perlindungan terhadap kebutuhan dan kerja
sama antara anggota-anggota yang bergaul dalam masyarakat.
c. Norma Adat Istiadat (Custom)
Adat istiadat (custom) adalah
kumpulan tata kelakuan yang paling tinggi kedudukannya, karena bersifat kekal
dan terintegrasi sangat kuat dengan pola-pola perilaku masyarakat. Menurut
Koentjaraningrat, adat istiadat (custom) disebut kebudayaan abstrak atau sistem
nilai. Individu atau orang yang melanggar adat istiadat dapat memperoleh sanksi
yang berat baik langsung maupun tidak langsung, misalnya dikucilkan dari
masyarakat atau digunjingkan masyarakat.
2. Ciri-Ciri Norma Sosial
Norma sosial atau norma masyarakat memiliki ciri-ciri,
yaitu:
·
Umumnya tidak tertulis
·
Hasil dari kesepakatan
masyarakat;
·
Warga masyarakat sebagai
pendukung sangat menaatinya;
·
Apabila norma dilanggar maka
yang melanggar norma harus menghadapi sanksi;
·
Norma sosial kadang-kadang bisa
menyesuaikan perubahan sosial, sehingga norma sosial bisa mengalami perubahan.
3. Macam-Macam Norma
Sosial
Norma sosial di masyarakat dibedakan
menurut aspek-aspek tertentu, tetapi aspek-aspek itu saling memengaruhi satu sama
lain. Adapun macam-macam norma sosial tersebut, antara lain sebagai berikut.
a. Menurut resmi tidaknya norma
Menurut resmi tidaknya, norma dibedakan menjadi dua macam,
seperti berikut:
1) Norma resmi (formal)
Norma resmi adalah patokan atau aturan yang dirumuskan
dan diwajibkan dengan tegas oleh pihak yang berwenang kepada semua anggota
masyarakat. Norma resmi ini bersifat memaksa bagi semua masyarakat. Contohnya
seluruh hukum yang tertulis dan berlaku di Indonesia.
2) Norma
tidak resmi (nonformal) adalah patokan atau aturan yang dirumuskan secara tidak
jelas dan pelaksanaannya tidak diwajibkan bagi anggota masyarakat. Norma itu
tumbuh dari kebiasaan yang berlaku pada masyarakat. Norma tidak resmi sifatnya tidak
memaksa bagi masyarakat. Contohnya aturan makan, minum, dan berpakaian.
b. Menurut kekuatan sanksinya.
Menurut kekuatan sanksinya, norma dibedakan menjadi lima,
sebagai berikut.
1) Norma agama
Norma agama adalah peraturan sosial yang sifatnya mutlak
dan tidak dapat ditawar-tawar atau diubah karena berasal dari wahyu Tuhan.
Norma agama merupakan petunjuk hidup manusia dalam menjalani kehidupannya.
Norma agama berasal dari ajaran agama dan kepercayaan-kepercayaan lainnya
(religi). Pelanggaran terhadap norma ini adalah dikatakan berdosa. Contohnya
melaksanakan sembahyang, penyembahan kepada-Nya, tidak berbohong, tidak berjudi,
dan tidak mabuk-mabukan.
2) Norma hukum (laws)
Norma hukum adalah aturan sosial yang dibuat oleh lembaga-lembaga
tertentu misalnya pemerintah atau negara. Oleh karena dibuat negara, norma ini
dengan tegas dapat melarang dan memaksa orang untuk dapat berperilaku sesuai
dengan keinginan pembuat peraturan itu sendiri. Norma hukum diberlakukan agar
dalam masyarakat tercipta ketertiban, keamanan, ketenteraman, dan keadilan.
Norma hukum ada dua yaitu hukum tertulis (pidana dan perdata) dan hukum tidak
tertulis (hukum adat). Pelanggaran terhadap norma ini sanksinya berat berupa
sanksi denda sampai hukuman fisik (misal dipenjara, denda, hukuman mati).
Contohnya: wajib membayar pajak, bagi pengendara motor/mobil wajib memiliki
SIM, dilarang mengambil barang milik orang lain, dilarang membunuh.
3) Norma kesopanan
Norma kesopanan adalah sekumpulan peraturan sosial yang
mengarah pada hal-hal yang berkenaan dengan bagaimana seseorang harus
bertingkah laku yang wajar dalam kehidupan bermasyarakat. Pelanggaran terhadap norma
ini akan mendapatkan celaan, kritik, dan lain-lain, tergantung pada tingkat
pelanggaran. Contohnya: tidak membuang ludah sembarangan dan selalu mengucapkan
terima kasih jika diberi sesuatu.
4) Norma kesusilaan
Norma kesusilaan adalah peraturan sosial yang berasal dari
hati nurani. Norma ini menghasilkan akhlak, sehingga seseorang dapat membedakan
apa yang dianggap baik apa yang dianggap jelek. Norma kesusilaan bersandar pada
suatu nilai kebudayaan. Pelanggaran terhadap norma ini berakibat sanksi
pengucilan secara fisik (diusir) ataupun batin (dijauhi). Contohnya berpegangan
tangan, berpelukan di tempat umum antara lakilaki dengan perempuan, telanjang
di tempat umum.
5) Norma kelaziman
Norma kelaziman adalah tindakan manusia mengikuti kebiasaan
yang umumnya dilakukan tanpa harus pikir panjang karena kebiasaan itu dianggap
baik, patut, sopan, dan sesuai dengan tata krama. Contohnya cara berpakaian dan
cara makan.
6) Norma mode (fashion)
Norma mode (fashion) adalah cara dan gaya dalam melakukan
dan membuat sesuatu yang sifatnya berubah-ubah serta diikuti banyak orang. Mode
(fashion) biasanya dimulai dengan meniru terhadap sesuatu yang dianggap
terbaru. Ciri utama mode adalah bahwa orang yang mengikutinya bersifat massal
dan kalangan luas menggandrunginya. Dalam tingkah laku atau tindakan sosial ada
kecenderungan bahwa manusia dipengaruhi oleh mode yang diikutinya. Tindakan
yang cenderung mengikuti mode disebut modis. Contohnya: mode pakaian, mode rambut,
meniru kacamata, dan model motor.
4. Fungsi Norma Sosial
Norma sosial bagi manusia penting karena sebagai pedoman
bertingkah laku dalam hidup bermasyarakat. Norma sosial memiliki fungsi sebagai
berikut.:
a. Sebagai aturan atau pedoman tingkah laku dalam
masyarakat.
b. Sebagai alat untuk menertibkan dan menstabilkan
kehidupan sosial.
c. Sebagai sistem kontrol sosial dalam masyarakat.
Dengan adanya norma kita mengerti apa yang boleh kita lakukan
dan apa yang tidak boleh kita lakukan.
BAB
IV
PROSES
SOSIAL DAN INTERAKSI SOSIAL
Kompetensi Dasar:
Memahami Interaksi social, InteraksiSosial dan Pola Keteraturan dan
Interaksi Sosial serta Dinamika
Kehidupan Sosial
A. Peta Konsep
B. Interaksi Sosial
Manusia sebagai makhluk sosial selalu
berhubungan dengan orang lain. Dalam bergaul, berbicara, bersalaman, bahkan bertentangan
sekalipun kita memerlukan orang lain. Dalam bergaul dengan orang lain selalu
ada timbal balik atau melibatkan dua belah pihak.
Interaksi sosial merupakan ciri khas
kehidupan bermasyarakat/sosial. Artinya kehidupan bermasyarakat/sosial akan kelihatan
nyata dalam berbagai bentuk pergaulan seseorang dengan orang lain. Contoh:
keramaian di pasar, buruh pabrik berdemontrasi, dan pelajar belajar di kelas. Interaksi
sosial terjadi apabila satu individu melakukan tindakan sehingga menimbulkan
reaksi bagi individu-individu lain. Interaksi sosial tidak hanya berupa
tindakan yang berupa kerja sama tetapi juga dapat berupa persaingan dan
pertikaian.
Menurut Kimball Young dan Raymond W.
Mack, interaksi sosial adalah hubungan-hubungan sosial yang dinamis dan menyangkut
hubungan antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, maupun
kelompok dengan kelompok.
1. Syarat-Syarat Terjadinya Interaksi Sosial
Interaksi sosial dapat terjadi apabila memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut:
a.
Adanya kontak sosial (sosial contact)
Kontak berasal dari kata Con atau Cun yang
berarti bersama-sama, dan Tango yang artinya menyentuh. Jadi, secara harfiah
kontak berarti saling menyentuh. Dalam sosiologi kontak tidak hanya bersentuhan
fisik saja, kadang-kadang bias terjadi tanpa fisik, misalnya berbicara melalui telepon,
menulis surat, dan internet. Kontak hanya dapat berlangsung apabila kedua belah
pihak sadar akan kedudukan atau kondisi masing-masing. Untuk itu kontak memerlukan
kerja sama dengan orang lain. Di era globalisasi kontak dapat berlangsung
dengan mudah dan cepat, karena adanya kemajuan teknologi yang makin canggih.
Misalnya dengan adanya internet, HP, telepon, telegram, dan email.
Kontak sosial dapat dibedakan sebagai berikut:
1) Berdasarkan bentuk (wujud)
Berdasarkan bentuknya kontak dapat dibedakan menjadi
berikut ini.
a) Kontak antara individu dengan individu
Contoh: Kontak antara guru dengan guru, orang tua dengan
anaknya, siswa dengan siswa lain, penjual dengan pembeli.
b) Kontak antara individu dengan kelompok
Contoh: Guru dengan murid-muridnya di kelas, penceramah
dengan peserta seminar.
c) Kontak antara kelompok dengan kelompok
Contoh: Pertandingan sepak bola antara dua tim kesebelasan,
pertandingan bola voli antara dua tim bola voli.
2) Berdasarkan cara
Berdasarkan caranya kontak dibedakan menjadi dua, yaitu
berikut ini.
a) Kontak
langsung (primer)
Kontak langsung yaitu hubungan timbal balik yang terjadi
secara langsung, contoh: berbicara, berjabat tangan, tersenyum, dan bahasa
isyarat.
b) Kontak tidak langsung (sekunder)
Kontak tidak langsung (sekunder) yaitu hubungan timbal
balik yang yang memerlukan perantara (media). Perantara/media yang digunakan
dalam kontak sekunder bisa berupa benda misalnya, telepon, TV, radio, HP,
surat, dan telegram atau bisa juga menggunakan manusia, misalnya seorang pemuda
meminang seorang gadis melalui orang lain.
3) Berdasarkan sifatnya
Berdasarkan sifatnya kontak sosial ada dua macam, yaitu
berikut ini:
a) Kontak positif yaitu kontak
sosial yang mengarah kepada suatu kerja sama, misalnya kontak antara pedagang
dengan pembeli.
b) Kontak negatif yaitu kontak
sosial yang mengarah kepada suatu pertentangan, misalnya kontak senjata antara
dua negara yang sedang berperang.
b. Komunikasi
Komunikasi adalah suatu proses penyampaian pesan (ide
atau gagasan) dari satu pihak kepada pihak lain agar terjadi saling memengaruhi
di antara keduanya.
1) Komunikasi dibedakan menjadi dua, yaitu berikut ini.
a) Komunikasi lisan (verbal), yaitu komunikasi dengan
menggunakan kata-kata (verbal) yang dapat
dimengerti oleh kedua belah pihak.
Contoh: berbicara
langsung dan melalui telepon.
b) Komunikasi nonverbal (isyarat), yaitu
komunikasi dengan menggunakan gerak-gerik badan, bahasa isyarat, atau
menunjukkan sikap tertentu.
Contoh: menggelengkan kepala, mengangkat bahu, dan
melambaikan tangan.
2) Syarat-syarat komunikasi
Komunikasi dapat berlangsung apabila memenuhi
syarat sebagai berikut:
a) Ada pengirim (sender) yaitu pihak yang mengirimkan pesan
kepada pihak lain.
b) Penerima atau komunikasi (receiver)
yaitu pihak yang menerima pesan dari pihak lain.
c) Pesan (message) adalah isi atau
maksud yang akan disampaikan oleh setiap pihak kepada pihak lain.
d) Umpan balik (feed back) adalah
tanggapan dari penerima pesan atau isi pesan yang disampaikannya.
Suatu kontak bisa terjadi tanpa
komunikasi, jika terjadi kontak tanpa komunikasi maka tidak akan terjadi interaksi
sosial. Misalnya, orang Jawa bertemu dengan orang Batak, orang Jawa menyapa
dengan bahasa Jawa, padahal orang Batak tidak mengerti bahasa Jawa, maka
komunikasi tidak akan terjadi.
Komunikasi dapat berdampak positif
jika masing-masing dapat menafsirkan apa yang dimaksud. Komunikasi juga bisa
berdampak tidak baik apabila salah satu pihak tidak dapat menafsirkan maksud
pihak lain.
2. Ciri-Ciri Interaksi Sosial
Dari uraian tersebut di atas, dapat disampaikan bahwa interaksi
sosial memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Pelakunya lebih dari satu orang.
b. Ada komunikasi di antara pelaku melalui kontak
sosial.
c. Mempunyai maksud dan tujuan yang jelas,
terlepas dari sama atau tidaknya tujuan tersebut dengan yang diperkirakan pelaku.
d. Ada dimensi waktu (masa lampau,
maka kini, dan masa datang) yang akan menentukan sikap aksi yang sedang berlangsung.
3. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Interaksi Sosial
Interaksi sosial sebagai bentuk
hubungan manusia yang menimbulkan aksi dan reaksi dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor
dari luar individu. Menurut Soerjono Soekanto, faktor yang memengaruhi
interaksi sosial ada enam macam, sebagai berikut:
a. Imitasi
Imitasi adalah proses belajar dengan
cara meniru atau mengikuti perilaku orang lain. Imitasi dapat berakibat positif
bila yang ditiru merupakan individu-individu baik menurut pandangan umum.
Tetapi imitasi juga bisa bersifat negatif jika individu yang ditiru berlawanan
dengan pandangan umum.
Contoh: banyak anak SMA mengikuti mode
rambut artis dicat dan panjang bagi laki-laki.
b. Sugesti
Sugesti adalah pemberian pengaruh pandangan seseorang
kepada orang lain dengan cara tertentu, sehingga orang tersebut mengikuti
pandangan/ pengaruh tersebut tanpa berpikir panjang. Sugesti biasanya dilakukan
dari orang-orang yang berwibawa dan mempunyai pengaruh besar di lingkungan
sosialnya. Cepat atau lambat proses sugesti tergantung pada usia, kepribadian, kemampuan
intelektual, dan kemampuan fisik seseorang. Sugesti dapat berupa berbagai
bentuk sikap atau tindakan seperti perilaku, pendapat, saran, dan pertanyaan.
Reklame dan iklan yang dimuat di media cetak, atau media elektronik juga
merupakan salah satu bentuk sugesti yang bersifat massal.
Contoh: iklan sampo yang diperagakan oleh seorang yang
seolah-olah rambutnya rontok, setelah memakai sampo tersebut rambutnya menjadi kuat/tidak
rontok dan tebal.
c. Identifikasi
Identifikasi adalah kencenderungan atau keinginan dalam
diri seseorang untuk menjadi sama dengan individu lain yang ditiru. Orang lain
yang menjadi sasaran identifikasi disebut idola (dari kata idol yang berarti
sosok yang dipuja).
Identifikasi merupakan bentuk lanjut dari proses sugesti
dan proses imitasi yang telah kuat.
Contoh: seorang siswa yang mengagumi gurunya, sering mengidentifikasi
dirinya seperti guru yang dikaguminya.
d. Simpati
Simpati adalah perasaan tertarik yang timbul dalam diri
seseorang dan membuatnya merasa seolah-olah berada dalam keadaan orang lain. Perasaan
simpati dapat disampaikan kepada seseorang, sekelompok orang, atau lembaga
formal pada waktu khusus misalnya peringatan ulang tahun kemerdekaan RI , kenaikan
kelas, atau kenaikan jabatan. Agar simpati dapat berlangsung, diperlukan adanya
saling pengertian antara kedua belah pihak. Pihak yang satu terbuka mengungkapkan
pemikiran atau isi hatinya, sedangkan pihak yang lain mau menerimanya. Itulah
sebabnya simpati merupakan dasar-dasar persahabatan.
Contoh: perasaan simpati seorang perjaka terhadap gadis yang
akhirnya menimbulkan perasaan cinta kasih di antara keduanya.
e. Motivasi
Motivasi adalah dorongan, rangsangan, atau stimulus yang
diberikan seseorang kepada orang lain, sehingga orang yang diberi motivasi
menuruti atau melaksanakan apa yang dimotivasikan secara kritis, rasional, dan
penuh rasa tanggung jawab. Motivasi dapat diberikan dari seorang individu
kepada kelompok, kelompok kepada kelompok, individu kepada individu. Motivasi
dapat berupa sikap, perilaku, pendapat, saran, dan pertanyaan. Contoh:
penghargaan kepada siswa yang berprestasi merupakan motivasi bagi siswa untuk
belajar lebih giat.
f. Empati
Empati adalah proses kejiwaan seorang individu untuk larut
dalam perasaan orang lain baik suka maupun duka.
Contoh: kalau kita melihat orang lain mendapat musibah, kita
seolah-olah ikut menderita.
4.
Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial
Bentuk-bentuk interaksi sosial secara garis besar dapat kita
bedakan menjadi dua yaitu interaksi sosial yang bersifat assosiatif dan interaksi
sosial yang bersifat dissosiatif. Untuk lebih jelasnya akan kita uraikan satu
persatu.
a. Interaksi
sosial yang bersifat assosiatif
Interaksi sosial yang bersifat assosiatif dapat berbentuk
kerja sama, akomodasi, asimilasi, dan akulturasi.
1) Kerja sama (cooperation)
Kerja sama adalah suatu usaha bersama antara orang
perorangan atau kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Kerja sama dilakukan
sejak manusia mulai berinteraksi dengan sesamanya. Kebiasaan kerja sama dimulai
sejak kanak-kanak, mulai dari dalam kehidupan keluarga lalu meningkat kelompok
sosial yang lebih luas. Kerja sama akan berkembang apabila menghadapi situasi
tertentu antara lain:
a) Tantangan alam yang ganas
b) Pekerjaan yang membutuhkan tenaga missal
c) Upacara keagamaan yang sakral;
d) Musuh yang datang dari luar.
Kerja sama bisa bersifat konstruktif (membangun), bias juga
destruktif (merusak). Contoh kerja sama konstruktif yaitu guru dan siswa
memulihkan nama baik sekolah akibat dinodai sejumlah siswa yang melakukan tindakan
kriminalitas. Adapun contoh kerja sama yang bersifat destruktif adalah tawuran
antarpelajar. Selain itu kerja sama juga bisa bersifat agresif apabila suatu
kelompok mengalami kekecewaan yang berkepanjangan akibat rintangan-rintangan
dari luar kelompok. Bentuk-bentuk kerja sama meliputi antara lain:
a) Bargaining yaitu pelaksanaan
perjanjian mengenai pertukaran barang dan jasa antara dua organisasi atau lebih
b) Cooperation yaitu penerimaan
unsur-unsur baru dalam kepemimpinan dari suatu organisasi untuk menghindari
terjadinya kecurangan dalam stabilitas organisasi yang bersangkutan
c) Coalition yaitu gabungan antara
dua organisasi atau lebih yang mempunyai tujuan yang sama
d) Joint venture yaitu kerja sama
dalam usaha proyek-proyek tertentu.
Di pedesaan kerja sama merupakan tradisi turun-temurun, yang
disebut dengan istilah gotong royong. Misalnya untuk masyarakat Jawa gotong
royong disebut gugur gunung, di Sunda disebut sambat-sinambat, di Batak disebut
raron, di Manado disebut mapulus, dan di Bali disebut arud kelod ketog
semprong.
2) Akomodasi
Akomodasi adalah keseimbangan interaksi sosial dalam
kaitannya dengan norma dan nilai yang ada di masyarakat. Akomodasi sering
terjadi dalam situasi konflik sosial (pertentangan). Akomodasi merupakan suatu
cara untuk menyelesaikan pertentangan tanpa menghancurkan pihak lawan, sehingga
pihak lawan tidak kehilangan kepribadiannya.
•) Akomodasi dilakukan bertujuan untuk:
a) mengurangi pertentangan akibat perbedaan paham
b) mencegah meledaknya pertentangan untuk sementara
waktu
c) mewujudkan kerja sama antara kelompok-kelompok yang
hidup terpisah akibat psikologis serta kultural dan mengusahakan peleburan
kelompok-kelompok sosial yang terpisah.
•) Bentuk-bentuk akomodasi antara lain berikut ini.
a)
Koersi (coercion), yaitu bentuk
akomodasi yang terjadi karena adanya pelaksanaan dari pihak lain yang lebih
kuat.
Contoh: sistem pemerintahan komunis.
b) Kompromi (compromise), yaitu
bentuk akomodasi di mana pihak yang mengalami perselisihan mengurangi tuntutannya
agar tercapai suatu penyelesaian.
Contoh: gencatan senjata dua pihak yang berperang.
c) Arbitrasi (arbitration), yaitu
bentuk akomodasi yang melibatkan pihak ketiga dalam menyelesaikan suatu
konflik. Dalam hal itu pihak ketiga bersifat netral.
Contoh: penyelesaian antara dua negara yang sedang
perang oleh PBB sebagai pihak ketiga.
d) Toleransi yaitu sikap saling
menghargai dan menghormati pendirian masing-masing.
e) Mediasi yaitu bentuk akomodasi
yang hampir sama dengan arbitrasi, namun pihak ketiga tidak mempunyai wewenang
memutuskan masalah, hanya sebatas sebagai penasihat.
f) Konversi (conversion) yaitu
konflik apabila salah satu pihak bersedia mengalah dan mau menerima pendirian
pihak lain.
g) Konsiliasi yaitu penyelesaian
konflik dengan jalan mempertemukan pihak-pihak yang bertikai di meja perundingan.
h) Ajudikasi yaitu penyelesaian
konflik di meja pengadilan.
i) Stalemate yaitu bentuk akomodasi
di mana pihak yang berselisih mempunyai kekuatan seimbang. Keduanya sadar bahwa
tidak mungkin maju atau mundur, sehingga pertentangan antara keduanya akan
berhenti pada suatu titik.
j) Segregasi yaitu upaya untuk
saling menghindar di antara pihak-pihak yang bertikai untuk mengurangi ketegangan.
k) Ceasefire yaitu menunda
perselisihan dalam jangka waktu tertentu sambil mengupayakan terselenggaranya
penyelesaian konflik.
l) Dispasement yaitu mengakhiri
konflik dengan mengalihkan pada objek masing-masing.
3) Asimilasi
Asimilasi adalah proses sosial yang timbul apabila ada
kelompok masyarakat dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda, saling
bergaul secara interaktif dalam jangka waktu yang lama. Dengan demikian, lambat
laun tidak ada perbedaan antara individu dengan kelompok untuk mengurangi
perbedaan tersebut. Usaha-usaha asimilasi meliputi mempererat kesatuan
tindakan, sikap, perasaan dengan memerhatikan kepentingan dan tujuan bersama.
Hasil dari proses asimilasi antara lain lahir:
a) kelompok-kelompok manusia dengan berbeda kebudayaan;
b) individu-individu sebagai warga kelompok yang saling
mengenal;
c) kebudayaan baru dari kelompok yang saling
menyesuaikan diri.
Asimilasi akan terjadi jika memenuhi syarat sebagai berikut:
a) terdapat sejumlah kelompok yang memiliki
kebudayaan yang berbeda
b) terjadi pergaulan antara individu
atau kelompok secara intensif dalam ukuran waktu yang lama;
c) kebudayaan masing-masing kelompok
saling berubah dan menyesuaikan diri.
Faktor-faktor yang mendorong dan mempermudah proses
asimilasi adalah sebagai berikut:
a) toleransi, keterbukaan, saling menghargai, dan menerima
unsur-unsur kebudayaan;
b) kesempatan yang sama dalam bidang ekonomi
c) sikap menghargai orang asing dengan kebudayaannya;
d) sikap terbuka dari golongan yang berkuasa dalam
masyarakat
e) perkawinan campuran dari kelompok yang berbeda
kebudayaan (amalgasi);
f) persamaan dalam unsur-unsur kebudayaan universal.
Faktor-faktor yang menghambat terjadinya asimilasi antara
lain:
a) kelompok terisolasi atau terasing
b) kurangnya pengetahuan mengenai kebudayaan baru yang
dihadapi
c) prasangka negatif terhadap pengaruh budaya baru;
d) perasaan primordial bahwa
kebudayaan sendiri lebih baik dari pada kebudayaan lain;
e) perbedaan yang sangat mencolok
seperti ciri-ciri ras, teknologi, dan ekonomi;
f) golongan minoritas mengalami
gangguan oleh penguasaan;
g) perasaan grup yang kuat.
4) Akulturasi
Akulturasi adalah proses sosial yang timbul karena
penerimaan dan pengolahan unsur-unsur kebudayaan asing tanpa menghilangkan unsur-unsur
kebudayaan asli. Akulturasi merupakan perpaduan dua unsure kebudayaan dalam
kurun waktu yang lama. Dalam akulturasi unsur-unsur kebudayaan asing tersebut
melebur ke dalam kebudayaan asli, dengan tidak menghilangkan kepribadian kedua
unsur kebudayaan tersebut.
Contohnya perpaduan musik Melayu dengan musik Spanyol
menjadi/lahir musik keroncong.
Unsur-unsur yang mudah diterima dalam alkulturasi antara
lain:
a) kebudayaan material;
b) teknologi baru yang manfaatnya
cepat dirasakan dan mudah dioperasikan, misalnya kebudayaan pertanian
(alat-alat, pupuk, dan benih);
c) kebudayaan yang mudah disesuaikan
dengan kondisi setempat (kesenian, olahraga);
d) kebudayaan yang pengaruhnya kecil, misalnya model
pakaian.
Unsur-unsur kebudayaan yang sukar di terima antara lain:
a) kebudayaan yang mendasari pola pikir masyarakat, misalnya
unsur keagamaan;
b) kebudayaan yang mendasari proses sosialisasi yang sangat
meluas dalam kehidupan masyarakat, misalnya makanan pokok, sopan-santun, dan
mata pencaharian. Individu/orang yang mudah menerima budaya asing yaitu:
a) golongan muda yang belum memiliki identitas dan kepribadian
yang mantap
b) golongan masyarakat yang hidupnya belum memiliki status
yang penting
c) kelompok masyarakat yang hidupnya
tertekan, misalnya pengangguran dan penduduk terpencil.
b. Interaksi sosial yang bersifat
dissosiatif
Interaksi sosial yang bersifat dissosiatif mengarah kepada
bentuk pertentangan atau konflik yang berwujud persaingan, kontravensi,
pertikaian, dan permusuhan. Interaksi sosial bersifat dissosiatif disebut pula
proses oposisi. Konflik atau pertentangan adalah suatu proses yang terjadi
apabila individu atau kelompok berusaha mencapai tujuan dengan jalan menentang
pihak lawan dengan ancaman atau kekerasan.
Berikut ini akan kita bahas bentuk-bentuk interaksi sosial
yang bersifat dissosiatif, sebagai berikut.
1) Persaingan (competition)
Persaingan adalah proses sosial yang melibatkan individu
atau kelompok yang saling berlomba dan berbuat sesuatu untuk mencapai
kemenangan tertentu. Persaingan dapat terjadi apabila beberapa pihak menginginkan
sesuatu yang terbatas atau sesuatu yang menjadi pusat perhatian umum.
Misalnya, beberapa orang memperebutkan kedudukan/ jabatan
gubernur kepala daerah. Adapun nantinya yang menduduki jabatan gubernur hanya
satu orang. Persaingan yang dilakukan sesuai dengan norma dan tingkah laku
sosial yang berlaku di masyarakat, kecil kemungkinan menggunakan kekerasan atau
ancaman. Persaingan seperti ini disebut persaingan secara sehat atau sportif.
Adapun persaingan yang disertai dengan kekerasan,
ancaman atau keinginan untuk merugikan pihak lain dinamakan persaingan tidak
sehat. Hal ini bukan lagi termasuk persaingan tetapi sudah menjurus pada
permusuhan.
Misalnya persaingan di bidang ekonomi dan politik.
a) Hal-hal yang menyebabkan tumbuhnya persaingan, antara
lain:
·
perbedaan pendapat mengenai
sesuatu yang paling prinsip
·
perselisihan paham yang mengusik harga diri
seseorang;
·
persamaan kepentingan dalam hal
yang sama
·
perbedaan sistem nilai dan
norma dari kelompok masyarakat
·
perbedaan kepentingan politik.
b)
Persaingan dapat berakibat,
sebagai berikut:
1.
Tumbuhnya solidaritas
antaranggota kelompok atau kelompok
2.
Timbulnya perubahan sikap baik
positif maupun negative
3.
Kehilangan harta benda atau
jiwa manusia jika terjadi benturan fisik
4.
Terjadi negosiasi di antara
pihak-pihak yang bertikai di dalam keadaan status quo.
c) Fungsi
persaingan
Persaingan memiliki beberapa fungi antara lain:
1.
Dapat menyalurkan keinginan
individu atau kelompok yang sama-sama menuntut untuk dapat dipenuhi
tuntutannya, padahal tidak semua keinginan dapat dipenuhi secara serentak
2.
Dapat menyalurkan kepentingan
dan nilai-nilai dalam masyarakat, terutama nilai dan kepentingan yang dapat
menimbulkan persaingan
3.
Dapat menyeleksi individu yang
pantas memperoleh kedudukan serta peranan sesuai dengan kemampuannya.
2) Kontravensi
Kontravensi adalah proses sosial yang
berada di antara persaingan dan pertentangan. Kontravensi ditandai dengan sikap
ketidakpastian, keraguan, penolakan, dan penyangkalan yang tidak diungkapkan
secara terbuka. Penyebab kontravensi antara lain perbedaan pendirian kalangan
tertentu dengan kalangan lain di masyarakat.
Menurut Leopold Von Wiese dan Howard
Becker, bentuk kontravensi dibedakan menjadi lima bentuk sebagai berikut.
a) Kontravensi umum
Misalnya penolakan, keengganan, perlawanan, protes,
gangguan, kekerasan, dan mengancam.
b) Kontravesi sederhana
Misalnya menyangkal pernyataan orang lain di depan umum,
memaki-maki orang lain melalui selebaran, mencerca, dan memfitnah.
c) Kontravensi ultensif
Misalnya penghasutan, penyebaran desas-desus, dan
mengecewakan pihak lain.
d) Kontravensi rahasia berupa pengkhianatan, membuka rahasia
pihak lain.
e) Kontravensi taktis berupa intimidasi, mengganggu pihak
lain, dan provokasi.
3) Pertikaian
Pertikaian adalah proses sosial yang
terjadi apabila individu atau kelompok berusaha memenuhi kebutuhan atau
tujuannya dengan jalan menentang pihak lain
dengan cara ancaman atau kekerasan. Pertikaian merupakan
proses sosial sebagai kelanjutan dari kontravensi. Dalam pertikaian,
perselisihan bersifat terbuka. Pertikaian terjadi karena makin tajamnya perbedaan
antara kalangan yang berselisih paham. Kondisi tersebut mengakibatkan ancaman,
rasa benci yang mendorong tindakan untuk melukai, menghancurkan atau menyerang
pihak lain.
4) Permusuhan (konflik)
Permusuhan (konflik) adalah keadaan yang membuat salah
satu pihak merintangi atau menjadi penghalang bagi individu atau kelompok dalam
melakukan kegiatan-kegiatan tertentu. Permusuhan atau konflik diawali dengan
adanya perbedaan atau persaingan yang serius sehingga sulit didamaikan atau
ditemukan kesamaannya. Permusuhan atau konflik merupakan situasi yang wajar dapat
terjadi di lingkungan keluarga, sekolah, lingkungan tetangga, bahkan
antarnegara. Permusuhan atau konflik merupakan sikap yang tidak terpuji, karena
bertentangan dengan nilai-nilai dan norma yang berlaku dalam lingkungan
masyarakat. Permusuhan berbeda dengan persaingan.
Perbedaan keduanya dapat Anda perhatikan pada tabel
berikut:
Permusuhan
|
Persaingan
|
1.
Aktivitas yang dilakukan
mengakibatkan reaksi keras (benturan fisik).
2. Ada rencana atau niat mencelakakan
pihak lain.
3. Muncul karena kesalahpahaman
kedua
belah pihak.
4. Dilaksanakan dengan penuh
prasangka
sehingga merugikan orang lain.
|
1.
Aktivitas yang dilakukan
tidak menimbulkan reaksi yang berarti.
2.
Tidak berniat menjatuhkan
orang lain.
3.
Dapat digunakan sebagai
motivasi untuk
meraih prestasi dengan hasil yang
optimal.
4. Dilaksanakan dengan langkah-langkah
nyata untuk mencapai tujuan
|
a) Faktor-faktor penyebab terjadinya konflik, sebagai berikut.
·
Adanya perbedaan individu yang
meliputi perbedaan pendirian dan perasaan;
·
Berprasangka buruk kepada pihak
lain
·
Iindividu yang kurang bisa
mengendalikan emosi
·
Adanya perbedaan kepentingan
antara individu dan kelompok, misalnya di bidang politik, ekonomi, dan sosial
·
Persaingan yang sangat tajam
sehingga control sosial kurang berfungsi.
b) Macam-macam konflik (permusuhan)
·
Konflik individu.
Konflik yang terjadi antara individu satu dengan
individu yang lain, yang disebabkan karena adanya perbedaan kepentingan.
·
Konflik antara kelas sosial
Konflik yang terjadi antara kelas sosial yang satu
dengan yang kelas sosial yang lain.
Misalnya konflik antara pengusaha dengan buruh. Buruh
menuntut kenaikan upah dengan jam kerja sedikit, sedangkan pengusaha
sebaliknya.
·
Konflik rasial
Konflik yang terjadi antara ras yang satu dengan
yang lain. Hal ini terjadi karena perbedaan ciri-ciri fisik.
·
Konflik politik
Konflik yang terjadi antara
kelompok-kelompok yang memiliki kepentingan yang sama dalam bidang politik atau
hal-hal yang berhubungan dengan masalah kenegaraan.
·
Konflik internasional
Konflik yang terjadi antarbangsa-bangsa di dunia yang
disebabkan antara perbedaan kepentingan. Misalnya konflik antara Israel dengan
Libanon.
Konflik merupakan proses dissosiatif yang tajam. Namun,
konflik bisa membawa dampak
positif bagi masyarakat. Misalnya konflik antar masyarakat
yang menginginkan perubahan
dalam hidup bermasyarakat/bernegara.
C. Keteraturan Sosial
Keteraturan sosial adalah suatu
keadaan di mana hubungan-hubungan sosial yang berlangsung di antara anggota
masyarakat berlangsung selaras, serasi, dan harmonis sesuai dengan norma dan
nilai yang berlaku dalam masyarakat. Suasana masyarakat yang teratur
menunjukkan bahwa setiap orang melakukan tugas dan kewajibannya sesuai dengan
aturan yang berlaku. Keteraturan sosial akan mewujudkan suasana permukiman yang
penduduknya aman, tenteram, rukun, saling menghargai, saling menghormati dan
bergotong royong.
Unsur-unsur keteraturan sosial, antara lain berikut ini.
1. Tertib sosial, bila terjadi
keselaran antara tindakan anggota masyarakat dengan nilai dan norma yang
berlaku di dalam masyarakat tersebut.
2. Order adalah suatu sistem norma dan nilai yang diakui
dan dipatuhi oleh masyarakat.
3. Keajegan adalah suatu keadaan
yang memperlihatkan kondisi keteraturan sosial yang tetap dan berlangsung
secara terus-menerus.
4. Pola adalah bentuk umum suatu interaksi sosial.
D. Hubungan Interaksi Sosial dengan Status dan Peran Sosial
1. Status Sosial
Status sosial adalah kedudukan
seseorang dalam masyarakat. Status sosial berhubungan erat dengan hak dan kewajiban.
Status sosial memberi bentuk dan pola pada interaksi sosial. Dengan demikian
berarti interaksi sosial berhubungan erat dengan status sosial. Pada dasarnya
status sosial merupakan kumpulan hakhak dan kewajiban-kewajiban seseorang dalam
masyarakat. Setiap individu dalam masyarakat mempunyai berbagai status sosial.
Status sosial yang ada dalam masyarakat dibedakan menjadi enam. Keenam status
itu dapat diuraikan sebagai berikut.
a.
Status yang digariskan
(ascribed status), adalah status yang diperoleh secara alami atau otomatis, yang
dibawa sejak manusia dilahirkan.
Contohnya: anak seorang bangsawan sejak
lahir mendapat gelar bangsawan, jenis kelamin, dan kasta pada masyarakat Hindu.
b.
Status yang diusahakan
(achieved status), adalah status yang diperoleh dengan melalui usaha atau
perjuangan sendiri dengan disengaja. Semua individu berpeluang menduduki status
ini asal memenuhi syarat-syarat tertentu.
Contohnya: gelar kesarjanaan.
c.
Status yang diberikan (assigned
status) adalah status yang diberikan kepada seseorang yang telah berjasa
memperjuangkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat.
Contohnya: gelar pahlawan dan penerima
kalpataru.
d.
Status symbol
Status simbol dapat dikenali dari kebiasaan
hidup seharihari, seperti cara berpakaian, tempat tinggal, dan bentuk rumah. Misalnya
seseorang yang tinggal di pinggiran kota atau di desa, ke mana-mana bersepeda,
dan berpakaian sederhana, menunjukkan bahwa orang tersebut hidupnya sederhana. Sebaliknya
seseorang yang tinggal di kompleks perumahan mewah, berkendaraan mobil keluaran
terbaru, berpakaian mewah, menunjukkan bahwa orang tersebut hidupnya mewah.
e. Status aktif,
adalah status yang pada saat tertentu aktif, pada lain waktu status tersebut
tidak aktif. Hal tersebut dapat diketahui bahwa individu tersebut memiliki
banyak status. Misalnya seseorang yang menjadi guru, menjadi ketua organisasi
politik, menjadi ketua RT di kampung, dan menjadi wirausahawan. Pada saat-saat
tertentu, status dia sebagai ketua organisasi politik aktif (misalnya memimpin rapat
organisasi), statusnya sebagai wirausahawan akan aktif sesudah dia mengajar,
demikian pula sebagai ketua RT pada saat-saat tertentu akan aktif (misalnya
memimpin rapat RT).
f. Status laten,
adalah status yang diam pada saat status aktifnbekerja. Misalnya seseorang
pengacara yang merangkap jadi dosen. Pada saat ia menjadi dosen, maka status pengacaranya
tidak aktif. Sebaliknya saat berstatus sebagai pengacara, maka status dosennya
tidak aktif.
Dalam
kehidupan masyarakat sering timbul pertentangan yang dialami seseorang
sehubungan dengan status yang dimilikinya. Konflik status yang timbul dalam
masyarakat, antara lain berikut ini.
a.
Konflik status individual,
yaitu konflik yang terdapat dalam diri pribadi seseorang (batin sendiri).
Contoh: seorang siswa SMA harus
memilih antara keinginan bekerja atau mengikuti keinginan ibunya untuk kuliah.
b.
Konflik status antarkelompok,
yaitu konflik yang terjadi karena satu kelompok merugikan kelompok lain.
Contoh: peraturan yang dikeluarkan
Pemda bertentangan dengan peraturan yang ada di pusat.
c.
Konflik status antarindividu,
yaitu konflik status yang terjadi antara individu yang satu dengan individu
yang lain.
Contoh: seorang polisi harus
menangkap pencuri, padahal pencuri tersebut anaknya sendiri.
2. Peran Sosial (Role)
Peran sosial adalah pelaksanaan hak dan kewajiban seseorang
sesuai dengan status sosialnya. Antara peran dan status sudah tidak dapat
dipisahkan lagi. Tidak ada peran tanpa status sosial atau sebaliknya. Peran
sosial bersifat dinamis sedangkan status sosial bersifat statis. Dalam
masyarakat, peran dianggap sangat penting karena peran mengatur perilaku
seseorang berdasarkan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Dengan demikian
pola peran sama dengan pola perilaku. Pola peran dalam masyarakat dapat dibedakan
menjadi tiga macam, berikut ini:
a. Peran ideal, yaitu peran yang
diharapkan masyarakat terhadap status-status tertentu. Misalnya peran ideal
seorang siswa adalah rajin belajar, sopan-santun, dan pandai.
b. Peran yang diinginkan yaitu peran
yang dianggap oleh diri sendiri.
Misalnya seorang ibu tidak ingin berperan sebagai kakak
bagi anak perempuannya yang menginjak remaja.
c. Peran yang dikerjakan yaitu peran
yang dilakukan individu sesuai dengan kenyataannya. Misalnya seorang bapak berperan
sebagai kepala keluarga.
Di dalam masyarakat banyak individu
yang memiliki lebih dari satu peran yang berbeda-beda. Kondisi ini dapat
berakibat dinamis bagi peran sosial, namun dapat pula menimbulkan konflik,
ketegangan, kegagalan, dan kesenjangan dalam berperan. Konflik peran sosial
timbul jika orang harus memilih peran dari dua status atau lebih yang
dimilikinya pada saat bersamaan. Contohnya seorang guru yang juga seorang ibu
rumah
tangga, pada saat putrinya sakit. Pada waktu yang
bersamaan ia harus memilih antara mengajar atau membawa putrinya ke dokter.
Pada saat ia memutuskan mengantar putrinya ke dokter, dalam dirinya terjadi
konflik karena pada saat yang sama tidak bisa menjalankan peran sebagai guru.
1.
Ketegangan
Ketegangan terjadi apabila seseorang mengalami kesulitan melakukan
peran karena adanya ketidaksesuaian antara kewajiban yang harus dijalankan
dengan tujuan peran itu sendiri. Contohnya seorang pimpinan perusahaan
menerapkan disiplin yang ketat kepada karyawannya yang sebagian besar adalah
keluarga dekatnya.
2.
Kegagalan peran
Kegagalan peran terjadi apabila seseorang tidak sanggup
menjalankan berbagai peran sekaligus
karena terdapat tuntutan-tuntutan yang saling bertentangan.
3.
Kesenjangan peran (role
distance)
Kesenjangan peran terjadi apabila seseorang harus menjalani
peran yang tidak menjadi prioritas hidupnya sehingga merasa tidak cocok
menjalankan peran tersebut.
E. Hubungan Tindakan
Sosial dengan Interaksi Sosial
Setelah mempelajari materi tindakan
sosial, kita tahu bahwa antara tindakan dan interaksi sosial mempunyai hubungan
yang sangat erat. Sebagai makhluk sosial, manusia senantiasa membutuhkan orang
lain. Munculnya sikap saling membutuhkan karena manusia hidup dalam sebuah
masyarakat. Dalam hidup bermasyarakat, manusia senantiasa melakukan
aktivitas-aktivitas atau tindakantindakan sosial. Misalnya melakukan kerja
bakti di kampung, membantu tetangga yang punya hajat, menolong tetangga yang ditimpa
musibah, dan sebagainya.
Dalam melakukan tindakan-tindakan
sosial, manusia tidak bias melepaskan peran dirinya sebagai makhluk individu
dan sosial. Hal itu disebabkan manusia selalu melakukan hubungan sosial atau disebut
interaksi sosial. Hubungan sosial dapat dilakukan antara
individu dengan individu, antara individu dengan
kelompok, dan antara kelompok dengan kelompok. Dalam hal ini, Soerjono Soekanto
menyebutkan bahwa interaksi sosial merupakan syarat utama terjadinya
aktivitasaktivitasatau tindakan-tindakan sosial.
F. Perubahan/Dinamika
Sosial
1. Pengertian Perubahan/Dinamika Sosial
Masyarakat merupakan kumpulan kelompok-kelompok yang
membentuk organisasi sosial dan bersifat kompleks. Dalam organisasi tersebut
ada norma-norma, nilai-nilai, dan pranata sosial. Di samping itu dalam
organisasi sosial terdapat peraturan-peraturan untuk bertingkah laku yang
kesemuanya berinteraksi dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam kehidupan
bermasyarakat di mana pun pasti akan mengalami dinamika sosial, baik di desa
maupun di kota. Dinamika sosial terjadi sebagai akibat adanya interaksi antar manusia
dan antar kelompok, sehingga antara mereka terjadi proses saling memengaruhi
yang menyebabkan terjadinya dinamika sosial.
Dinamika sosial yang terjadi pada masyarakat dapat berupa
perubahan-perubahan nilai-nilai sosial, norma-norma yang berlaku di masyarakat,
pola-pola perilaku individu dan organisasi, susunan lembaga kemasyarakatan,
lapisan-lapisan maupun kelas-kelas dalam masyarakat, kekuasaan, dan wewenang.
Dengan kata lain perubahan sosial meliputi perubahan organisasi sosial, status,
lembaga, dan struktur sosial masyarakat.
Beberapa ahli sosiologi mengemukakan pengertian perubahan
sosial sebagai berikut.
a. Menurut William F. Ogburn, bahwa
ruang lingkup perubahan sosial meliputi unsur-unsur kebudayaan baik yang material
maupun yang immaterial.
b. Menurut Kingsley Davis, perubahan
sosial adalah perubahan- perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat.
c. Menurut Selo Soemardjan,
perubahan sosial adalah segala perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di
dalam suatu masyarakat yang memengaruhi sistem sosialnya, termasuk di dalamnya
nilai-nilai sikap dan pola perilaku di antara kelompok-kelompok masyarakat.
Berdasarkan pendapat para ahli sosiologi tersebut dapat
ditarik kesimpulan bahwa perubahan sosial terjadi dalam masyarakat dalam kurun
waktu tertentu terhadap organisasi sosial yang meliputi nilai-nilai norma,
kebudayaan, dan sistem sosial, sehingga terbentuk keseimbangan hubungan sosial
masyarakat. Tidak selamanya perubahan/dinamika sosial menghasilkan kemajuan. Namun,
yang jelas perubahan sosial menyangkut perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan
yang memengaruhi sistem sosialnya, termasuk nilai, sikap, dan pola perilaku
antara kelompok-kelompok dalam masyarakat.
2. Teori-Teori Perubahan/Dinamika Sosial
Perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat merupakan
sesuatu yang wajar dan akan terus terjadi selama manusia saling berinteraksi
dan bersosialisasi. Perubahan sosial terjadi karena adanya perubahan unsure-unsur
dalam kehidupan masyarakat baik yang bersifat material maupun immaterial
sebagai cara untuk menjaga keseimbangan masyarakat dan menyesuaikan dengan
perkembangan zaman yang dinamis.
Beberapa sosiolog berpendapat bahwa penyebab terjadinya perubahan
sosial karena adanya kondisi-kondisi sosial primer seperti kondisi geografis,
ekonomis, teknologis, maupun biologis.
Beberapa teori yang menjelaskan penyebab terjadinya perubahan
sosial antara lain sebagai berikut.
a.
Teori evolusi (evolutionary
theory)
Tokoh yang
berpengaruh pada teori ini adalah Emile Durkheim dan Ferdinand Tonnies. Durkheim
berpendapat bahwa perubahan karena evolusi memengaruhi cara pengorganisasian masyarakat,
terutama yang berhubungan dengan kerja. Adapun Tonies memandang bahwa masyarakat
berubah dari masyarakat sederhana yang mempunyai hubungan erat dan kooperatif menjadi
tipe masyarakat besar yang memiliki hubungan terspesialisasi, terpecah-pecah,
terasing, dan mengalami lemahnya ikatan sosial. Hal itu terjadi dalam
masyarakat perkotaan. Teori ini hanya menjelaskan mengenai terjadinya perubahan
tanpa mampu menjelaskan mengapa masyarakat berubah.
b. Teori
konflik (conflict theory)
Tokoh dalam teori ini adalah Ralf
Dahrendorf. Ia berpendapat bahwa semua perubahan merupakan hasil dari konflik
kelas di masyarakat. Menurut pandangannya, prinsip dasar teori konflik sosial
dan perubahan sosial, selalu melekat dalam struktur masyarakat. Menurut teori
ini, konflik berasal dari pertentangan kelas masyarakat antara kelompok
tertindas dengan kelompok penguasa, sehingga akan mengarah pada perubahan
sosial. Teori ini berpedoman pada pemikiran Karl Marx yang menyebutkan bahwa konflik
kelas sosial merupakan sumber yang paling penting dan berpengaruh dalam semua
perubahan sosial.
c. Teori
fungsional (functional theory)
Teori fungsional berusaha melacak penyebab perubahan
sosial sampai ketidakpuasan masyarakat akan kondisi sosialnya yang secara
pribadi memengaruhi mereka. Teori ini berhasil menjelaskan perubahan sosial yang
tingkatnya moderat. Konsep kejutan budaya (cultural
lag) dari William F. Ogburn berusaha menjelaskan perubahan sosial dalam
kerangka fungsionalis ini, menurutnya meskipun unsur-unsur masyarakat saling berhubungan
satu sama lain, beberapa unsur lainnya tidak secepat itu, sehingga tertinggal
di belakang. Ketinggalan itu menyebabkan terjadinya kesenjangan sosial dan budaya
antara unsur-unsur yang berubah sangat cepat dan unsurunsur yang berubah sangat
lambat. Kesenjangan itu akan menyebabkan adanya kejutan dan budaya pada
masyarakat. Ogburn menyebutkan perubahan teknologi biasanya lebih cepat
daripada perubahan budaya nonmaterial seperti kepercayaan bahwa perubahan
teknologi seringkali menghasilkan kejutan budaya yang pada gilirannya akan memunculkan
pola-pola perilaku yang baru, meskipun terjadi konflik dengan nilai-nilai
tradisional.
d. Teori siklis (cyclical theory)
Teori ini mempunyai perspektif (sudut pandang) yang menarik
dalam melihat perubahan sosial. Teori ini beranggapan bahwa perubahan sosial
tidak dapat dikendalikan sepenuhnya oleh siapa pun, bahkan orang-orang ahli
sekalipun.
Dalam setiap masyarakat terdapat siklus yang harus
diikutinya. Menurut teori ini, kebangkitan dan kemunduran suatu peradaban
(budaya) tidak dapat dielakkan, dan tidak selamanya perubahan sosial membawa
dampak kebaikan. Oswald Spengler mengemukakan teorinya, bahwa setiap masyarakat
berkembang melalui empat tahapan perkembangan seperti pertumbuhan manusia,
yaitu masa kelahiran, kanak-kanak, remaja, dan dewasa. Selama zaman pencerahan
(renaissance) abad ke- 18, tidak dapat dielakkan lagi peradaban barat mulai mengalami
kemunduran menuju ke masa tua tidak ada yang dapat menghentikan proses ini.
Seperti pada peradaban Babilonia, Mesir, Yunani, dan Romawi yang terus
mengalami kemunduran yang hingga akhirnya runtuh.
Mengenai perubahan sosial, Arnold Y.
Toynbee mengemukakan teorinya yang terkenal dengan challenge and response atau
tantangan dan tanggapan. Dia mengamati bahwa suatu masyarakat yang mampu merespon
dan menyesuaikan diri dengan tantangantantangan yang ada, maka masyarakat itu
akan bertahan dan berkembang. Sebaliknya, jika tidak mampu merespon tantangan
yang ada, maka akan mengalami kemunduran dan akhirnya punah. Menurut Toynbee,
jika suatu tantangan sudah dapat diatasi akan muncul tantangan baru lainnya
yang harus dihadapi masyarakat dalam bentuk interaksi timbal balik dengan
lingkungannya.
3. Faktor-Faktor Penyebab Perubahan/Dinamika Sosial
Menurut Soekanto faktor-faktor penyebab perubahan/ dinamika
sosial dibagi menjadi dua golongan besar, sebagai berikut.
a. Faktor internal
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam masyarakat
sendiri, antara lain sebagai berikut:
1)
Bertambahnya atau berkurangnya
penduduk.
Pertumbuhan penduduk yang cepat dapat
menyebabkan perubahan dalam struktur masyarakat seperti munculnya kelas sosial
yang baru dan profesi yang baru. Selain itu pertambahan jumlah penduduk juga
mengakibatkan bertambahnya kebutuhan- kebutuhan seperti sandang, pangan, dan
papan. Padahal sumber-sumber pemenuhan kebutuhan tidak seimbang, sehingga akan timbul
masalah sosial seperti pengangguran, kemiskinan, kriminalitas, dan lain-lain.
Kondisi ini akan mengubah pola interaksi dan meningkatnya mobilitas sosial. Selain
itu, berkurangnya penduduk yang diakibatkan oleh migrasi dan urbanisasi akan
mengakibatkan kekosongan dalam pembagian kerja dan jumlah angkatan kerja,
sehingga akan memengaruhi lembaga-lembaga kemasyarakatan.
2) Adanya penemuan baru (discovery)
Penemuan baru dalam masyarakat di bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi mengakibatkan terjadinya perubahan sosial. Misalnya,
penemuan traktor untuk membajak sawah telah mengubah cara masyarakat membajak
sawah. Dulu masyarakat membajak sawah dengan bajak yang ditarik kerbau atau
sapi, sekarang orang membajak sawah dengan traktor yang dirasakan menghemat
waktu, biaya, dan tenaga. Penemuan baru yang menyebabkan perubahan dalam masyarakat
dibedakan menjadi dua yaitu discovery dan invention.
Discovery adalah penemuan unsur kebudayaan baru, baik
berupa alat maupun gagasan yang diciptakan oleh seorang individu atau kelompok.
Adapun invention adalah penemuan baru yang sudah diakui, diterima serta
diterapkan masyarakat.
3). Pertentangan (konflik) masyarakat.
Dalam interaksi sosial di masyarakat yang
heterogen dan dinamis, pertentangan-pertentangan (konflik) mungkin saja terjadi
baik antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, dan kelompok dengan
kelompok. Apalagi pada masyarakat yang berkembang dari masyarakat tradisional
ke masyarakat modern akan selalu terjadi pertentangan, misalnya golongan muda
yang ingin mengadopsi budaya asing, golongan tua yang tetap mempertahankan
tradisi lama. Konflik ini akan menimbulkan perubahan nilai-nilai, pola perilaku
dan interaksi yang baru di masyarakat tersebut.
4) Terjadinya
pemberontakan (revolusi)
Revolusi adalah perubahan yang sangat cepat
dan mendasar yang dilakukan oleh individu atau kelompok. Revolusi akan
berpengaruh besar pada struktur masyarakat dan lembaga-lembaga kemasyarakatan. Pengaruh
tersebut mulai dari lembaga negara sampai keluarga yaitu mengalami
perubahan-perubahan yang mendasar. Contohnya revolusi industri di Inggris, revolusi
Perancis, revolusi fisik tahun 1945 di Indonesia.
b. Faktor eksternal
Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar masyarakat,
antara lain berikut ini:
1)
Lingkungan alam fisik.
Salah satu faktor penyebab perubahan yang bersumber
dari lingkungan alam seperti terjadinya bencana alam banjir, longsor, gempa
bumi, kebakaran hutan, dan sebagainya. Di daerah yang terkena banjir
menyebabkan masyarakat yang berada di sekitar daerah tersebut terpaksa harus
mencari tempat tinggal baru, sehingga mereka harus menyesuaikan diri dengan
lingkungan barunya. Hal ini mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan pada
lembaga masyarakat.
2)
Peperangan
Peperangan antara negara satu dengan Negara yang
lain kadang bisa menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan baik pada lembaga
kemasyarakatan maupun struktur masyarakatnya. Biasanya negara yang menang
memaksakan nilai-nilai, cara-cara, dan lembaga yang dianutnya kepada negara
yang kalah. Contohnya rakyat Indonesia saat kalah melawan Belanda. Belanda
memaksakan penerapan sistem pemerintahan kolonial menggantikan sistem
pemerintahan kerajaan yang dianut sebagian besar daerah-daerah di Indonesia. Hal
itu berakibat terjadinya perubahan-perubahan pada struktur lembaga
kemasyarakatan.
3)
Pengaruh kebudayaan lain
Di era globalisasi ini tidak ada satupun
negara yang mampu menutup dirinya dari interaksi dengan bangsa lain. Interaksi
yang dilakukan antara dua Negara mempunyai kecenderungan untuk menimbulkan pengaruh
lain kadang juga bisa menerima pengaruh dari masyarakat lain. Dengan demikian
akan timbul suatu nilai-nilai sosial budaya yang baru sebagai akibat asimilasi
atau akulturasi kedua budaya. Dalam kaitannya dengan pengaruh kebudayaan
masyarakat lain, dikenal istilah-istilah sebagai berikut.
a)
Akulturasi (cultural contact)
Akulturasi adalah suatu kebudayaan tertentu
yang dihadapkan dengan unsur-unsur kebudayaan asing, yang lambat laun unsur
kebudayaan asing tersebut melebur/menyatu ke dalam kebudayaan sendiri (asli),
tetapi tidak menghilangkan ciri kebudayaan lama.
Hal-hal yang biasa terjadi dalam akulturasi
seperti berikut.
– Substansi, yaitu unsur
kebudayaan yang ada sebelumnya diganti, dan melibatkan perubahan struktural
yang kecil sekali.
– Sinkretisme, yaitu
unsur-unsur lama bercampur dengan yang baru dan membentuk sistem yang baru.
– Adisi, yaitu unsur-unsur baru ditambahkan kepada
unsur yang lama.
– Dekulturasi, yaitu hilangnya bagian
substansial sebuah kebudayaan.
– Orijinasi, yaitu tumbuhnya unsur-unsur baru untuk
memenuhi kebutuhan situasi yang berubah.
– Rejection (penolakan), yaitu perubahan yang sangat
cepat, sehingga sejumlah besar orang tidak dapat menerimanya, menyebabkan
penolakan, pemberontakan, dan gerakan pembangkitan.
b) Difusi
Difusi adalah penyebaran unsur-unsur kebudayaan dari
satu tempat ke tempat lain, dari orang ke orang lain, dan dari masyarakat ke
masyarakat lain. Manusia dapat menghimpun pengetahuan baru dari hasil
penemuan-penemuan. Difusi dapat dibedakan ke dalam jenis berikut.
– Difusi intra-masyarakat
Difusi intra-masyarakat dipengaruhi hal-hal berikut.
•) Pengakuan bahwa penemuan baru bermanfaat bagi
masyarakat.
•) Ada tidaknya unsur kebudayaan yang memengaruhi (untuk
diterima/ditolak).
•) Unsur yang berlawanan dengan unsure fungsi lama akan
ditolak.
•) Kedudukan penemu unsur baru ikut menentukan
penerimaan.
•) Ada tidaknya batasan dari pemerintah.
– Difusi antarmasyarakat
Difusi antarmasyarakat dipengaruhi hal-hal berikut.
•) Kontak antarmasyarakat tersebut.
•) Kemampuan mendemonstrasikan.
•) Kegunaan.
•) Menyaingi unsur lama atau mendukung.
•) Peran penemu dan penyebarannya.
•) Pemaksaan.
– Penetrasi
Penetrasi adalah masuknya unsur-unsur kebudayaan asing
secara paksa, sehingga kebudayaan lama kalah. Apabila kebudayaan baru seimbang
dengan kebudayaan lama, masing-masing kebudayaan hampir tidak mengalami
perubahan atau tidak saling memengaruhi. Hal yang demikian disebut hubungan
symbiotic.
– Invasi
Invasi adalah masuknya unsur-unsur kebudayaan asing ke
dalam kebudayaan setempat, dengan peperangan (penaklukan) bangsa asing terhadap
bangsa lain.
– Asimilasi
Asimilasi adalah proses penyesuaian (seseorang/ kelompok
orang asing) terhadap kebudayaan setempat. Dengan asimilasi kedua kelompok baik
asli maupun pendatang lebur dalam satu kesatuan kebudayaan.
– Hibridisasi
Hibridisasi adalah perubahan kebudayaan yang disebabkan
oleh perkawinan campuran antara orang asing dengan penduduk setempat.
– Milenarisme
Milenarisme adalah salah satu bentuk kebangkitan yang
berusaha mengangkat golongan masyarakat bawah yang tertindas dan telah lama
menderita dalam kedudukan sosial yang rendah.
– Adaptasi
Adaptasi adalah proses interaksi antara perubahan yang
ditimbulkan oleh organism pada lingkungannya dan perubahan yang ditimbulkan
oleh lingkungan pada organism (penyesuaian dua arah).
– Imitasi
Imitasi adalah proses peniruan kebudayaan lain tanpa
mengubah kebudayaan yang ditiru.
BAB V
KEPRIBADIAN
A. Peta Konsep
B. Kepribadian
Setiap individu dengan individu lain memiliki
kepribadian yang berbeda. Kepribadian tersebut dimiliki melalui sosialisasi
sejak seseorang dilahirkan. Dalam bahasa sehari-hari istilah kepribadian juga
berarti ciri-ciri watak seseorang individu yang konsisten yang memberikan
identitas bagi dirinya sebagai individu khusus. Ciri watak yang diperlihatkan
secara lahir, konsisten, dan konsekuen dalam tingkah lakunya membuat individu
tersebut memiliki identitas khususnya yang berbeda dengan individu lain.
Sosiolog yang mengemukakan pengertian kepribadian,
antara lain sebagai berikut.
1.
Cuber
Kepribadian adalah gabungan keseluruhan dari sifat-sifat yang tampak
dan dapat dilihat oleh seseorang.
2.
M.A.W. Browen
Kepribadian adalah corak tingkah laku sosial yang meliputi corak
kekuatan, dorongan, keinginan, opini, dan sikap-sikap seseorang.
3.
Theodore R. New Combe
Kepribadian adalah organisasi sikap-sikap (prespositions) yang
dimiliki seseorang sebagai latar belakang terhadap perilaku.
4.
Yinger
Kepribadian adalah keseluruhan perilaku dari seorang individu dengan
sistem kecenderungan tertentu yang berinteraksi dengan serangkaian situasi.
Dari berbagai pengertian tersebut dapat disimpulkan
bahwa kepribadian (personality) adalah ciri-ciri dan sifat khas yang mewakili
sikap atau tabiat seseorang yang mencakup pola-pola pemikiran dan perasaan,
konsep diri, perangai, mentalitas, yang umumnya sejalan dengan kebiasaan umum. Setiap
kelompok manusia memiliki nilai-nilai, norma-norma, dan adat istiadat. Kelompok
manusia secara sadar atau tidak berupaya memengaruhi anggota-anggotanya untuk
dapat menyesuaikan diri dengan kelompoknya. Setiap kelompok mewariskan
pengalaman khasnya, sehingga menimbulkan kepribadian khas anggota masyarakat
tersebut. Kepribadian berkaitan dengan peranan dan kedudukan seseorang dalam
berbagai kelompok, sehingga memengaruhi kesadaran dirinya. Kepribadian memberikan
identitas yang khas pada diri seseorang sebagai individu yang unik.
Adapun unsur-unsur kepribadian sebagai berikut.
1.
Pengetahuan
Pengetahuan mengisi akal pikiran manusia secara sadar. Pengetahuan
individu terisi dengan fantasi, pemahaman, dan konsep lahir dari pengamatan dan
pengalaman mengenai berbagai macam hal yang berbeda dengan lingkungan individu tersebut.
Semua itu terekam dalam otak dan sedikit diungkap individu melalui bentuk
perilaku.
2. Perasaan
Perasaan adalah suatu keadaan dalam kesadaran manusia
yang menghasilkan penilaian positif atau negative terhadap sesuatu yang
dipengaruhi oleh pengetahuan. Pengetahuan selalu bersifat subjektif karena
adanya unsur-unsur penilaian, yang bisa jadi berbeda dengan penilaian orang
lain. Perasaan selalu mengisi penuh kesadaran manusia dalam hidupnya.
2.
Dorongan Naluri
Dorongan naluri adalah merupakan kemampuan yakni kecenderungan pada
setiap manusia untuk menanggapi suatu rangsangan dengan pola yang teratur. Dorongan
hati (naluri) mencakup:
a. dorongan mempertahankan hidup;
b. dorongan seksual;
c. dorongan mencari makan;
d. dorongan bergaul;
e. dorongan meniru perilaku sesama;
f. dorongan berbakti;
g. dorongan akan keindahan bentuk, warna, suara, dan
gerak.
Menurut Sigmund Freud, kepribadian terdiri atas tiga
bagian, yaitu sebagai berikut.
1. Id, adalah bagian diri seseorang
yang bersifat tidak sadar, naluriah, impulsif (mudah terpengaruh oleh gerak
hati) dan tidak disosialisasikan.
2. Ego, merupakan perwakilan bagian dari diri
yang bersifat sadar dan rasional, ego sering disebut sebagai penjaga pintu kepribadian,
karena ia menjaga antara interaksi Id dengan Superego.
3. Superego, merupakan perwakilan bagian diri
yang telah menyerap nilai-nilai kultur dan berfungsi sebagai suara hati. Misalnya:
seorang yang kelaparan membayangkan akan makan semua makanan yang ia hadapi
(keinginan untuk makan disebut id), secara sadar ia berusaha mencari makan
(berusaha mencari makanan disebut ego), upaya pencarian makanan didasari oleh
nilai-nilai dan norma yang berlaku yakni makanan tersebut diperoleh secara
wajar, halal, dan sesuai norma yang berlaku (pertimbangan nilai dan norma
disebut super ego).
C. Faktor-Faktor
Pembentukan Kepribadian
Kepribadian seseorang terbentuk dari hasrat-hasrat
biologis dan bakat-bakat naluri yang sudah ada. Kepribadian baru akan berkembang
sepenuhnya melalui proses belajar terhadap lingkungan sosial. Perkembangan
kepribadian seseorang dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu sebagai berikut.
1. Faktor Keturunan (heredity)
Warisan Biologis Semua manusia yang normal dan sehat memiliki persamaan
biologis tertentu, seperti memiliki dua tangan, pancaindra, kelenjar seksual,
dan otak yang rumit. Persamaan biologis ini membantu menjelaskan beberapa
persamaan dalam kepribadian dan perilaku semua orang. Setiap orang memiliki
warisan biologis yang berbeda satu dengan lainnya. Faktor keturunan berperan
terhadap keramahtamahan, perilaku kompulsif (dipaksakan), dan kemudahan dalam
pergaulan sosial. Akan tetapi faktor keturunan tidak berpengaruh terhadap terbentuknya
kepemimpinan, pengendalian diri, dorongan hati, sikap, dan nilai. Faktor
keturunan yang berpengaruh terhadap pembentukan kepribadian yang terpenting
adalah perbedaan intelegensi dan kematangan biologis. Bakat memerlukan anjuran,
pelatihan, dan pengajaran untuk dapat dikembangkan dalam kehidupan sosial.
Misalnya seseorang yang memiliki bakat menyanyi belum tentu ia kelak menjadi
penyanyi jika tidak dilatih secara terus-menerus dan dikembangkan dalam
lingkungan kehidupan.
2. Faktor Lingkungan Alam (natural
environmental)
Keadaan lingkungan alam seperti perbedaan iklim,
topografi, dan sumber daya alam mengharuskan manusia mampu menyesuaikan diri.
Dengan adanya proses penyesuaian diri itulah maka akan muncul bentuk kebudayaan
yang dipengaruhi oleh alam. Misalnya olahraga ski muncul pada masyarakat yang
lingkungan alamnya mengalami musim salju. Kebudayaan masyarakat yang hidup di
pantai berbeda dengan masyarakat yang hidup di pegunungan atau hutan belantara.
Melalui proses penyesuaian diri manusia membentuk sikap dan tindakan yang berbeda
dengan manusia lainya.
3. Faktor Sosial (social
environment)
Di samping keadaan alam memengaruhi kebudayaan, kebudayaan
pun bisa memengaruhi alam. Perbedaan kebudayaan dalam setiap masyarakat dapat
memengaruhi kepribadian seseorang. Misalnya kebudayaan petani, kebudayaan kota,
dan kebudayaan industri tertentu memperlihatkan corak kepribadian yang
berbeda-beda. Di masyarakat kadang-kadang terdapat karakteristik kepribadian
umum, namun tidak berarti semua anggota termasuk di dalamnya. Kepribadian umum
merupakan serangkaian ciri kepribadian yang dimiliki oleh sebagian besar
anggota kelompok sosial yang bersangkutan.
4. Faktor Kelompok Manusia (group)
Kepribadian seseorang juga dipengaruhi oleh adanya
kelompok manusia lainnya. Hal itu dikarenakan kodrat manusia sebagai makhluk sosial
yang tidak mungkin dapat hidup sendiri. Kelompok manusia pertama yang memengaruhi
kepribadian anak adalah keluarga, tetangga, teman sepermainan, dan sekolah.
BAB VI
MASYARAKAT
A.Kehidupan Kolektif dan Definisi Masyarakat
Manusia adalah makhluk yang hidup secara kolektif,
berbagai kekurangan membuat manusia merasa butuh dengan orang lain. Dengan
kolektifitas ini, manusia dapat hidup secara bahu membahu, saling membantu sehingga
membuat manusia semakin kuat sehingga dapat bertahan dalam mempertahankan
kelangsungan hidup. Dalam kehidupan kolektif dapat kita lihat halnya dengan
serangga yang dapat kita pelajari, karena mereka selalu berusaha untuk mencapai
kolektifitas hidup sebagai makhluk.
Walaupun demikian ada satu perbedaan yang mendasar
anatara kehidupan kolektif binatang dengan kehidupan kolektif manusia yaitu,
bahwa sistem pembahagian kerja, aktifitas kerja sama, serta komunikasi dalam
kehidupan kolektif binatang bersifat naluri. Sedangkan sistem pembagian kerja,
aktifitas kerja sama serta berkomunikasi pada kehidupan kolektif manusia bukan
bersifat naluri. Karena manusia adalah makhluk yang memiliki akal yang dengan
akalnya tersebut manusia dapat membayangkan dirinya serta peristiwa-peristiwa
yang mungkin dapat terjadi pada dirinya, sehingga manusia dapat mengadakan
pilihan serta seleksi pilihan serta seleksi terhadap berbagai alternatif dalam
tingkah lakunya untuk mencapai efektifitas yang optimal dalam mempertahankan
hidupnya. Jika ditemukan suatu tingkah laku yang kolektif dalam menanggulangi
hidup, maka manusia cenderung untuk mengulanginya. Kemudian dengan komunikasi
terhadap individu lain terutama terhadap keturunannya, maka ini akan menjadi
suatu pola yang mantap. Hal inilah yang biasanya membentuk adat istiadat atau
suatu kebiasaan dalam lingkungan kolektif.
Pola-pola tindakan dan tingkah laku manusia adalah hasil
pembelajaran. Karena pembelajaran bersifat berubah begitu pula halnya yang
terjadi dengan tingkah laku dan tindakan manusia. Seperti halnya pola kehidupan
di Indonesia yang dahulunya hidup dari hasil pertanian dan tinggal di dalam
rumah yang besar dalam kelompok kerabatnya yang luas. Kini dalam beberapa
keturunan banyak diantara mereka yang tinggal di rumah-rumah gedung, apartemen
dan tiap harinya melakukan kesibukan yang berbeda-beda seperti pada
perusahaan-perusahaan, pabrik-pabrik sebagai direktur jenderal, menejer atau
dalam bidang keaktifan lainnya. Namun demikian perubahan-perubahan ini tidak
sama cepatnya pada satu kolektif manusia dan manusia lainnya di muka bumi. Ada
yang mengalami perubahan secara cepat dan ada pula yang lambat. Proses ini
mengakibatkan terjadinya aneka warna dalam kehidupan diberbagai tempat di muka
bumi.
B. Berbagai Wujud Kolektif
Manusia
Seluruh makhluk
menunjukakan aneka warna dan aneka warna ini menyebabkan timbulnya pola tingkah
laku manusia. Namun aneka warna tidak disebabkan karena ciri-ciri ras melainkan
kolektif di mana manusia bergaul dan berinteraksi.
Pada zaman sekarang
ini wujud kolektif itu adalah terdiri dari banyak manusia yang tersebar di muka
bumi sebagai kesatuan manusia yang erat yang di sebut negara-negara nasional.
Di dalam negara-negara nasional tersebut terdapat batas-batas wilayah yang
meliputi berbagai batasan yang membuat perbedaan seperti dalam hal bahasa, dan
adat istiadat serta kesatuan hidup. Seperti daerah-daerah di suatu negara
memiliki adat yang berbeda dan dapat pula digolongkan, seperti golongn petani,
buruh, pedagang, pegawai yang memliki pola tingkah laku yang berbeda pula.
Golongan itu disebut lapisan –lapisan sosial karena adanya penilaian tinggi
rendahnya mengenai tiap golongan tadi. Namun lapisan sosial di suatu daerah dapat saja tidak berlaku untuk
daerah lain seperti penggunaan kasta-kasta di daerah Bali tidak berlaku untuk
daerah Minangkabau, Aceh dan lainnya.
C . Unsur-Unsur Masyarakat
Istilah masyarakat berasal dari bahasa arab yaitu Syaraka yang berarti ikut serta, dan
berpartisipasi. Masyarakat merupakan sekumpulan manusia yang Saling bergaul atau saling berintegrasi yang
didukung oleh sarana dan prasarana yang akan memudahkan individu di dalamnya
untuk saling berintegrasi. Kesatuan di dalam masyarakat memiliki beberapa unsur
seperti kategori sosial, golongan sosial, komunitas kelompok dan perkumpulan.
Adanya sarana untuk berintegrasi menyebabkan warga dari
suatu kolektif akan saling berintegrasi. Namun tidak semua kesatuan menusia
yang bergaul atau berintegrasi itu disebut masyarakat karena masyarakat harus
mempunyai suatu ikatan lain yang khusus. Ikatan yang membuat suatu kesatuan
manusia mejadi suatu masyarakat adalah pola tingkah laku yang khas mengenai
faktor kehidupannya dalam batas kesatuan itu yang menjadi sebuah adat istiadat
dan bersifat kontiniu. Dengan demikian dapat dirumuskan bahwa masyarakat adalah
kesatuan hidup manusia yang berintegrasi menurut suatu sistem adat istiadat
tertentu yang bersifat kontiniu dan yang terikat oleh satu rasa identitas yang
sama.
- Komunitas adalah satu kesatuan hidup manusia yang menempeti suatu wilayah yang nyata dan berintegrasi menurut sistem adat istiadat dan terikat oleh rasa identititas komunitas.
- Kategori sosial adalah kesatuan manusia yang terwujud karena adanya suatu ciri yang objetif yang dapat dikenakan kepada manusia-manusia itu.
- Golongan sosial adalah kesatuan manusia yang terwujud karena suatu ciri yang dikenakan kepada masyarakat yang bersifat spesifik dari pihak luar
- Kelompok dan perkumpulan adalah adanya interaksi dari tiap anggota dengan adanya adat istiadat serta norma yang mengatur secara kontiniuitas dan rasa identitas yang mempersatukan semua anggota.
D. Pranata Sosial
Fungsi pranata
sosial:
- Pranata berfungsi untuk memenuhi untuk keperluan kehidupan kekerabatan (kinship atau domestic institutions)
- Berfungsi untuk memenuhi keperluan manusia untuk mata pencaharian hidup (economic institutions)
- Berfungsi memenuhi keperluan penerangan dan pendidikan manusia (educational institutions)
- Berfungsi memenuhi keperluan ilmiah manusia, menyelami alam semesta (scientific institutions)
- Berfungsi untuk memenuhi keperluan untuk penghayatan keindahan sebagai rekreasi (aestetic and recreational institutions)
- Berfungsi memenuhi keperluan manusia untuk berhubungan dengan Tuhan (religius institutions)
- Berfungsi untuk memenuhi keperluan manusia untuk mengatur dan mengelola keseimbangan kekuasaan (political institutions)
- Berfungsi memenuhi keperluan fisik dan kenyamanan manusia (somatic institutions)
Jumlah pranata dalam masyarakat selalu bertambah
terutama masyarakat yang sedang berkembang dan dalam masa transisi.
E. Integrasi Sosial
Dalam memeriksa
masyarakat, seorang peneliti merinci kehidupan masyarakat itu ke dalam
unsur-unsurnya yaitu pranata, kedudukan sosial dan peranan sosial. Namun
demikian penelitian mencapai pengertian mengenai prinsip-prinsip kaitan antar
berbagai unsur masyarakat itu. Seorang peneliti hendaknya mencapai pengertian
bagaimana misalnya dalam satu masyarakat tertentu, kedudukan pemimpin berkaitan
dengan kedudukan lain seperti bawahannya dengan sesamanya, dengan para
penyaingnya, dengan lingkungan sahabatnya, dengan pemimpin-pemimpin dari
masyarakat lain dan sebagainya. Di sana dapat diukur intensitas sifat, mutu dan
frekuensi dari pola-pola kaitan itu dan
kemudian semua hal itu dapat dikaitkan dengan tipe masyarakat yang
bersangkutan.
Ciri khas kehidupan
kolektif:
- Pembagian kerja yang tetap antara berbagai macam sub kesatuan atau golongan.
- Ketergantungan individu pada individu lain dalan kolektif
- Kerja sama antar individu
- Komunikasi antar indivu
- Diskriminasi yang diadakan antara individu-individu warga kolektif dan individu dari warganya.
BAB VII
KEBUDAYAAN
A. Pengertian Kebudayaan
Budaya atau kebudayaan (berasal
dari bahasa Sansekerta yaitu “buddhayah” yang
merupakan bentuk jamak dari “buddhi” (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal
yang berkaitan dengan budi dan akal. Dalam bahasa
Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu
mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau
bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai
"kultur" dalam bahasa Indonesia.
Pengertian
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat.
Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa
segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang
dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.
Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu
generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic.
Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung
keseluruhan pengertian, nilai, norma,
ilmu
pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius,
dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang
menjadi ciri khas suatu masyarakat.
Menurut Edward B. Taylor, kebudayaan merupakan
keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan,
kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang
didapat seseorang sebagai anggota masyarakat. Sedangkan menurut Selo
Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana
hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.
Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai
kebudayaan yaitu sistem pengetahuan yang meliputi sistem ide atau gagasan yang
terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari,
kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda
yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku
dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa,
peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang
kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan
bermasyarakat.
B. Unsur-unsur kebudayaan
Ada beberapa pendapat ahli yang mengemukakan mengenai komponen atau
unsur kebudayaan, antara lain sebagai berikut:
·
Melville J. Herskovits menyebutkan
kebudayaan memiliki 4 unsur pokok, yaitu:
o alat-alat teknologi
o sistem ekonomi
o keluarga
o kekuasaan politik
·
Bronislaw Malinowski mengatakan ada 4
unsur pokok yang meliputi:
o sistem norma yang memungkinkan kerja sama antara para
anggota masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan alam sekelilingnya
o organisasi ekonomi
o alat-alat dan lembaga-lembaga atau petugas-petugas untuk pendidikan
(keluarga adalah lembaga pendidikan utama)
o organisasi kekuatan (politik)
C. Wujud kebudayaan dan komponen kebudayaan
Wujud kebudayaan
Menurut J.J. Hoenigman, wujud kebudayaan dibedakan menjadi
tiga: gagasan, aktivitas, dan artefak.
- Gagasan (Wujud ideal)
Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan
ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma,
peraturan, dan sebagainya yang sifatnya abstrak; tidak dapat diraba atau disentuh. Wujud kebudayaan
ini terletak dalam kepala-kepala atau di alam pemikiran warga
masyarakat. Jika masyarakat tersebut menyatakan gagasan mereka itu
dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal itu berada dalam
karangan dan buku-buku hasil karya para penulis warga masyarakat tersebut.
- Aktivitas (tindakan)
Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola
dari manusia dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem
sosial. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang
saling berinteraksi,
mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusia
lainnya menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan.
Sifatnya konkret, terjadi dalam kehidupan sehari-hari, dan dapat
diamati dan didokumentasikan.
- Artefak (karya)
Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas, perbuatan, dan karya
semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat
diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Sifatnya paling konkret diantara ketiga
wujud kebudayaan.
Dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat, antara wujud
kebudayaan yang satu tidak bisa dipisahkan dari wujud kebudayaan yang lain.
Sebagai contoh: wujud kebudayaan ideal mengatur dan memberi arah kepada
tindakan (aktivitas) dan karya (artefak) manusia.
Komponen kebudayaan
Berdasarkan wujudnya tersebut, kebudayaan dapat digolongkan atas dua
komponen utama:
- Kebudayaan material
Kebudayaan material mengacu pada semua ciptaan
masyarakat yang nyata, konkret. Termasuk dalam kebudayaan material ini adalah
temuan-temuan yang dihasilkan dari suatu penggalian arkeologi: mangkuk tanah
liat, perhisalan, senjata, dan seterusnya. Kebudayaan material juga mencakup
barang-barang, seperti televisi, pesawat terbang, stadion olahraga, pakaian,
gedung pencakar langit, dan mesin cuci.
- Kebudayaan nonmaterial
Kebudayaan nonmaterial adalah ciptaan-ciptaan abstrak
yang diwariskan dari generasi ke generasi, misalnya berupa dongeng, cerita
rakyat, dan lagu atau tarian tradisional.
D. Hubungan antara unsur-unsur kebudayaan
Komponen-komponen atau unsur-unsur utama dari kebudayaan antara
lain:
Peralatan dan perlengkapan hidup (teknologi)
Teknologi
menyangkut cara-cara atau teknik memproduksi, memakai, serta memelihara segala
peralatan dan perlengkapan. Teknologi muncul dalam cara-cara manusia
mengorganisasikan masyarakat, dalam cara-cara mengekspresikan rasa keindahan,
atau dalam memproduksi hasil-hasil kesenian.
Masyarakat kecil yang berpindah-pindah atau masyarakat pedesaan yang
hidup dari pertanian
paling sedikit mengenal delapan macam teknologi tradisional (disebut juga
sistem peralatan dan unsur kebudayaan fisik), yaitu:
·
alat-alat produktif
·
senjata
·
wadah
·
alat-alat menyalakan api
·
makanan
·
pakaian
·
tempat berlindung dan perumahan
·
alat-alat transportasi
Sistem mata pencaharian hidup
Perhatian para ilmuwan pada sistem mata pencaharian ini terfokus
pada masalah-masalah mata pencaharian tradisional saja, di antaranya:
·
berburu
dan meramu
·
beternak
·
bercocok tanam di ladang
Sistem kekerabatan dan organisasi sosial
Sistem kekerabatan
Sistem kekerabatan merupakan bagian yang sangat penting dalam
struktur sosial. M. Fortes mengemukakan bahwa sistem kekerabatan suatu masyarakat
dapat dipergunakan untuk menggambarkan struktur sosial dari masyarakat yang
bersangkutan.
Kekerabatan adalah unit-unit sosial yang
terdiri dari beberapa keluarga yang memiliki hubungan darah atau hubungan
perkawinan. Anggota kekerabatan terdiri atas ayah, ibu, anak, menantu, cucu,
kakak, adik, paman, bibi, kakek, nenek dan seterusnya.
Dalam kajian sosiologi-antropologi, ada beberapa macam kelompok
kekerabatan dari yang jumlahnya relatif kecil hingga besar. Macam-macam
kelompok kekerabatan itu antara lain:
Susunan kekerabatan umum di masyarakat
Selain macam kelompok kekerabatan yang telah dijelaskan sebelumnya,
di masyarakat umum kita juga mengenal kelompok kekerabatan seperti keluarga inti,
keluarga luas, keluarga bilateral, dan keluarga unilateral.
Organisasi sosial
Sebagai makhluk yang selalu hidup bersama-sama, manusia membentuk organisasi sosial untuk mencapai tujuan-tujuan
tertentu yang tidak dapat mereka capai sendiri. Organisasi sosial adalah
perkumpulan sosial yang dibentuk oleh masyarakat, baik yang berbadan hukum
maupun yang tidak berbadan hukum, yang berfungsi sebagai sarana partisipasi masyarakat
dalam pembangunan bangsa dan negara.
Bahasa
Bahasa
adalah alat atau perwujudan budaya yang digunakan manusia untuk saling berkomunikasi
atau berhubungan, baik lewat tulisan, lisan, ataupun gerakan (bahasa isyarat),
dengan tujuan menyampaikan maksud hati atau kemauan kepada lawan bicaranya atau
orang lain. Melalui bahasa, manusia dapat menyesuaikan diri dengan adat
istiadat, tingkah laku, tata krama masyarakat, dan sekaligus mudah membaurkan
dirinya dengan segala bentuk masyarakat.
Fungsi bahasa secara umum adalah sebagai berikut:
·
alat berekspresi
·
alat komunikasi
Sedangkan fungsi bahasa secara khusus adalah untuk:
·
Mengadakan hubungan dalam
pergaulan sehari-hari (fungsi praktis).
·
Mewujudkan seni (fungsi artistik).
·
Mempelajari naskah-naskah kuno
(fungsi filosofis).
·
Untuk mengeksploitasi ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Kesenian
Karya
seni dari peradaban Mesir kuno.
Kesenian
mengacu pada nilai keindahan (estetika) yang berasal dari ekspresi hasrat manusia
akan keindahan yang dinikmati dengan mata ataupun telinga. Sebagai makhluk yang mempunyai cita rasa tinggi,
manusia menghasilkan berbagai corak kesenian mulai dari yang sederhana hingga
perwujudan kesenian yang kompleks.
BAB VIII
PERILAKU MENYIMPANG DAN
SIKAP ANTI SOSIAL
Kompetensi Dasar
Memahami perilaku menyimpang dan sikap anti social, Berbagai teori
tentang perilaku menyimpang dan Lembaga pengendalian sosial.
A. Peta Konsep
B. Perilaku menyimpang
1. Pengertian Penyimpangan
Sosial
Dalam kehidupan masyarakat, semua tindakan manusia dibatasi
oleh aturan (norma) untuk berbuat dan berperilaku sesuai dengan sesuatu yang
dianggap baik oleh masyarakat. Namun demikian di tengah kehidupan masyarakat
kadang-kadang masih kita jumpai tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan
aturan (norma) yang berlaku pada masyarakat, misalnya seorang siswa menyontek
pada saat ulangan, berbohong, mencuri, dan mengganggu siswa lain. Perilaku yang
tidak sesuai dengan aturan (norma) yang berlaku disebut penyimpangan sosial
(perilaku menyimpang).
Berikut ini beberapa definisi penyimpangan sosial dari para
ahli sosiologi.
a. Menurut James W. Van der Zaden
Penyimpangan sosial adalah perilaku yang oleh sejumlah
besar orang dianggap sebagai hal yang tercela dan di luar batas toleransi.
b. Menurut Robert M. Z. Lawang
Penyimpangan sosial adalah semua tindakan yang menyimpang
dari norma-norma yang berlaku dalam masyarakat dan menimbulkan usaha dari yang
berwenang dalam sistem itu untuk memperbaiki perilaku menyimpang tersebut.
c. Menurut Paul B. Horton
Penyimpangan sosial adalah setiap perilaku yang dinyatakan
sebagai pelanggaran terhadap norma-norma kelompok atau masyarakat. Penyimpangan
terhadap norma-norma atau nilai-nilai masyarakat disebut deviasi (deviation),
sedangkan pelaku atau individu yang melakukan penyimpangan disebut devian
(deviant). Kebalikan dari perilaku menyimpang adalah perilaku yang tidak
menyimpang yang sering disebut dengan konformitas. Konformitas adalah bentuk
interaksi sosial yang di dalamnya seseorang berperilaku sesuai dengan harapan kelompok.
2. Ciri-Ciri Penyimpangan
Sosial
Menurut Paul B. Horton penyimpangan sosial memiliki ciri-ciri
sebagai berikut.
a. Penyimpangan harus dapat didefinisikan
Perilaku dikatakan menyimpang atau tidak harus bias dinilai
berdasarkan kriteria tertentu dan diketahui penyebabnya.
b. Penyimpangan bisa diterima bisa juga ditolak
Perilaku menyimpang tidak selamanya negatif, ada kalanya
penyimpangan bisa diterima masyarakat, misalnya wanita karier. Adapun
pembunuhan dan perampokan merupakan penyimpangan sosial yang ditolak
masyarakat.
c. Penyimpangan relatif dan penyimpangan mutlak
Semua orang pernah melakukan penyimpangan sosial, tetapi
pada batas-batas tertentu yang bersifat relatif untuk semua orang. Dikatakan
relatif karena perbedaannya hanya pada frekuensi dan kadar penyimpangan. Jadi
secara umum, penyimpangan yang dilakukan setiap orang cenderung relatif. Bahkan
orang yang telah melakukan penyimpangan mutlak lambat laun harus berkompromi
dengan lingkungannya.
d. Penyimpangan terhadap budaya nyata ataukah budaya ideal
Budaya ideal adalah segenap peraturan hukum yang berlaku
dalam suatu kelompok masyarakat. Akan tetapi pada kenyataannya tidak ada
seorang pun yang patuh terhadap segenap peraturan resmi tersebut karena antara budaya
nyata dengan budaya ideal selalu terjadi kesenjangan. Artinya, peraturan yang
telah menjadi pengetahuan umum dalam kenyataan kehidupan sehari-hari cenderung banyak
dilanggar.
e. Terdapat norma-norma penghindaran dalam penyimpangan
Norma penghindaran adalah pola perbuatan yang dilakukan
orang untuk memenuhi keinginan mereka, tanpa harus menentang nilai-nilai tata
kelakukan secara terbuka. Jadi norma-norma penghindaran merupakan bentuk penyimpangan
perilaku yang bersifat setengah melembaga.
f. Penyimpangan sosial bersifat adaptif (menyesuaikan)
Penyimpangan sosial tidak selamanya menjadi ancaman
karena kadang-kadang dapat dianggap sebagai alat pemikiran stabilitas sosial.
3. Penyebab Terjadinya
Penyimpangan Sosial
Menurut Wilnes dalam bukunya “Punishment and Reformation“ sebab-sebab penyimpangan/kejahatan
dibagi menjadi dua, yaitu sebagai berikut.
a. Faktor subjektif adalah faktor
yang berasal dari seseorang itu sendiri (sifat pembawaan yang dibawa sejak
lahir).
b. Faktor objektif adalah faktor yang berasal dari luar (lingkungan).
Misalnya keadaan rumah tangga, seperti hubungan antara orang
tua dan anak yang tidak serasi. Untuk lebih jelasnya, berikut diuraikan
beberapa penyebab terjadinya penyimpangan seorang individu (faktor objektif).
a. Ketidaksanggupan menyerap norma-norma kebudayaan
Seseorang yang tidak sanggup menyerap normanorma kebudayaan
ke dalam kepribadiannya, ia tidak dapat membedakan hal yang pantas dan tidak
pantas. Keadaan itu terjadi akibat dari proses sosialisasi yang tidak sempurna,
misalnya karena seseorang tumbuh dalam keluarga yang retak (broken home).
Apabila kedua orang tuanya tidak bisa mendidik anaknya
dengan sempurna maka anak itu tidak akan mengetahui hak dan kewajibannya
sebagai anggota keluarga.
b. Proses belajar yang menyimpang
Seseorang yang melakukan tindakan menyimpang karena
seringnya membaca atau melihat tayangan tentang perilaku menyimpang. Hal itu
merupakan bentuk perilaku menyimpang yang disebabkan karena proses belajar yang
menyimpang. Misalnya, seorang anak yang melakukan tindakan kejahatan setelah
melihat tayangan rekonstruksi cara melakukan kejahatan atau membaca artikel
yang memuat tentang tindakan kriminal. Demikian halnya karir penjahat kelas
kakap yang diawali dari kejahatan kecil-kecilan yang terus meningkat dan makin
berani/nekad merupakan bentuk proses belajar menyimpang. Hal itu juga terjadi pada
penjahat berdasi putih (white collar crime) yakni para koruptor kelas kakap
yang merugikan uang negara bermilyar- milyar. Berawal dari kecurangankecurangan
kecil semasa bekerja di kantor/mengelola uang negara, lamakelamaan makin berani
dan menggunakan berbagai strategi yang sangat rapi dan tidak mengundang
kecurigaan karena tertutup oleh penampilan sesaat.
c. Ketegangan antara kebudayaan dan
struktur sosial
Terjadinya ketegangan antara kebudayaan dan struktur
sosial dapat mengakibatkan perilaku yang menyimpang. Hal itu terjadi jika dalam
upaya mencapai suatu tujuan seseorang tidak memperoleh peluang, sehingga ia
mengupayakan peluang itu sendiri, maka terjadilah perilaku menyimpang. Misalnya
jika setiap penguasa terhadap rakyat makin menindas maka lama-kelamaan rakyat
akan berani memberontak untuk melawan kesewenangan tersebut. Pemberontakan bisa
dilakukan secara terbuka maupun tertutup dengan melakukan
penipuan-penipuan/pemalsuan data agar dapat mencapai tujuannya meskipun dengan
cara yang tidak benar. Penarikan pajak yang tinggi akan memunculkan keinginan
memalsukan data, sehingga nilai pajak yang dikenakan menjadi rendah. Seseorang
mencuri arus listrik untuk menghindari beban pajak listrik yang tinggi. Hal ini
merupakan bentuk pemberontakan/perlawanan yang tersembunyi.
d. Ikatan sosial yang berlainan
Setiap orang umumnya berhubungan dengan beberapa
kelompok. Jika pergaulan itu mempunyai pola-pola perilaku yang menyimpang, maka
kemungkinan ia juga akan mencontoh pola-pola perilaku menyimpang.
e. Akibat proses sosialisasi
nilai-nilai subkebudayaan yang menyimpang.
Seringnya media massa menampilkan berita atau tayangan
tentang tindak kejahatan (perilaku menyimpang) menyebabkan anak secara tidak
sengaja menganggap bahwa perilaku menyimpang tersebut sesuatu yang wajar. Hal
inilah yang dikatakan sebagai proses belajar dari subkebudayaan yang
menyimpang, sehingga terjadi proses sosialisasi nilai-nilai subkebudayaan
menyimpang pada diri anak dan anak menganggap perilaku menyimpang merupakan sesuatu
yang wajar/biasa dan boleh dilakukan.
4. Bentuk-Bentuk
Penyimpangan Sosial
Bentuk-bentuk penyimpangan sosial dapat dibedakan menjadi
dua, sebagai berikut.
a. Bentuk penyimpangan berdasarkan
sifatnya dibedakan menjadi dua, yaitu sebagai berikut.
1) Penyimpangan bersifat positif
Penyimpangan bersifat positif adalah penyimpangan yang
mempunyai dampak positif ter-hadap sistem sosial karena mengandung unsur-unsur inovatif,
kreatif, dan memperkaya wawasan seseorang. Penyimpangan seperti ini biasanya diterima
masyarakat karena sesuai perkembangan zaman. Misalnya emansipasi wanita dalam
kehidupan masyarakat yang memunculkan wanita karir.
2) Penyimpangan bersifat negatif
Penyimpangan bersifat negative adalah penyimpangan yang bertindak
ke arah nilai-nilai sosialyang dianggap rendah dan selalu mengakibatkan hal yang
buruk. Bobot penyimpangan negatif didasarkan pada kaidah sosial yang dilanggar.
Pelanggaran terhadap kaidah susila dan adat istiadat pada umumnya dinilai lebih
berat dari pada pelanggaran terhadap tata cara dan sopan santun. Bentuk
penyimpangan yang bersifat negative antara lain sebagai berikut.
a) Penyimpangan primer (primary deviation)
Penyimpangan primer adalah penyimpangan yang dilakukan
seseorang yang hanya bersifat temporer dan tidak berulang-ulang. Seseorang yang
melakukan penyimpangan primer masih diterima di masyarakat karena hidupnya
tidak didominasi oleh perilaku menyimpang tersebut. Misalnya: siswa yang
terlambat, pengemudi yang sesekali melanggar peraturan lalu lintas, dan orang yang
terlambat membayar pajak.
b) Penyimpangan sekunder (secondary deviation)
Penyimpangan sekunder adalah perilaku menyimpang yang
nyata dan seringkali terjadi, sehingga berakibat cukup parah serta menganggu
orang lain. Misalnya: orang yang terbiasa minum-minuman keras dan selalu pulang
dalam keadaan mabuk, serta seseorang yang melakukan tindakan pemerkosaan. Tindakan
penyimpangan tersebut cukup meresahkan masyarakat dan mereka biasanya dicap masyarakat
sebagai “pencuri”, “pemabuk”, “penodong”, dan “pemerkosa”. Julukan itu makin
melekat pada si pelaku setelah ia ditangkap polisi dan diganjar dengan hukuman.
b. Bentuk penyimpangan berdasarkan
pelakunya, dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu sebagai berikut.
1) Penyimpangan individual (individual deviation)
Penyimpangan individual adalah tindakan yang dilakukan
oleh seseorang yang menyimpang dari norma-norma suatu kebudayaan yang telah
mapan. Misalnya: seseorang bertindak sendiri tanpa rencana melaksanakan suatu
kejahatan, seperti: mencuri, menodong, dan memeras. Penyimpangan individu
berdasarkan kadar penyimpangannya dibagi menjadi lima, yaitu sebagai berikut.
a) Pembandel yaitu penyimpangan yang
terjadi karena tidak patuh pada nasihat orang
tua agar mengubah pendiriannya yang kurang baik.
b) Pembangkang yaitu penyimpangan
yang terjadi karena tidak taat pada peringatan orang-orang.
c) Pelanggar yaitu penyimpangan yang
terjadi karena melanggar norma-norma umum yang berlaku dalam masyarakat.
d) Perusuh atau penjahat yaitu
penyimpangan yang terjadi karena mengabaikan norma-norma umum, sehingga
menimbulkan kerugian harta benda atau jiwa di lingkungannya.
e) Munafik yaitu penyimpangan yang
terjadi karena tidak menepati janji, berkata bohong, mengkhianati kepercayaan,
dan berlagak membela.
2) Penyimpangan kelompok (group
deviation)
Penyimpangan kelompok adalah tindakan sekelompok orang
yang beraksi secara kolektif dengan cara yang bertentangan dengan norma-norma
masyarakat. Misalnya: mafia obat-obatan terlarang dan narkotika, geng, dan
komplotan penjahat. Dalam penyimpangan kelompok biasanya kejahatan yang mereka
lakukan sulit dibongkar dan dilacak pihak kepolisian.
5. Jenis-Jenis
Penyimpangan Sosial
Batasan perilaku menyimpang ditentukan oleh normanorma masyarakat.
Jenis penyimpangan sosial (perilaku menyimpang), antara lain sebagai berikut:
a. Penyimpangan seksual
Penyimpangan seksual adalah perilaku seksual yang tidak
lazim dilakukan. Penyimpangan seksual dapat dibedakan menjadi beberapa jenis,
antara lain sebagai berikut:
1) Perzinaan
Perzinaan adalah hubungan seksual yang
dilakukan oleh pria dengan wanita di luar pernikahan, baik mereka yang sudah
pernah melakukan pernikahan yang sah atau belum.
2) Suka terhadap sesama jenis (homoseksualitas)
Suka terhadap sesama jenis dalam penyimpangan seksual
dibedakan menjadi dua, yaitu sebagai berikut.
a) Lesbian adalah hubungan seksual yang dilakukan sesama
wanita.
b) Homoseks adalah hubungan seksual yang dilakukan sesama
pria.
Seseorang menjadi homoseksual pada umumnya karena
pengaruh lingkungan sosial dan ada yang karena faktor bawaan sejak lahir. Tindakan
ini bertentangan dengan norma-norma sosial dan agama sehingga dianggap sebagai perilaku
menyimpang.
3) Hubungan seksual di luar nikah (kumpul kebo)
Hubungan seksual di luar nikah (kumpul kebo) adalah hubungan
suami istri tanpa ikatan perkawinan. Hal itu merupakan perilaku seks bebas yang
mengundang terjangkitnya penyakit kelamin yang membahayakan seperti virus HIV
penyebab penyakit AIDS.
4) Pemerkosaan
Pemerkosaan adalah tindakan pemaksaan dengan kekerasan
pada orang lain untuk melakukan hubungan seksual. Penyimpangan seksual selain
bertentangan dengan norma, juga berbahaya bagi pelakunya maupun bagi
masyarakat. Bahaya dari penyimpangan seksual antara lain sebagai berikut.
1) Pencemaran dan pencampuradukan
keturunan.
Masyarakat Indonesia masih menjunjung
adat keturunan yang mengagungkan kesucian, kehormatan, dan kemurnian keturunan.
2) Penularan penyakit kelamin yang
membahayakan pasangan suami istri dan dapat mengancam keselamatan anak yang
dilahirkannya. Penyakit HIV AIDS yang sangat menakutkan juga disebabkan oleh
zina.
3) Ketidakteraturan rumah tangga
sebagai akibat perceraian karena suami atau istri berbuat zina, sehingga menghancurkan
keluarga.
4) Telantarnya anak-anak yang tidak
berdosa sebagai akibat ulah orang-orang yang tidak bertanggung jawab (para pelaku
zina), sehingga anak yang dilahirkan mendapat julukan anak haram.
b.
Penyalahgunaan narkotika
Penggunaan narkotika di bidang
kedokteran, penelitian, dan pengembangan ilmu pengetahuan dapat memberikan manfaat
bagi manusia. Sebaliknya jika narkotika digunakan tidak sesuai dengan norma
agama dan masyarakat maka akan mengakibatkan perilaku menyimpang. Jenis-jenis
narkotika antara lain ganja, candu, putaw, sabu-sabu, morfin, dan heroin. Ada
beberapa alas an orang menggunakan narkotika antara lain sebagai berikut.
1) Ingin menghilangkan atau mengurangi rasa takut.
2) Ingin menghilangkan rasa malu atau minder.
3) Ingin melupakan kesulitan atau permasalahan hidup meskipun
hanya sebentar.
4) Ada yang hanya sekedar ingin coba-coba supaya tidak ingin
ketinggalan zaman.
Penggunaan narkotika pada tingkatan
dan waktu tertentu akan mengakibatkan ketergantungan pada narkotika. Bahkan
bisa menjadikan seseorang berbuat menyimpang seperti pembunuhan, pemerkosaan,
dan perampokan. Contoh penyalahgunaan narkotika antara lain sebagai berikut.
1) Zat yang semestinya diberikan kepada
orang sakit untuk mengurangi rasa sakit malah dipakai orang sehat.
2) Obat penenang semestinya untuk
pasien jiwa agar tidak mengamuk justru dipakai orang sehat.
c. Perkelahian
pelajar
Perkelahian pelajar atau tawuran
selalu diawali dengan adanya suatu konflik antara dua pelajar atau lebih yang berlainan
sekolah. Perkelahian pelajar atau tawuran menjadi suatu masalah yang serius
karena peserta tawuran cenderung mengabaikan norma-norma yang ada, membabi buta,
melibatkan korban yang tak bersalah dan merusak apa saja yang ada di
sekitarnya. Akibatnya, tawuran mendatangkan bentuk penyimpangan lain seperti
perusakan, penganiayaan, dan bahkan pembunuhan.
d.
Alkoholisme
Minuman alkohol mempunyai efek negatif terhadap saraf.
Alkohol dapat mengakibatkan mabuk dan tidak dapat berpikir secara normal.
Akibatnya seorang pemabuk mudah melakukan tindakan yang tidak terkendali baik
secara fisik, sosial, maupun psikologis sehingga merugikan dirinya maupun orang
lain.
e. Tindakan kriminal atau tindakan kejahatan
Tindakan kejahatan adalah suatu bentuk pelanggaran norma
hukum, khususnya yang menyangkut pidana dan perdata yang pada dasarnya
merupakan tindakan yang merugikan orang lain. Tindakan kriminal antara lain
adalah pencurian, pemerkosaan, dan perampokan. Tindak kejahatan mencakup pula
semua kegiatan yang dapat mengganggu keamanan dan kestabilan negara seperti
korupsi, makar, subversi, dan terorisme.
f. Penyimpangan dalam gaya hidup yang lain dari biasanya
Penyimpangan dalam gaya hidup yang lain dan biasanya,
misalnya berikut ini.
1) Sikap arogansi adalah kesombongan
terhadap sesuatu yang dimilikinya seperti kekayaan, kekuasaan, dan kepandaian. Sikap
arogansi bisa saja dilakukan oleh seseorang yang ingin menutupi kekurangan yang
dimilikinya.
2) Sikap eksentrik adalah perbuatan
yang menyimpang dari biasanya sehingga dianggap aneh, seperti anak laki-laki
memakai anting-anting, perempuan memakai anting di lidahnya, gaya rambut modern
(berdiri ke atas), dan seniman berambut gondrong.
6. Teori-Teori Perilaku
Menyimpang
Teori-teori yang menjelaskan tentang perilaku
menyimpang, antara lain sebagai berikut.
a. Teori fungsi oleh Durkheim
Menurut teori fungsi, bahwa keseragaman dalam kesadaran moral
semua warga masyarakat tidak mungkin ada, karena setiap individu berbeda dengan
yang lain. Oleh karena itu, orang yang berwatak jahat akan selalu ada di lapisan
masyarakat manapun. Bahkan menurut Durkheim kejahatan perlu bagi masyarakat,
sebab dengan adanya kejahatan maka moralitas dan hukum akan berkembang secara
normal. Dengan demikian perilaku menyimpang memiliki fungsi yang positif.
b. Teori merton oleh K. Merton
Menurut teori merton, bahwa struktur sosial bukan hanya menghasilkan
perilaku yang konformis (sesuai dengan norma) melainkan juga menghasilkan
perilaku yang menyimpang. Struktur sosial dapat menghasilkan pelanggaran
terhadap aturan sosial dan juga menghasilkan anomie yaitu pudarnya kaidah.
c. Teori labelling oleh Edwin M. Lement
Menurut teori labelling, bahwa seseorang menjadi menyimpang
karena proses labelling yang diberikan masyarakat kepada dirinya. Labelling
adalah pemberian nama atau konotasi buruk, misalnya si pemabuk, si pembolos, si
perokok, sehingga meskipun ia tidak lagi melakukan penyimpangan tetap diberi gelar
sebutan pelaku menyimpang. Dari hal tersebut ia akan tetap melakukan penyimpangan
karena terlanjur dicap oleh masyarakat.
d. Teori konflik oleh Karl Marx
Menurut teori konflik, bahwa kejahatan terkait erat
dengan perkembangan kapitalisme. Perilaku menyimpang diciptakan oleh
kelompok-kelompok berkuasa dalam masyarakat untuk melindungi kepentingan
sendiri. Hukum merupakan cerminan kepentingan kelas yang berkuasa dan sistem
peradilan pidana mencerminkan kepentingan mereka. Orang miskin yang melakukan
pelanggaran dihukum sedangkan pengusaha besar yang melakukan pelanggaran tidak
dibawa ke pengadilan. Demikian menurut pendapat Karl Marx.
e. Teori pergaulan berbeda oleh Edwin H. Sutherland.
Menurut teori pergaulan berbeda, bahwa penyimpangan bersumber
dari pergaulan dengan kelompok yang telah menyimpang. Penyimpangan diperoleh
melalui proses alih budaya (cultural
transmission). Melalui proses tersebut seseorang mempelajari penyimpangan,
maka lamakelamaan ia pun akan tertarik dan mengikuti pola perilaku yang menyimpang
tersebut.
B. Pengendalian Sosial
(Social Control)
Dewasa ini masyarakat Indonesia mulai
banyak berubah. Masyarakat Indonesia yang dulunya terkenal ramah berubah menjadi
masyarakat yang beringas. Puncaknya pada tahun 1998, pada waktu itu terjadi demonstrasi
yang agresif, penjarahan, disertai dengan aksi membakar dan mengamuk yang
terjadi di mana-mana. Mengapa hal itu bisa terjadi? Apakah aparat keamanan dan pemerintahan
tidak tahu cara menghentikan aksi tersebut?
Untuk menghentikan aksi-aksi tersebut diperlukan sebuah
cara yang salah satunya adalah pengendalian sosial.
1. Pengertian Pengendalian Sosial
Pengertian pengendalian sosial
menurut para sosiolog, antara lain sebagai berikut.
a. Menurut Joseph S. Roucek
Pengendalian sosial adalah suatu istilah kolektif yang mengacu
pada proses terencana ataupun tidak terencana yang mengajarkan, membujuk atau
memaksa individu untuk menyesuaikan diri dengan kebiasaan-kebiasaan dan
nilainilai kelompok.
b. Menurut Peter L. Berger
Pengendalian sosial adalah berbagai cara yang digunakan oleh
masyarakat untuk menertibkan anggota-anggotanya membangkang.
c. Menurut Horton
Pengendalian sosial adalah segenap cara dan proses yang ditempuh
oleh sekelompok orang atau masyarakat, sehingga para anggotanya dapat bertindak
sesuai harapan kelompok atau masyarakat.
d. Menurut Soetandyo Wignyo Subroto
Pengendalian sosial adalah sanksi, yaitu suatu bentuk
penderitaan yang secara sengaja diberikan oleh masyarakat. Dari beberapa
definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pengendalian sosial adalah proses yang
digunakan oleh seseorang atau kelompok untuk memengaruhi, mengajak, bahkan
memaksa individu atau masyarakat agar berperilaku sesuai dengan norma dan
nilai-nilai yang berlaku di masyarakat, sehingga tercipta ketertiban di masyarakat.
2. Ciri-Ciri Pengendalian
Sosial
Dari definisi tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri
pengendalian sosial adalah sebagai berikut.
a. Suatu cara/metode atau teknik
untuk menertibkan masyarakat/ individu.
b. Dapat dilakukan oleh individu terhadap
individu, kelompok terhadap kelompok atau kelompok terhadap individu.
c. Bertujuan mencapai keserasian
antara stabilitas dengan perubahan-perubahan yang terus terjadi dalam
masyarakat.
d. Dilakukan secara timbal balik
meskipun terkadang tidak disadari oleh kedua belah pihak.
Jika semua individu maupun masyarakat berperilaku sesuai
dengan norma di masyarakat, berarti pengendalian sosial sudah dilaksanakan
secara efektif.
3. Tujuan Pengendalian
Sosial
Pengendalian sosial dilakukan dengan tujuan sebagai berikut.
a. Untuk menjaga ketertiban sosial.
Apabila nilai-nilai dan norma-norma sosial dijalankan semua masyarakat, maka ketertiban
sosial dalam masyarakat dapat terpelihara. Salah satu cara menanamkan nilai dan
norma sosial adalah melalui lembaga pendidikan dan pendidikan keluarga. Melalui
lembaga tersebut anak diarahkan untuk meyakini nilai dan norma sosial yang
baik.
b. Untuk mencegah terjadinya
penyimpangan terhadap nilainilai dan norma-norma sosial di masyarakat. Dengan
adanya pengendalian sosial seseorang atau masyarakat mulai berfikir jika akan
berperilaku menyimpang.
c. Untuk mengembangkan budaya malu.
Pada dasarnya setiap individu memiliki “rasa malu“,
karena rasa malu berhubungan dengan harga diri seseorang. Harga diri seseorang
akan turun jika seseorang melakukan kesalahan yang melanggar norma-norma sosial
di dalam masyarakat. Jika seseorang melakukan kesalahan maka masyarakat akan
mencela. Celaan tersebut menyadarkan seseorang untuk tidak mengulangi
pelanggaran terhadap norma. Jika setiap perbuatan melanggar norma dicela maka “budaya
malu“ akan timbul dalam diri seseorang.
d. Untuk menciptakan dan menegakkan
sistem hukum.
Sistem hukum merupakan aturan yang disusun secara resmi
dan disertai sanksi tegas yang harus diterima oleh seseorang yang melakukan
penyimpangan.
4. Sifat-Sifat Pengendalian Sosial
Sifat-sifat pengendalian sosial dapat dibedakan menjadi tiga
sebagai berikut.
a. Preventif
Pengendalian sosial bersifat preventif
adalah pengen-dalin sosial yang dilakukan sebelum terjadi penyimpangan terhadap
nilai dan norma sosial yang berlaku di masyarakat. Dengan kata lain tindakan
preventif merupakan tindakan pencegahan.
Contoh:
1) Seorang ibu
melarang anak lelakinya merokok karena merokok dapat merusak kesehatan.
2) Polisi menegur pemakai jalan raya
yang melanggar rambu-rambu lalu lintas.
b. Kuratif
Pengendalian sosial bersifat kuratif adalah pengendalian
sosial yang dilakukan pada saat terjadi penyimpangan sosial.
Contoh:
Seorang guru menegur dan menasihati siswanya karena ketahuan
menyontek pada saat ulangan.
c. Represif
Pengendalian sosial bersifat represif
adalah pengendalian sosial yang bertujuan mengembalikan keserasian yang pernah
terganggu karena terjadinya suatu pelanggaran. Pengendalian ini dilakukan
setelah seseorang melakukan penyimpangan.
Contoh:
Seorang guru memberi tambahan pekerjaan
rumah dua kali lipat saat mengetahui siswanya tidak mengerjakan pekerjaan rumah
yang ditugaskan padanya.
5. Jenis-Jenis
Pengendalian Sosial
Dalam pergaulan sehari-hari kita akan menjumpai berbagai
jenis pengendalian sosial yang digunakan untuk mencegah atau mengatasi perilaku
menyimpang. Jenis pengendalian tersebut antara lain berikut ini.
a. Gosip atau desas-desus
Gosip atau desas-desus adalah bentuk
pengendalian sosial atau kritik sosial yang dilontarkan secara tertutup oleh
masyarakat. Gosip sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat,
yakni apabila ada individu/kelompok yang tindakannya menyimpang dari
nilai-nilai dan norma-norma sosial yang berlaku, maka individu tersebut akan
menjadi bahan pembicaraan masyarakat. Contoh: apabila ada seseorang siswa SMA
diketahui temannya terlibat penyalahgunaan obat terlarang dan minum-minuman keras.
Siswa tersebut akan menjadi bahan pembicaraan/gosip teman-teman sekolahnya yang
kemudian berkembang menjadi bahan pembicaraan guru, orang tua, dan masyarakat
sekitar. Kritik sosial yang dilakukan masyarakat dalam bentuk gosip/ desas-desus
tersebut dapat berperan sebagai pengendalian sosial. Dari adanya gosip tersebut
pelaku merasakan bahwa dia melakukan suatu pelanggaran norma-norma sosial.
Misalnya seorang gadis yang hamil, ia segera mendesak pacarnya untuk menikahi,
atau meminta segera dinikahkan secara resmi oleh orang tuanya. Demikian pula bagi
pelajar SMA yang terlibat penggunaan obat terlarang, ia akan segera
menghentikan tindakannya.
b. Teguran
Teguran adalah kritik sosial yang
dilontarkan secara terbuka oleh masyarakat terhadap warga masyarakat yang berperilaku
menyimpang. Teguran ini umumnya dilakukan oleh orang-orang dewasa seperti para
orang tua, guru, tokoh-tokoh masyarakat dan para pemimpin masyarakat. Dalam
pelaksanaannya teguran ada dua macam, yaitu teguran lisan dan teguran tertulis.
Teguran lisan adalah teguran yang dilontarkan secara lisan kepada individu yang
berperilaku menyimpang. Misalnya teguran orang tua secara langsung terhadap
anaknya yang berperilaku menyimpang, teguran guru kepada siswa yang melanggar, teguran
lisan pemimpin terhadap bawahannya yang melanggar, dan sebagainya.
Adapun teguran tertulis adalah bentuk
teguran yang dilakukan secara tidak langsung, tetapi melalui surat. Teguran tertulis
pada umumnya dilakukan oleh pemimpin kepada bawahannya karena kewenangan dalam
suatu organisasi atau instansi tertentu. Misalnya teguran tertulis melalui surat
dari kepala sekolah terhadap guru yang melanggar, teguran tertulis dari kepala
desa kepada aparatnya yang melanggar, teguran tertulis dari gubernur kepada
bupati yang melanggar, dan sebagainya. Kritik sosial bentuk teguran ini dapat
berperan pula sebagai pengendalian sosial, karena mereka yang berperilaku
menyimpang itu jika ditegur atasannya cenderung memperbaiki sikap dan
tindakannya.
c. Pendidikan
Pendidikan juga berperan sebagai alat
pengendalian sosial, karena pendidikan dapat membina dan mengarahkan warga masyarakat
(terutama anak sekolah) kepada pembentukan sikap dan tindakan yang bertanggung
jawab terhadap dirinya sendiri, masyarakat, bangsa, dan negaranya.
Menurut pendapat para ahli sosiologi
maupun ahli psikologi, bahwa pengaruh pendidikan sangat menentukan proses
pembentukan kepribadian seseorang. Individu yang berpendidikan baik cenderung
berperilaku lebih baik dari pada individu yang kurang berpendidikan.
Berpendidikan artinya individu mempunyai, mengalami, dan mengikuti pendidikan
yang sempurna dalam kehidupannya sehingga ia dapat membedakan mana yang benar
dan salah, mana yang baik dan buruk, atau mana yang boleh dan tidak boleh. Sebaliknya
individu yang kurang pendidikan, ia cenderung mengalami kesulitan penyesuaian
dirinya dalam interaksi sosial di masyarakat. Berdasarkan asumsi tersebut, maka
pendidikan dapat berfungsi untuk mencegah dan mengatasi perilaku menyimpang
dari warga masyarakat.
d. Agama
Sama halnya dengan pendidikan, agama
pun dapat berperan sebagai alat pengendalian sosial. Agama dapat memengaruhi
sikap dan perilaku para pemeluknya dalam pergaulan hidup bermasyarakat. Agama
pada dasarnya berisikan perintah, larangan, dan anjuran kepada pemeluk dalam
menjalani hidup sebagai makhluk pribadi, makhluk Tuhan, dan sekaligus sebagai
makhluk sosial. Norma-norma agama berfungsi untuk membimbing dan mengarahkan
para pemeluk agama dalam bersikap dan bertindak di masyarakat. Apabila individu
yang beragama tersebut berperilaku menyimpang atau bertindak melanggar
norma-norma agama, tentu ia akan dicekam perasaan bersalah atau berdosa
terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Bagi penganut agama yang baik tentu ia akan
berusaha menghindari perilaku yang melanggar norma-norma agamanya. Dengan demikian
jelaslah, bahwa agama sangat berperan sebagai alat pengendalian sosial.
e. Hukuman (Punishment)
Menyimak keempat jenis pengendalian
sosial di depan, yakni gosip, teguran, pendidikan, dan agama dirasakan kurang
tegas dan nyata sanksinya bagi individu yang berperilaku menyimpang. Dalam
kenyataan seharihari di dalam masyarakat, terdapat pula individu-individu yang
tebal muka. Sudah hilang rasa malunya atau tidak percaya adanya siksa Tuhan.
Mereka tentu tidak jera sekalipun digosipkan, ditegur, ataupun diberikan
pendidikan/pengarahan. Oleh karena itu diperlukan adanya hukum fisik seperti
hukuman mati, hukuman penjara, hukuman denda atau pencabutan hak-hak oleh
masya-rakat/pemerintah. Dengan adanya sanksi hukuman yang keras tersebut, diharapkan
bisa membuat jera bagi para pelanggar, sehingga tidak berani mengulanginya
lagi. Tidak hanya si pelaku, tetapi juga berpengaruh besar terhadap warga
masyarakat lainnya. Jadi, jelas bahwa hukuman merupakan alat pengendalian
sosial yang paling keras dan tegas dibandingkan jenis pengendalian sosial.
Misalnya individu yang melakukan pemerkosaan, penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan
terlarang, pencurian ataupun pembunuhan. Mereka tentu tidak akan banyak
pengaruhnya bila hanya digosipkan atau ditegur begitu saja, melainkan harus
diberi hukuman yang seberat-beratnya agar tidak mengulangi lagi perbuatan
tersebut.
6. Cara-Cara Pengendalian
Sosial
Ada beberapa macam cara pengendalian sosial agar individu
dan masyarakat berperilaku sesuai dengan apa yang diharapkan. Cara pengendalian
tersebut antara lain sebagai berikut:
a. Cara persuasif
Cara persuasif dalam pengendalian
sosial dilakukan dengan menekankan pada usaha mengajak dan membimbing anggota
masyarakat agar bertindak sesuai dengan cara persuasif. Pengendalian sosial
dengan cara persuasif biasanya diterapkan pada masyarakat yang relative tenteram,
norma dan nilai sosial sudah melembaga atau menyatu dalam diri para warga
masyarakatnya. Selain itu cara persuasif juga menekankan pada segi nilai pengetahuan
(kognitif) dan nilai sikap (afektif).
Contoh cara persuasif: Seorang guru
membimbing dan membina siswanya yang kedapatan menyontek pada saat ulangan.
Guru memberikan pengertian bahwa menyontek itu menunjukkan sikap tidak percaya
diri dan kelak di kemudian hari menjadikan ia seorang yang bodoh dan tidak
jujur.
b. Cara koersif
Cara koersif dalam pengendalian
sosial dilakukan dengan kekerasan atau paksaan. Biasanya cara koersif dilakukan
dengan menggunakan kekuatan fisik. Cara koersif dilakukan sebagai upaya
terakhir apabila cara pengendalian persuasif tidak berhasil. Selain itu cara
koersif akan membawa dampak negatif secara langsung maupun tidak langsung,
karena menyelesaikan masalah dengan kekerasan akan menimbulkan banyak kekerasan
pula. Pengendalian sosial dengan cara koersif dapat dibedakan menjadi dua
macam, yaitu sebagai berikut.
1) Kompulsif (compulsion) yaitu
kondisi/situasi yang sengaja diciptakan sehingga seseorang terpaksa taat atau
patuh pada norma-norma. Misalnya: untuk membuat jera para pencopet, apabila tertangkap
basah langsung dikeroyok dan dihakimi massa.
2) Pervasi (pengisian) yaitu
penanaman norma secara berulang-ulang dengan harapan bahwa norma tersebut masuk
ke dalam kesadaran seseorang, sehingga orang tersebut akan mengubah sikapnya
sesuai yang diinginkan. Misalnya: bimbingan orang tua terhadap anak-anaknya secara
terus-menerus.
C. Lembaga Pengendalian
Sosial
Dalam masyarakat Indonesia yang memiliki peranan mengendalikan
perilaku menyimpang antara lain polisi, pengadilan, adat, dan tokoh masyarakat.
1. Polisi
Polisi bertugas menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat.
Polisi adalah aparat penegak hukum yang bertugas menegakkan kaidah-kaidah/norma
sosial. Sebagai penegak hukum polisi juga bertugas melakukan penyidikan berbagai
macam kasus penyimpangan sosial khususnya kejahatan dan laporan tentang
gangguan ketertiban masyarakat. Polisi juga mempunyai tanggung jawab melakukan
pembinaan kepada masyarakat agar berperilaku sesuai dengan harapan yang diatur dalam
norma-norma masyarakat yang bersangkutan. Seseorang yang melanggar aturan dalam
norma-norma masyarakat yang bersangkutan akan dijadikan sebagai orang yang
dicurigai, terdakwa, terpidana, atau tersangka.
2. Pengadilan
Pengadilan merupakan lembaga resmi yang dibentuk pemerintah
untuk menangani pelanggaran-pelanggaran norma/ kaidah yang ada di masyarakat.
Dalam pengadilan terdapat perangkat yang bertugas menjalankan
pengadilan antara lain, hakim, jaksa, panitera, dan pengacara. Kaidah-kaidah/norma
yang dijadikan patokan dalam berperilaku yang diakui pemerintah - hukum. Hukum
merupakan salah satu alat pengendali sosial yang sangat ampuh, karena orang
yang melanggar hukum akan dijatuhi sanksi-sanksi sesuai dengan penyimpangan yang
telah dilakukan.
3. Adat
Masyarakat Indonesia kebanyakan masih memegang kuat
kebiasaan-kebiasaan peninggalan nenek moyang kita. Kebiasaan tersebut dinamakan
adat. Adat berisi nilai-nilai, norma-norma, dan kaidah sosial yang harus
dipahami, dijalani, dan dipelihara secara turun-temurun. Seseorang yang
melanggar adat akan dicemooh dan digunjingkan oleh masyarakat di sekitarnya.
Pihak yang berhak menegakkan adat adalah pemuka adat. Adat-istiadat memuat juga
mengenai sebuah hukuman. Sebagai hukuman adat mengendalikan perilaku agar tidak
menyimpang. Sebagai sebuah aturan hukum adat memiliki sanksi bagi pelanggaran
adat.
Sanksi yang diberikan kepada pelanggar adat ada yang
ringan dan ada yang berat. Sanksi yang ringan misalnya digunjingkan, dicemooh, diejek,
dan lain-lain. Jika sanksinya berat biasanya dimusyawarahkan dulu dengan pemuka
adat baru kemudian diterapkan kepada pelaku penyimpang. Misalnya: orang yang tidak
mengadakan upacara adat perkawinan, digunjingkan oleh masyarakat sekitarnya.
4. Tokoh Masyarakat
Tokoh masyarakat adalah seseorang yang memiliki pengaruh
besar, dihormati, dan disegani dalam masyarakat karena pekerjaannya,
kecakapannya, dan sifat-sifat tertentu yang dimilikinya. Tokoh masyarakat bisa
berasal dari pemuka agama, pemuka masyarakat, atau dari profesi lain yang
dianggap terhormat. Tokoh masyarakat kaitannya dengan pengendalian sosial sangat
erat karena tokoh masyarakat disegani, dihormati, sehingga apa yang dikatakan
oleh tokoh masyarakat selalu didengar oleh anggota masyarakat. Selain itu tokoh
masyarakat diharapkan mampu mengawasi pelaksanaan tingkah laku masyarakat di
mana dia berada. Pada daerah-daerah tertentu keberadaan tokoh masyarakat lebih
penting dari pada aparat resmi pemerintahan. Maka dari itu segala perilaku dan
perkataan tokoh masyarakat selalu ditiru dan diikuti oleh anggota masyarakat.
BAB IX
STRUKTUR SOSIAL
DAN DIFERENSIASI SOSIAL
Kompetensi Dasar
Memahami struktur social dan Difeensiasi sosial
Struktur sosial termasuk bagian penting dalam kajian sosiologi
dan antropologi karena mempelajari banyak hal yang menyangkut hubungan manusia
dalam masyarakat. Struktur sosial meliputi unsur-unsur seperti pranata,
kedudukan sosial, dan peranan sosial. Struktur sosial mencakup berbagai
hubungan sosial antara individu-individu secara teratur pada waktu tertentu yang
merupakan keadaan statis dari suatu sistem sosial. Jadi, struktur sosial tidak
hanya mengandung unsur kebudayaan belaka, melainkan sekaligus mencakup seluruh
prinsip
hubungan sosial yang bersifat tetap dan stabil. Perangkat struktur
sosial yang paling utama adalah status sosial. Mengenai struktur sosial,
Soerjono Soekanto dan Raymond Flirth memberikan pendapatnya.
1. Soerjono Soekanto
Struktur sosial menurut Soerjono
Soekanto berarti organisasi yang berkaitan dengan pilihan dan keputusan dalam hubungan-hubungan
sosial. Struktur sosial mengacu pada hubungan yang lebih mendasar. Selain itu,
hubungan tersebut memberikan bentuk dasar pada pola kehidupan masyarakat yang
memberikan batas-batas pada tindakan-tindakan yang sifatnya kelompok atau dalam
organisasi. Dalam masyarakat terdapat orang-orang dengan ciri-ciri fisik yang
berbeda. Amati tempat tinggalmu mungkin ada yang berasal dari suku berbeda, ada
orang tuanya berprofesi berbeda atau tingkat pendidikan yang berbeda pula. Kita
harus bersatu dengan bertenggang rasa agar tercipta kehidupan yang aman dan
damai. struktur sosial, kelompok sosial, organisasi, stratifikasi sosial
2. Raymond Flirth
Struktur sosial menurut Flirth,
merupakan suatu pergaulan hidup manusia yang meliputi berbagai tipe kelompok
yang terjadi dari banyak orang dan lembagalembaga di mana orang-orang tersebut
ambil bagian. Terbentuknya masyarakat sebagai suatu sistem sosial terdiri atas
struktur sosial (kedudukan dan peranan sosial) serta proses-proses sosial
(sosialisasi dan pengendalian sosial). Sedangkan yang dimaksud sistem sosial
adalah serangkaian kegiatan berupa tindakan yang dilakukan oleh seseorang baik selaku
individu maupun selaku kelompok dalam melakukan interaksi antarsesamanya.
Adapun ciri-ciri masyarakat sebagai suatu sistem sosial, antara lain memiliki
kepercayaan, tujuan, serta kedudukan dan peranan.
a. Kepercayaan
Manusia sebagai makhluk sosial percaya adanya Tuhan yang
menciptakan makhluk serta alam semesta ini.
b. Tujuan
Tujuan merupakan cita-cita yang harus dicapai dengan cara
mempertahankan sesuatu yang sudah ada atau melalui berbagai perubahan.
c. Kedudukan dan Peranan
Setiap orang yang hidup di masyarakat memiliki kedudukan
atau status tertentu. Dengan demikian, setiap anggota masyarakat memiliki hak
dan kewajiban atas kedudukan yang dimilikinya. Jika seseorang telah menjalankan
kewajibannya dan menerima haknya berarti orang tersebut telah menjalankan
peranannya. Peranan sosial adalah tingkah laku individu yang menentukan suatu
kedudukan tertentu. Hal itu berarti peranan merupakan aspek dinamis dari
kedudukan seseorang. Antara kedudukan dan peranan sosial merupakan suatu kesatuan
yang tidak dapat dipisah-pisahkan dan saling bergantung. Peranan dapat mengatur
tingkah laku seseorang. Pada batas-batas tertentu dapat memperkirakan perbuatan-perbuatan
orang lain sehingga ia bisa segera menentukan sikap dan menyesuaikan diri
dengan perilaku orang-orang dalam kelompoknya.
Terbentuknya masyarakat sebagai suatu sistem sosial harus
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut.
1) Semua anggota masyarakat terikat
karena perasaan solidaritas. Artinya, antarindividu dalam masyarakat saling
memberikan pengorbanan sebagian kemerdekaannya baik secara paksaan maupun
kemauan sendiri.
2) Pengorbanan tersebut, antara lain
berupa sikap pengendalian diri. Dengan demikian, terwujud ketenteraman dan
keamanan demi kepentingan bersama.
3) Unsur-unsur yang terkandung dalam
masyarakat meliputi berbagai kelompok terdiri atas individu-individu yang
tergabung dalam kategori sosial, golongan sosial, dan lapisan-lapisan sosial
atau golongan sosial.
a. Kategori Sosial
Kategori sosial adalah kesatuan manusia
yang terbentuk karena adanya ciri-ciri objektif yang terdapat pada diri manusia
itu sendiri. Ciri-ciri objektif biasanya dikenal oleh pihak-pihak yang
tergabung dalam kategori sosial.
b. Golongan Sosial
Golongan sosial adalah kesatuan manusia yang mempunyai
identitas sosial tertentu dengan tujuan supaya pihak lain dapat mengetahuinya,
misalnya identitas pegawai negeri dengan menggunakan lencana korpri.
c. Lapisan Sosial atau Stratifikasi Sosial
Lapisan-lapisan sosial dalam masyarakat biasanya terbagi
atas masyarakat lapisan bawah, lapisan menengah, dan lapisan atas. Pelapisan
sosial masyarakat antara masyarakat kuno berbeda dengan masyarakat modern.
Lapisan sosial dalam masyarakat kuno, misalnya lapisan bangsawan, masyarakat
biasa, dan lapisan budak. Sedangkan lapisan sosial pada masyarakat modern,
misalnya pengusaha, buruh, dan pegawai negeri.
B. Ciri-Ciri Struktur
Sosial
Struktur sosial yang ada dalam masyarakat memiliki beberapa
ciri umum. Adapun ciri-ciri struktur sosial adalah sebagai berikut:
1. Struktur sosial mencakup semua
hubungan sosial antarindividu pada saat tertentu.
2. Struktur sosial merupakan seluruh
kebudayaan masyarakat yang dapat dilihat dari sudut pandang teoritis. Jadi,
setiap pelaksanaan penelitian diarahkan pada pemikiran tentang derajat dari
susunan sosialnya.
3. Struktur sosial merupakan
realitas sosial yang bersifat statis sehingga dapat dilihat kerangka tatanan
yang berbentuk struktur.
4. Struktur sosial mengacu pada hubungan-hubungan
sosial pokok yang dapat memberikan bentuk dasar pada masyarakat dan memberikan
batas-batas pada aksi-aksi yang kemungkinan besar dilakukan secara
organisatoris. Selain ciri-ciri struktur sosial juga memiliki fungsi dalam kehidupan
masyarakat. Dalam struktur sosial banyak dijumpai berbagai aspek perilaku
sosial. Dengan adanya struktur sosial, secara psikologis masyarakat merasakan
adanya batas-batas tertentu dalam setiap aktivitasnya. Dengan demikian,
individu senantiasa menyesuaikan diri dengan ketertiban dan keteraturan yang
ada. Dalam kondisi seperti itu, norma-norma dan nilai-nilai masyarakat dapat
berfungsi sebagai pembatas dalam berperilaku agar tidak melanggar hak anggota masyarakat
lainnya.
Berikut ini adalah beberapa fungsi struktur sosial.
1. Struktur sosial berfungsi sebagai pengawasan sosial (social
control).
Artinya struktur sosial merupakan penekan terhadap adanya
pelanggaran nilai dan norma masyarakat sehingga disiplin kelompok dapat
dipertahankan. Proses struktur sosial akan berjalan dengan lancar apabila
unsur-unsur sosial dalam masyarakat tersebut berjalan lancar tanpa mengalami
benturan dengan unsur-unsur lain.
2. Struktur sosial berfungsi sebagai
dasar dalam menanamkan disiplin sosial (discipline control). Setiap anggota kelompok
akan memiliki pengetahuan dan kesadaran terutama dalam hal sikap, adat kebiasaan,
dan kepercayaan. Dengan demikian, anggota kelompok dapat mengetahui bagaimana
cara bersikap dan bertindak sesuai dengan ketentuan dan harapan masyarakat. Akibatnya,
perbedaan paham dapat dikurangi.
Menurut Soerjono Soekanto, ada
beberapa unsur sosial yang pokok, seperti :
1. Kelompok sosial,
2. Kebudayaan,
3. Lembaga sosial,
4. Stratifikasi sosial,
5. Kekuasaan dan wewenang.
C. Kelompok Sosial
Kelompok sosial merupakan salah satu bentuk struktur sosial.
Terbentuknya kelompok sosial apabila di antara individu yang satu dengan yang
lain bertemu.
1. Pengertian Kelompok Sosial (Social Group)
Menurut pandangan sosiologi, kelompok diartikan sebagai suatu
kumpulan orang-orang yang mempunyai hubungan dan berinteraksi sehingga
mengakibatkan tumbuhnya perasaan bersama. Beberapa sosiolog memberi definisi
tentang pengertian kelompok sosial.
a. Joseph S.Roucek dan Roland
L.Warren
Kedua ahli sosiologi tersebut mendefinisikan kelompok sosial
sebagai kelompok yang terdiri atas dua atau lebih manusia dan di antara mereka
terdapat beberapa pola interaksi yang dapat dipahami oleh anggota atau orang
lain secara keseluruhan.
b. Mayor Polak
Polak mengartikan kelompok sosial sebagai sejumlah orang
yang satu sama lain memiliki hubungan sebagai sebuah struktur untuk memenuhi
kepentingan bersama.
c. Wila Huky
Kelompok sosial menurut Huky adalah suatu unit yang terdiri
atas dua orang atau lebih yang saling berinteraksi atau saling berkomunikasi.
d. Robert Bierstedt
Kelompok sosial adalah kumpulan orang yang memiliki kesadaran
bersama terhadap keanggotaannya dan saling berinteraksi. Kelompok sosial yang
ada dalam kehidupan masyarakat sangat beragam. Mereka memiliki ciri dan warna
tersendiri yang membedakannya dengan kelompok lain. Kelompok sosial tidak dapat
dipahami dengan melihat perbedaan kualitas dan ciri anggotanya saja. Kelompok
sosial dapat dipahami melalui
struktur yang ada di dalamnya sebagai suatu sistem yang
utuh. Orang-orang yang berada dan menjadi anggota suatu kelompok harus tunduk
dan taat terhadap berbagai norma atau kaidah sosial yang berlaku. Dengan
demikian, masing-masing anggota mencerminkan kepentingan kelompoknya.
Suatu kelompok dikatakan berstruktur
apabila di dalamnya ada syarat-syarat khusus, yaitu :
a. memiliki peranan-peranan sosial yang menjadi aspek dinamis
dari struktur,
b. adanya sistem dari situs-situs para anggotanya,
seperti adanya susunan pengurus, dan
c. berlakunya nilai dan norma-norma untuk mempertahankan
kehidupan kelompoknya.
Ada kelompok yang
berstruktur, namun ada pula kelompok yang tidak berstruktur. Kelompok yang
tidak memiliki struktur disebut sebagai kolektivitas, misalnya pemuda yang berkumpul
di tepi jalan. Sedangkan kelompok yang berstruktur banyak sekali contohnya,
seperti persatuan wartawan, persatuan guru, persatuan haji, dan persatuan
artis.
2. Proses Terbentuknya
Kelompok Sosial
Manusia disebut sebagai homo socius
atau makhluk sosial. Artinya, manusia tidak dapat hidup sendiri, ia memerlukan orang
lain dalam masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal itu terjadi karena
secara biologis membutuhkan manusia yang lain untuk hidup berkelompok.
Ada dua hasrat pokok yang dimiliki
manusia sehingga ia terdorong untuk hidup berkelompok, yaitu :
a. hasrat untuk bersatu dengan manusia-manusia lain di sekitarnya,
dan
b. hasrat untuk bersatu dengan situasi alam sekitarnya.
Kedua hasrat di atas
tidak dengan mudah akan terpenuhi. Untuk itu, manusia harus dapat menggunakan
akal dan perasaannya yang sehat untuk memenuhi kebutuhan jasmani dan rohaninya.
Keadaan atau hasrat untuk hidup bersama dimiliki oleh semua orang. Dari hasrat
yang sama tersebut kemudian orang membentuk kelompok. Selanjutnya, setiap
manusia berusaha untuk mengembangkan dirinya agar bisa diterima dan bermanfaat
bagi orang lain dalam kelompoknya. Kesemuanya itu akhirnya menimbulkan
kebudayaan kelompok yang disebut kelompok sosial (social group).
Perasaan persatuan dalam kelompok
sosial baru akan tercapai apabila setiap anggota kelompok mempunyai pandangan
yang sama tentang masa depan bersama. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
kelompok sosial merupakan kesatuan manusia yang hidup bersama, memiliki hasrat
yang sama, bekerja sama, memiliki perasaan yang sama, dan tujuan yang sama. Menurut
Soerjono Soekanto, kelompok manusia baru bisa dikatakan sebagai kelompok sosial
jika terdapat syarat-syarat sebagai berikut.
a. Adanya kesadaran dari anggota
kelompok bahwa mereka merupakan bagian dari kelompok.
b. Adanya hubungan timbal balik
antaranggota kelompok.
c. Adanya kesamaan tujuan yang
dimiliki oleh anggota kelompok.
d. Adanya struktur, kaidah, dan pola
perilaku.
Ada beberapa hal yang menjadikan manusia bersatu
sehingga membentuk kelompok sosial yaitu :
1. memiliki pertalian keluarga secara fisiologis;
2. perkawinan;
3. memiliki kesamaan agama dan kepercayaan;
4. memiliki kesamaan bahasa dan kebudayaan daerah;
5. memiliki kedekatan secara teritorial;
6. memiliki pemilikan dan penggarapan tanah bersama;
7. memiliki rasa tanggung jawab bersama terhadap
pemeliharaan aturan;
8. adanya kepentingan pekerjaan;
9. adanya kepentingan-kepentingan ekonomis;
10. tunduk kepada tuan yang sama;
11. adanya keterkaitan bersama kepada sebuah institusi
tertentu;
12. adanya pertahanan bersama untuk melawan musuh;
13. saling membutuhkan; dan
14. adanya berbagai daya, seperti asimilasi, konflik,
dan akomodasi yang melibatkan banyak kelompok.
3. Macam-Macam Kelompok
Sosial
Dalam kehidupan kita sehari-hari di
masyarakat banyak terdapat kelompok-kelompok sosial. Sepintas kelompok tersebut
nampaknya sama. Mereka sama-sama memiliki tujuan, saling berinteraksi, dan
adanya norma atau kaidah yang ditaati bersama. Namun, hal tersebut ternyata
masih sangat umum. Apabila dicermati nampak adanya bermacammacam kelompok
sosial.
Berikut ini adalah macam-macam
kelompok sosial dan ciri-ciri karakteristiknya yang membedakan dengan kelompok lainnya.
Menurut Biestedt, dikenal ada empat macam kelompok sosial, yaitu kelompok
statis, kelompok kemasyarakatan, kelompok sosial, dan kelompok asosiasi.
a. Kelompok Statis
Kelompok statis memiliki ciri-ciri : kelompok ini bukan organisasi,
tidak memiliki hubungan sosial dan kesadaran jenis di antara anggotanya. Contoh
kelompok statis adalah kelompok penduduk usia balita (0 - 5 tahun).
b. Kelompok Kemasyarakatan
Kelompok kemasyarakatan adalah kelompok yang memiliki
kesamaan tetapi tidak mempunyai organisasi dan hubungan sosial di antara
anggotanya. Contoh kelompok kemasyarakatan adalah pengelompokan penduduk berdasarkan
jenis kelamin.
c. Kelompok Sosial
Kelompok sosial adalah kelompok yang anggotanya memiliki
kesadaran jenis dan hubungan antaranggota terjalin, tetapi tidak terikat dalam
ikatan organisasi. Contoh kelompok sosial, antara lain keluarga batih dan
kelompok teman.
d. Kelompok Asosiasi
Kelompok asosiasi adalah kelompok yang mempunyai kesadaran
jenis dan memiliki kepentingan pribadi maupun kepentingan bersama. Para anggota
dalam kelompok asosiasi melakukan hubungan sosial, kontak, dan komunikasi,
serta memiliki ikatan organisasi formal. Contoh kelompok asosiasi adalah
negara, sekolah, dan korps pegawai negeri.
Selain dari Biestedt, masih ada
bermacam-macam kelompok lagi.
a. Kelompok Kekerabatan
Dasar dari pembentukan kelompok kekerabatan adalah sistem
kekerabatan, antara lain marga dalam suku Batak dan trah dalam suku Jawa.
Ukuran yang paling utama dalam kelompok kekerabatan adalah bahwa individu lebih
dekat atau tertarik dengan kehidupan keluarga, tetangga, atau individu lain
yang dianggap dapat berfungsi membina kerukunan sosial dalam kehidupan mereka.
b. Kelompok Primer dan Kelompok Sekunder
Kedua kelompok ini memiliki rasa memiliki terhadap kelompok
sangat besar. Para anggotanya saling membagi pengalaman, berencana, dan
memecahkan masalah bersama serta berusaha memenuhi kebutuhan bersama pula.
1) Kelompok Primer (Primary Group)
Kelompok primer memiliki ciri, antara
lain antaranggota kelompok saling mengenal serta bekerja sama secara erat dan bersifat
pribadi. Sebagai salah satu akibat dari hubungan yang erat dan bersifat pribadi
tersebut adalah peleburan individu dalam kelompok sehingga tujuan individu
menjadi tujuan kelompok pula. Kelompok primer hampir mirip dengan kelompok
kekerabatan. Perbedaan yang dimiliki adalah kelompok primer lebih bersifat
spontan.
Beberapa syarat untuk membentuk
kelompok utama telah dikemukakan oleh Charles Horton Cooley, yaitu :
a) anggota-anggota kelompok secara
fisik berdekatan satu sama lain;
b) jumlah anggota kelompok sedikit;
c) hubungan antaranggota kelompok bersifat langgeng; dan
d) memiliki tujuan akhir yang sama.
2) Kelompok Sekunder (Secondary Group)
Kelompok sekunder memiliki anggota lebih banyak daripada
kelompok primer atau utama. Anggota kelompok sekunder tidak selalu saling
mengenal, tidak langsung bersifat fungsional, rasional, dan lebih banyak
ditujukan pada tujuan pribadi. Anggota lain dan usaha kelompok merupakan alat. Sifat
kelanggengan dalam kelompok sekunder hanya sementara saja. Hubungan yang
terjadi pada kelompok sekunder tidak ditujukan pada pribadi-pribadi, tetapi
terhadap nama kelompok.
Di antara kelompok primer dan kelompok sekunder terdapat
beberapa perbedaan. Perbedaan tersebut sebagai berikut:
1) Kelompok Primer (Primary Group)
Kelompok primer memiliki cirri sebagai berikut.
a) Memiliki anggota sedikit (kurangndari
tiga puluh orang).
b) Hubungan antaranggota bersifat pribadi
dan akrab.
c) Mengutamakan komunikasi tatap muka.
d) Kebersamaan anggota dalam
kelompok relatif lama (bersifat lebih permanen).
e) Saling mengenal dengan baik antaranggota
kelompok sehingga mempunyai perasaan loyalitas.
f) Bersifat informal.
g) Keputusan dalam kelompok lebih
bersifat tradisional dan kurang rasional.
2) Kelompok Sekunder (Secondary Group)
Kelompok sekunder memiliki ciri sebagai berikut.
a) Jumlah anggota kelompok besar.
b) Hubungan antaranggota tidak
bersifat pribadi dan antaranggota tidak ada hubungan yang erat.
c) Komunikasi tatap muka jarang
dilakukan;
d) Para anggota berada bersama-sama
dalam waktu singkat (temporer).
e) Antaranggota tidak saling
mengenal dengan baik.
f) Bersifat formal.
g) Keputusan dalam kelompok lebih
rasional dan mengutamakan efisiensi.
c. Gemeinschaft dan Gesellschaft
1) Gemeinschaft
Gemeinschaft adalah bentuk kehidupan bersama yang
anggotanya diikat oleh hubungan batin yang murni, bersifat alamiah, dan kekal.
Dasar hubungan dalam kelompok ini adalah rasa cinta dan kesatuan batin. Bentuk kelompok
ini dapat dijumpai pada masyarakat desa atau masyarakat suku yang masih
tradisional. Masyarakat dalam kelompok ini mempunyai kedudukan yang lebih penting
daripada individu.
Fierdinand Tonnies mengemukakan ciri-ciri gemeinschaft, yaitu
:
a) hubungan antaranggota bersifat menyeluruh dan mesra (intim);
b) hubungan antaranggota bersifat pribadi (privat); dan
c) hubungan hanya untuk dalam kelompok, tidak untuk orang-orang
yang ada di luar kelompok (eksklusif). Permasalahan atau perselisihan yang
terjadi dalam kelompok diselesaikan atas nama kelompok dan bukan atas nama
pribadi saja.
Gemeinschaft ada tiga bentuk sebagai berikut.
a) Gemeinschaft by blood, yaitu bentuk kehidupan bersama
yang anggotanya diikat oleh hubungan darah atau keturunan. Misalnya, keluarga
dan kelompok kekerabatan.
b) Gemeinschaft of place, yaitu
bentuk kehidupan bersama karena berdekatan tempat tinggalnya sehingga dapat saling
menolong. Misalnya, RT dan RW.
c) Gemeinschaft of mind, yaitu
bentuk kehidupan bersama yang terjadi karena mempunyai jiwa dan pikiran yang sama
atau ideologi yang sama.
2) Gesellschaft
Gesellschaft adalah kelompok yang didasari ikatan
lahiriah yang jangka waktunya terbatas. Dalam gesellschaft terdapat hubungan
perjanjian yang berdasarkan ikatan timbal balik, misalnya ikatan antarpedagang,
dan organisasi buruh pabrik. Orang-orang yang ada dalam hubungan gesellschaft
didasarkan karena mempunyai kepentingan-kepentingan pribadi di atas kepentingan
kelompok. Sementara itu, unsur-unsur kehidupan lainnya hanya merupakan alat. Jadi,
apabila disimpulkan dapat diketahui adanya perbedaan yang jelas antara
gemeinschaft dan gesellschaft. Berikut perbedaan keduanya.
1. personal (berkepribadian jelas)
2. informal
3. tradisional
4. sentimental
5. umum
d. Kelompok Formal dan Kelompok Informal
Mengenai kelompok formal dan kelompok informal dapat
dilihat pada uraian berikut ini.
1) Kelompok Formal
Kelompok formal adalah
kelompok-kelompok yang sengaja diciptakan dan didasarkan pada aturan-aturan
yang tegas. Aturan tersebut dimaksudkan sebagai sarana untuk mengatur hubungan
antaranggota dalam bertingkah laku untuk mencapai tujuannya. Status yang
dimiliki oleh para anggota sesuai dengan pembatasan tugas dan wewenangnya.
2) Kelompok Informal
Kelompok informal adalah kelompok yang terbentuk karena
tinggi dan berulang-ulangnya kuantitas pertemuan. Setiap pertemuan dilakukan
berdasar pengalaman dan kepentingan anggota-anggota yang relatif sama.
e. Membership dan Reference Group
Robert K.Merton memberikan pendapat mengenai membership dan
reference group. Dia mendefinisikan kedua kelompok itu sebagai berikut.
1) Membership Group
Membership group merupakan kelompok di mana setiap orang
secara fisik menjadi anggota kelompok tersebut. Anggota-anggota dalam
membership group sering melakukan interaksi untuk membentuk kelompok-kelompok
tersendiri. Keanggotaan seseorang dalam membership group diukur dari interaksinya
dengan kelompok sosial tersebut termasuk para anggotanya.
2) Reference Group
Reference group merupakan kelompok yang menurut pandangan
seseorang mengakui, menerima, dan mengidentifikasikan dirinya tanpa harus
menjadi anggotanya.
Reference group mempunyai dua
bentuk.
a) Tipe normatif yang menentukan
dasar-dasar bagi kepribadian seseorang;
b) Tipe perbandingan (comparation
type) merupakan suatu pegangan bagi individu dalam menilai kepribadian.
Organisasi Sosial
Pengertian Organisasi Sosial
Anggota-anggota dalam organisasi sosial terstruktur dengan
rapi, memiliki peran dan status yang formal. Selain itu, anggota-anggota dalam
organisasi sosial secara bersamasama mempunyai tugas untuk memelihara dan
mengusahakan tercapainya tujuan bersama. Ada beberapa syarat yang diperlukan
dalam mengatur hubungan antaranggota dalam sebuah organisasi sosial.
a. Setiap anggota hidup dalam
suasana harmonis meskipun memiliki kehidupan yang berbeda.
b. Adanya kekuasaan atau otoritas
yang bersifat memaksa dalam pelaksanaan hubungan antaranggota.
c. Memiliki ukuran yang tetap dalam
tata hubungan sosial yang dapat diterima oleh anggota-anggota kelompok. Organisasi berarti suatu kesatuan orang yang
tersusun dengan teratur berdasarkan pembagian tugas tertentu. Sedangkan istilah
sosial berarti segala sesuatu yang berhubungan dengan pergaulan manusia dalam
masyarakat. Jadi, organisasi sosial adalah suatu susunan atau struktur dari
berbagai hubungan manusia yang terjadi dalam masyarakat, di mana hubungan
tersebut merupakan suatu kesatuan yang teratur. Hubungan antarmanusia dalam organisasi
sosial senantiasa berubah-ubah dan di dalamnya juga terdapat
d. Adanya pengaturan dan penyusunan
individu-individu dalam kelompok dan lapisan sosial tertentu yang menggambarkan
adanya koordinasi dan subordinasi.
BAB X
STRATIFIKASI SOSIAL
Kompetensi Dasar
Memahami Hakekat stratifikasi social, Wujud stratifikasi social,
System stratifikasi yang pernah ada di Indonesia dan Konsekuensi stratifikasi
sosial
Stratifikasi sosial merupakan pembedaan sosial
masyarakat secara vertikal. Dengan demikian, ada masyarakat yang menduduki
lapisan atas dan ada pula yang menduduki lapisan
bawah. Terjadinya pembedaan tersebut karena adanya sesuatu yang
dianggap berharga dalam masyarakat. Secara umum stratifikasi sosial juga sering
dikaitkan dengan persoalan kesenjangan atau polarisasi kelompok. Stratifikasi
ternyata tidak hanya terjadi di masa sekarang. Di masa kuno pun sudah terjadi.
Sehingga filosuf Yunani, Aristoteles, mengatakan bahwa dalam negara terdapat
tiga unsur, yaitu mereka yang kaya sekali, melarat, dan berada di tengah-tengah
antara kaya dan miskin.
1. Pengertian Stratifikasi
Sosial
Seorang sosiolog, Pitirim A. Sorokin
berpendapat bahwa sistem lapisan sosial merupakan ciri yang tetap dan umum dalam
setiap masyarakat yang hidup teratur. Mereka yang memiliki sesuatu yang
berharga dalam jumlah banyak akan dianggap berkedudukan dalam lapisan atas.
Sedangkan mereka yang sedikit atau sama sekali tidak memiliki sesuatu yang
berharga dalam pandangan masyarakat dianggap mempunyai kedudukan rendah. Pelapisan
sosial atau stratifikasi atau social stratification berasal dari kata
stratification dan social. Stratification berasal dari kata stratum (jamaknya
strata) yang berarti lapisan.
Mengenai stratifikasi sosial, Pitirim
A. Sorokin memberikan definisi bahwa stratifikasi sosial adalah pembedaan
penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat (hirarkis).
Dengan demikian, ada kelas-kelas tinggi dan kelas yang lebih rendah. Menurut
Sorokin, inti dan dasar stratifikasi sosial adalah tidak adanya keseimbangan
dalam pembagian hak dan kewajiban, kewajiban dan tanggung jawab nilai-nilai sosial
dan pengaruhnya di antara anggota-anggota masyarakat. Selain Pitirim A.
Sorokin, banyak ahli sosiologi yang memberikan definisi tentang stratifikasi
sosial. Pendapat mereka adalah sebagai berikut:
a. Astried S. Susanto
Astried menjelaskan bahwa stratifikasi sosial adalah
hasil kebiasaan hubungan antarmanusia secara teratur dan tersusun sehingga
setiap orang mempunyai situasi yang menentukan hubungannya dengan orang secara
vertikal maupun mendatar dalam masyarakatnya. Contoh pelapisan sosial
berdasarkan bidang pekerjaan menurut keahlian, kecakapan, dan keterampilan,
seperti pada sebuah perusahaan terdapat golongan elite, profesional, semi
profesional, tenaga terampil, tenaga semi terampil, dan tenaga tidak terlatih.
b. Bruce J. Cohen
Ia mengemukakan bahwa stratifikasi sosial adalah sistem yang
menempatkan seseorang sesuai dengan kualitas dan menempatkan mereka pada kelas
sosial yang sesuai. Contohnya pelapisan sosial berdasarkan tingkat
pendidikannya.
c. Robert M.Z. Lawang
Ia menjelaskan bahwa stratifikasi sosial adalah
penggolongan orang yang ada dalam suatu sistem ke dalam lapisan-lapisan
hirarkis menurut dimensi kekuasaan, priveless, dan prestise. Contohnya
pelapisan sosial dalam sistem kasta.
Stratifikasi sosial selalu ada dalam
kehidupan manusia. Apakah stratifikasi tersebut selalu sama di setiap
masyarakat? Apakah ada perbedaan stratifikasi antara masyarakat sederhanadan
modern? Stratifikasi sosial pada masyarakat sederhana akan berbeda dengan
stratifikasi sosial pada masyarakat modern. Stratifikasi pada masyarakat
sederhana, pelapisan yang terbentuk masih sedikit dan terbatas perbedaannya.
Sedangkan pada masyarakat modern, stratifikasi sosial yang terbentuk makin
kompleks dan makin banyak. Secara sederhana, perbedaan stratifikasi sosial bisa
dilihat dari perbedaan besarnya penghasilan rata-rata seseorang setiap hari.
Menurut Paul. B. Horton dan Chester L. Hunt bahwa terbentuknya stratifikasi sosial
tidak hanya berkaitan dengan uang. Stratifikasi sosial adalah suatu pelapisan
orang-orang yang berkedudukan sama dalam rangkaian kesatuan status sosial.
Stratifikasi sosial dalam masyarakat menurut terbentuknya dibagi menjadi
sebagai berikut.
a. Stratifikasi Sosial yang Terjadi
dengan Sendirinya dalam Proses Pertumbuhan Masyarakat
Landasan terbentuknya stratifikasi yang terjadi dengan sendirinya,
antara lain:
1) kepandaian;
2) tingkat umur (yang senior);
3) sifat keaslian keanggotaan kerabat seorang kepala masyarakat;
4) harta dalam batas-batas tertentu.
Namun demikian, setiap masyarakat memiliki landasan tersendiri
dalam terbentuknya stratifikasi sosial. Landasan terbentuknya stratifikasi
sosial pada masyarakat berburu tentu akan berbeda dengan stratifikasi sosial
pada masyarakat bercocok tanam. Landasan terbentuknya stratifikasi sosial pada
masyarakat adalah sebagai berikut.
1) Pada masyarakat berburu, yang
menjadi landasan stratifikasi adalah kepandaian berburu. Jadi, seseorang yang
memiliki kepandaian berburu di atas orang lain dipandang berada pada
stratifikasi sosial tinggi.
2) Pada masyarakat menetap dan
bercocok tanam yang menjadi landasan stratifikasi adalah kegiatan awal membuka
tanah di daerah tersebut. Pembuka tanah dan kerabatnya dianggap memiliki
stratifikasi sosial yang tinggi.
b.
Stratifikasi Sosial yang
Sengaja Disusun untuk
Mengejar Suatu Tujuan Bersama Stratifikasi
sosial yang sengaja disusun untuk mencapai tujuan tertentu biasanya berkaitan
dengan pembagian kekuasaan dan wewenang resmi dalam organisasi formal. Misalnya,
pemerintahan, badan usaha, partai politik, dan angkatan bersenjata. Pada
stratifikasi sosial jenis ini kekuasaan dan wewenang merupakan unsur khusus
dalam stratifikasi sosial.
Menurut Soerjono Soekanto, ada beberapa
pokok yang mendasari terjadinya stratifikasi sosial dalam masyarakat.
a. Sistem stratifikasi berpokok pada sistem pertentangan
dalam masyarakat.
b. Sistem stratifikasi sosial dianalisis dalam ruang
lingkup unsur-unsur sebagai berikut.
1) Sistem pertanggaan yang
diciptakan para warga masyarakat (prestise dan penghargaan).
2) Distribusi hak-hak istimewa yang objektif,
seperti penghasilan, kekayaan, dan keselamatan.
3) Criteria system pertentangan,
yaitu disebabkan kualitas pribadi, keanggotaan kelompok kerabat tertentu,
milik, wewenang, atau kekuasaan.
4) Lambang-lambang kedudukan,
seperti tingkah laku hidup, cara berpakaian, perumahan, dan keanggotaan dalam
suatu organisasi.
5) Mudah tidaknya bertukar kedudukan.
6) Solidaritas di antara individu-individu atau kelompok
yang menduduki kedudukan sama dalam sistem sosial masyarakat.
3. Dasar Pembentukan Stratifikasi
Sosial Stratifikasi sosial dalam masyarakat terjadi karena adanya sesuatu yang
dihargai dalam masyarakat. Sepanjang masyarakat memberikan penghargaan terhadap
sesuatu yang dianggap lebih, maka stratifikasi sosial di masyarakat tetap akan
ada. Sesuatu yang dipandang berharga, antara lain
a. uang;
b. tanah;
c. benda-benda bernilai ekonomis;
d. kekuasaan;
e. ilmu pengetahuan;
f. keturunan;
g. pekerjaan;
h. kesalehan dalam agama.
Secara umum, pembentukan stratifikasi sosial dalam masyarakat
didasari oleh beberapa kriteria berikut ini.
a. Ukuran Kekayaan
Mereka yang memiliki kekayaan paling banyak termasuk dalam
golongan lapisan atas. Kekayaan yang dimiliki dapat dilihat dari bentuk dan
model rumah, mobil pribadinya, cara berpakaian, cara berbelanja, dan tempat
makan.
b. Ukuran Kekuasaan
Mereka yang memiliki kekuasaan atau wewenang terbesar
akan menempati lapisan atas.
c. Ukuran Kehormatan
Ukuran kehormatan terlepas dari ukuran kekayaan dan atau
kekuasaan. Orang yang paling disegani dan dihormati dalam masyarakat akan
menempati lapisan sosial tertinggi. Ukuran kekuasaan banyak dijumpai pada
masyarakat tradisional. Dalam masyarakat tradisional, orang yang dihormati
adalah golongan tua atau mereka yang pernah berjasa.
d. Ukuran Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan dipakai sebagai ukuran stratifikasi sosial
pada masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan. Ukuran untuk menentukan
lapisan sosial masyarakat di atas bukanlah ukuran mutlak yang tidak bisa
berubah. Masih ada ukuran-ukuran lain yang dapat digunakan untuk menentukan
stratifikasi sosial seseorang dalam masyarakat.
Ukuran untuk menentukan kedudukan seseorang dalam
stratifikasi sosial ada bermacam-macam, antara lain kepemilikan tanah,
kehormatan, kesalehan dalam agama, dan kekayaan.
2.
Karakteristik Stratifikasi Sosial
Ada tiga karakteristik stratifikasi sosial dalam
masyarakat, yaitu perbedaan kemampuan atau kesanggupan, perbedaan gaya hidup,
dan perbedaan hak dan akses dalam pemanfaatan sumber daya.
a. Perbedaan Kemampuan atau Kesanggupan
Kelompok masyarakat yang berada pada lapisan sosial
tinggi akan memiliki kemampuan yang lebih besar jika dibandingkan mereka yang
berada di lapisan bawah. Kemampuan yang dimaksud, antara lain kemampuan dalam
bidang ekonomi, sosial, dan politik. Kelompok masyarakat golongan atas akan dengan
mudah untuk memiliki rumah, mobil, dan perhiasan dibandingkan golongan kelas
bawah.
b. Perbedaan Gaya Hidup (Life style)
c. Perbedaan Hak dan Akses dalam Memanfaatkan Sumber
Daya
Masyarakat yang menduduki lapisan sosial atas
akan makin banyak fasilitas dan hak yang diperoleh. Sementara itu, masyarakat
lapisan bawah dan tidak menduduki jabatan strategis apapun akan sedikit
mendapatkan hak dan fasilitas.
3.
Sifat Stratifikasi Sosial
Stratifikasi sosial dalam masyarakat ada yang bersifat tertutup
dan terbuka. Sifat stratifikasi sosial tersebut adalah sebagai berikut.
a. Stratifikasi Sosial Tertutup
(Closed Social Stratification)
Pada stratifikasi sosial tertutup membatasi kemungkinan berpindahnya
seseorang dari satu lapisan ke lapisan lain baik yang merupakan gerak ke atas
dan gerak ke bawah. Satu-satunya jalan untuk menjadi anggota dalam stratifikasi
sosial tertutup adalah kelahiran. Stratifikasi sosial tertutup terdapat dalam
masyarakat feodal dan masyarakat berkasta.
1) Sistem Kasta dalam Masyarakat India
Sistem kasta dalam masyarakat India telah ada sejak berabad-abad
yang lalu. Apabila ditelaah, pada masyarakat India sistem lapisan masyarakatnya
sangat kaku dan menjelma dalam diri kasta-kasta. Kasta-kasta di India mempunyai
cirri-ciri tertentu, sebagai berikut.
a) Keanggotaan pada kasta diperoleh
karena warisan atau kelahiran sehingga anak yang lahir memperoleh kedudukan
yang sama dengan orang tuanya.
b) Keanggotaan yang diwariskan berlaku seumur hidup.
Untuk itu, seseorang tidak mungkin mengubah kedudukannya
kecuali apabila ia keluar dari kastanya.
c) Perkawinan bersifat endogami, yaitu dipilih dari
orang yang sekasta.
d) Hubungan dengan kelompok-kelompok lainnya bersifat terbatas.
e) Kasta diikat oleh kedudukan-kedudukan yang secara tradisional
telah ditetapkan.
f) Prestise suatu kasta benar-benar diperhatikan.
2) Masyarakat Feodal
Pola dasar stratifikasi sosial dalam masyarakat feudal berbeda
dengan masyarakat pada umumnya. Pola dasar stratifikasi sosial masyarakat
feodal adalah sebagai berikut.
a) Raja dan bangsawan merupakan
pusat kekuasaan yang harus dihormati serta ditaati oleh rakyatnya. Raja
memiliki kewenangan serta hak-hak istimewa.
b) Lapisan utama diduduki oleh raja dan kaum bangsawan.
c) Rakyat harus mengabdi pada raja serta bangsawan.
Istilah kasta dalam bahasa India
adalah yati dan sistemnya disebut varna. Menurut kitab Rig Veda dan kitab-kitab
Brahmana, dalam masyarakat India dijumpai empat varna yang tersusun dari atas
ke bawah. Kasta-kasta tersebut adalah brahmana, ksatria, waisya, dan sudra.
Kasta brahmana merupakan kasta pendeta dan dipandang sebagai kasta tertinggi.
Ksatria merupakan kasta para bangsawan dan tentara serta dipandang sebagai kasta
kedua. Kasta waisya merupakan kasta pedagang dan dianggap sebagai lapisan
menengah. Sudra adalah kasta orang-orang biasa atau rakyat jelata.
Di Indonesia, terutama Bali, juga
menganut sistem kasta. Carilah informasi tentang pelaksanaan kasta di Bali!
Apakah sistem kasta di Bali sampai sekarang juga masih terus berlangsung?
Apakah pelaksanaan sistem kasta tersebut juga karena pengaruh dari India dan
pelaksanaannya juga seketat di India? Kasta-kasta apa sajakah yang ada di Bali?
Buat laporan tentang kasta di Bali dalam bentuk makalah. Gunakan sumber data
seperlunya. Makalah dapat disajikan dengan gambar-gambar yang mendukung.
3) Masyarakat yang Lapisan Sosialnya Tergantung pada Perbedaan
Rasial (Politik Rasial)
Masyarakat dengan lapisan sosial seperti ini pernah
terjadi di Afrika Selatan saat pelaksanaan politik apartheid. Saat itu Afrika
Selatan masih berada di bawah kekuasaan bangsa Inggris. Pemerintah penguasa
membedakan segala kegiatan antara kulit hitam dan kulit putih. Dalam perkembangannya,
politik apartheid banyak dikecam masyarakat dunia sampai akhirnya politik ini
berakhir dari Afrika Selatan. Sistem yang sama pernah berlangsung di Amerika
Serikat dengan nama segregation.
Sistem ini juga melakukan pembedaan masyarakat menjadi masyarakat kulit
berwarna terutama orang Negro dan kulit putih.
b. Stratifikasi Sosial Terbuka (Open Social Stratification)
Dalam stratifikasi sosial terbuka kemungkinan
untuk pindah dari satu lapisan ke lapisan lain sangat besar. Stratifikasi
sosial terbuka memberikan kesempatan kepada seseorang untuk berpindah lapisan
sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Sedangkan bagi masyarakat yang kurang
cakap dan tidak beruntung bisa jatuh ke lapisan sosial di bawahnya.
Dalam kenyataannya sistem
stratifikasi sosial tidak hanya bersifat terbuka dan tertutup saja, tetapi
bersifat campuran. Jadi, ada kemungkinan di dalam suatu masyarakat terdapat unsur-unsur
gabungan dari keduanya. Misalnya, dalam sistem ekonomi menggunakan sistem
stratifikasi sosial terbuka, sedangkan pada bidang lain bersifat tertutup.
a.
Sistem Stratifikasi Sosial Tertutup
|
b. Sistem Stratifikasi Sosial Terbuka
Pada sistem stratifikasi sosial terbuka, banyak peluang
bagi seseorang untuk pindah dari satu lapisan sosial ke yang lain
c. Sistem Stratifikasi Sosial Campuran
Pada sistem stratifikasi sosial campuran, perpindahan
lapisan hanya terjadi pada golongan lapisan yang sama.
6. Bentuk-Bentuk Stratifikasi Sosial
Setiap lapisan dalam susunan tertentu mempunyai sifat dan
kesatuannya sendiri. Namun demikian, setiap lapisan memiliki sifat yang
menghubungkan suatu lapisan dengan lapisan yang berada di bawah atau di
atasnya. Secara sederhana, stratifikasi sosial terbagi ke dalam tiga lapisan,
yaitu lapisan atas (upper), lapisan menengah (middle), dan lapisan bawah
(lower).
Bentuk stratifikasi sosial dalam masyarakat ada bermacam-macam,
seperti stratifikasi ekonomi, stratifikasi politik, dan stratifikasi sosial.
a. Stratifikasi Ekonomi
Stratifikasi ekonomi dapat dilihat dari segi pendapatan,
kekayaan, dan pekerjaan. Stratifikasi ekonomi mendasarkan pelapisan pada faktor
ekonomi. Jadi, orang-orang yang mampu memperoleh kekayaan ekonomi dalam jumlah
besar akan menduduki lapisan atas. Sebaliknya, mereka yang kurang atau tidak
mampu akan menduduki lapisan bawah. Dengan demikian, kemampuan ekonomi yang
berbeda menyebabkan terjadinya stratifikasi ekonomi.
Golongan masyarakat yang menduduki lapisan atas dalam stratifikasi
ekonomi, misalnya pengusaha besar, pejabat, dan pekerja profesional yang
memiliki penghasilan besar. Sementara itu, golongan yang menduduki lapisan
sosial paling bawah, antara lain gelandangan, pengemis, pemulung, dan buruh
tani. Stratifikasi ekonomi bersifat terbuka karena memungkinkan bagi masyarakat
untuk pindah ke lapisan sosial yang lebih tinggi jika mampu dan berprestasi. Dalam
sistem stratifikasi ekonomi terbuka kesempatan bagi seluruh warga masyarakat
untuk pindah ke lapisan sosial atasnya asalkan memiliki kemampuan.
b. Stratifikasi Sosial
Pelapisan jenis ini berhubungan dengan status atau kedudukan
seseorang dalam masyarakat. Menurut Max Weber, manusia dikelompokkan dalam
kelompok-kelompok status berdasar atas ukuran kehormatan. Kelompok status ini, didefinisikan
Weber sebagai kelompok yang anggotanya memiliki gaya hidup tertentu dan
mempunyai tingkat penghargaan sosial dan kehormatan sosial tertentu. Pembagian
pelapisan pada kriteria sosial maksudnya adalah stratifikasi, antara lain dalam
arti kasta, pendidikan, dan jenis pekerjaan. Stratifikasi sosial berdasarkan
kasta dapat dijumpai pada masyarakat India. Masyarakat India menjalankan sistem
kasta secara ketat dan kaku. Sistem kasta ini didasarkan pada agama Hindu.
Dalam sistem kasta tidak memungkinkan bagi seseorang untuk dapat pindah dari
satu lapisan ke lapisan yang lainnya. Stratifikasi sosial berdasarkan kriteria
pendidikan karena orang-orang di dalam sangat menghargai pendidikan sehingga menempatkan
mereka yang berpendidikan tinggi ke dalam kedudukan yang tinggi pula.
Stratifikasi sosial bidang pendidikan bersifat terbuka, artinya seseorang dapat
naik pada tingkat yang lebih tinggi apabila dia mampu dan berprestasi.
Stratifikasi pendidikan dapat dikelompokkan sebagai
berikut.
1) pendidikan sangat tinggi, antara lain doktor dan
profesor;
2) pendidikan tinggi, antara lain sarjana dan mahasiswa;
3) pendidikan menengah adalah mereka yang mengenyam bangku
SMA;
4) pendidikan rendah adalah mereka
yang mengenyam pendidikan hanya sampai tingkat SD dan SMP;
5) tidak berpendidikan atau buta huruf.
Stratifikasi bidang pendidikan
bersifat terbuka, artinya memberikan peluang bagi masyarakat yang berprestasi
dan mampu untuk naik ke lapisan yang lebih tinggi. Dalam dunia pendidikan
tinggi, seseorang akan dapat meraih gelar kesarjanaan apabila telah
menyelesaikan penelitian atau karya ilmiahnya. Saat ini, banyak terjadi
mahasiswa yang tidak membuat sendiri karya ilmiah sebagai tugas akhir
perkuliahannya. Akan tetapi, mereka menyerahkannya ke jasa pembuat karya ilmiah
dengan membayar sejumlah uang. Melihat fenomena seperti ini, bagaimanakah
pendapatmu sehubungan dengan kemampuan seseorang untuk dapat naik ke lapisan yang
lebih tinggi di bidang pendidikan?
Stratifikasi berdasarkan kriteria
sosial yang lain adalah stratifikasi bidang pekerjaan. Stratifikasi ini
mendasarkan pada keahlian, kecakapan, dan keterampilan seseorang. Astried S. Susanto
membagi pelapisan sosial bidang pekerjaan berdasarkan ukuran keahlian, sebagai
berikut.
1) Elite adalah orang kaya dan
orang-orang yang menempati kedudukan atau pekerjaan yang oleh masyarakat sangat
dihargai.
2) Profesional adalah orang yang
berijazah serta bergelar dari dunia pendidikan yang berhasil.
3) Semi profesional, misalnya
pegawai kantor, pedagang, teknisi pendidikan menengah, dan mereka yang tidak berhasil
mencapai gelar.
4) Tenaga terampil, misalnya
orang-orang yang mempunyai keterampilan mekanik teknik, pekerja pabrik yang terampil,
dan pemangkas rambut.
5) Tenaga semi terampil, misalnya
pekerja pabrik tanpa keterampilan, pengemudi truk, dan pelayan restoran.
6) Tenaga tidak terampil, misalnya
pembantu rumah tangga, tukang kebun, dan penyapu jalan.
c. Stratifikasi Politik
Indikator yang digunakan untuk
membedakan masyarakat berdasarkan dimensi politik adalah kekuasaan. Jadi, politik
identik dengan kekuasaan. Mereka yang memiliki kekuasaan terbesar akan
menduduki lapisan sosial atas. Begitu pula sebaliknya, yang sedikit bahkan sama
sekali tidak memiliki kekuasaan akan berada pada lapisan bawah. Kekuasaan adalah
kemampuan untuk memengaruhi individu-individu lain dan memengaruhi pembuatan
keputusan kolektif.
Robert D. Putnam mengatakan bahwa
kekuasaan adalah probabilitas untuk memengaruhi alokasi nilai-nilai otoritatif.
Sementara itu, menurut Max Weber, kekuasaan adalah peluang bagi seseorang atau
sejumlah orang untuk mewujudkan keinginan mereka sendiri melalui suatu tindakan
komunal meskipun mengalami tentangan dari orang lain yang ikut serta dalam
tindakan komunal itu.
Dalam masyarakat, pembagian kekuasaan
yang tidak merata sudah terjadi sejak lama. Menurut Gaetano Mosca, dalam setiap
masyarakat selalu terdapat dua kelas penduduk, yaitu kelas penguasa dan kelas
yang dikuasai. Kelas penguasa jumlahnya lebih sedikit daripada kelas yang
dikuasai. Kelas penguasa menjalankan semua fungsi politik, memonopoli kekuasaan,
dan menikmati keuntungan yang diberikan oleh kekuasaan itu.
Menurut Vilfredo Pareto ada beberapa
asas yang mendasari terbentuknya stratifikasi sosial berkaitan dengan kekuasaan
politik, yaitu:
1) kekuasaan politik, seperti halnya
barang-barang sosial lainnya didistribusikan dengan tidak merata;
2) pada hakikatnya orang yang
dikelompokkan dalam dua kelompok, yaitu mereka memiliki kekuasaan politik penting
dan mereka yang tidak memilikinya;
3) secara internal, elite itu
bersifat homogen, bersatu, dan memiliki kesadaran kelompok;
4) elite mengatur sendiri
kelangsungan hidupnya dan keanggotaannya berasal dari lapisan masyarakat yang sangat
terbatas;
5) kelompok elite pada hakikatnya
bersifat otonom, kebal akan gugatan dari siapa pun di luar kelompoknya mengenai
keputusan-keputusan yang dibuatnya.
Namun demikian, asas-asas tersebut
lebih banyak digunakan oleh pemerintahan yang diktator. Negara demokratis,
kekuasaan telah didistribusikan lebih terfragmentasi ke berbagai kelompok.
Siapa pun yang berkuasa biasanya akan selalu dikontrol oleh kelompok-kelompok
yang ada di luar sistem.
Komposisi orang-orang yang ada pada
golongan minoritas dan mayoritas dapat berubah-ubah dalam suatu periode waktu.
Seseorang yang tadinya bukan dari kelompok elite politik suatu saat bisa masuk
menjadi elite politik. Dengan demikian, stratifikasi politik bersifat terbuka. Stratifikasi
politik bersifat terbuka, yaitu memungkinkan bagi seseorang untuk masuk dan
keluar dari elite politik. Elite politik adalah golongan pemegang kekuasaan.
Stratifikasi politik berdasarkan
kekuasaan bersifat bertingkat-tingkat dan menyerupai suatu piramida. Menurut Mac
Iver ada tiga pola umum dalam sistem dan lapisan kekuasaan atau piramida
kekuasaan, yaitu tipe kasta, tipe oligarki, dan tipe demokratis.
1) Tipe Kasta
Tipe kasta merupakan sistem pelapisan kekuasaan dengan
garis-garis pemisah yang tegas dan kaku. Dalam tipe kasta tidak memungkinkan
gerak sosial vertikal. Garis pemisah antara tiap-tiap lapisan tidak mungkin
ditembus. Pada puncak piramida kekuasaan diduduki raja, kemudian diikuti oleh
kaum bangsawan, tentara, dan pendeta. Lapisan berikutnya terdiri atas tukang dan
buruh tani. Lapisan yang terendah adalah para budak.
Perhatikan piramida kekuasaan menurut tipe kasta pada bagan di bawah
ini!
Bagan Piramida Kekuasaan Tipe Kasta
Keterangan:
I : raja
II : bangsawan
III : orang-orang yang bekerja di pemerintahan
IV : pegawai rendahan dan seterusnya
V : tukang-tukang, pelayan-pelayan
VI : petani-petani, buruh tani
VII : budak-budak
2) Tipe Oligarki
Dasar pembedaan pada tipe oligarki ditentukan oleh kebudayaan
masyarakat setempat, terutama adanya kesepakatan yang diberikan kepada warga
masyarakat untuk memperoleh kekuasaan tertentu. Perbedaan antara satu lapisan
dengan lapisan lain tidak terlalu mencolok. Tipe oligarki masih mempunyai garis
pemisah yang tegas. Tipe oligarki dapat dijumpai pada masyarakat feodal yang telah
berkembang terutama di negara yang didasarkan pada aliran fasisme dan negara
totaliter. Bedanya bahwa kekuasaan sebenarnya berada di tangan partai politik
yang mempunyai kekuasaan menentukan. Perhatikan piramida tipe oligarki di bawah
ini!
Bagan Piramida KekuasaanTipe Oligarki
Keterangan:
I : raja atau penguasa
II : terdiri atas bangsawan dari macam-macam tingkatan
III : terdiri atas pegawai tinggi sipil dan militer, orangorang kaya,
pengusaha, dan sebagainya
IV : terdiri atas pengacara, tukang dan pedagang, petani, buruh tani
dan budak
3) Tipe Demokratis
Dalam tipe demokratis garis-garis pemisah antarlapisan sifatnya
fleksibel dan tidak kaku. Kelahiran tidak menentukan kedudukan dalam
lapisanlapisan yang terpenting adalah kemampuan. Kadang-kadang juga faktor keberuntungan.
Misalnya, seseorang dapat menduduki lapisan tertinggi sebagai kelas penguasa
karena masuk dalam organisasi politik.
Bagan di atas adalah piramida kekuasaan tipe demokratis!
Keterangan:
I : terdiri atas pemimpin politik, pemimpin
partai, orang kaya, pemimpin organisasi-organisasi besar
II : terdiri atas pejabat-pejabat administratif, kelas-kelas atas
dasar kelahiran ”eisure Class”
III : terdiri atas ahli-ahli teknik, petani, pedagang
IV : pekerja rendahan, petani rendahan
7. Unsur-Unsur Stratifikasi Sosial
Unsur-unsur dalam stratifikasi sosial adalah kedudukan (status)
dan peranan (role). Kedudukan dan peranan merupakan unsur pokok dalam
stratifikasi sosial. Status menunjukkan tempat atau posisi seseorang dalam
masyarakat. Peranan merupakan suatu tingkah laku atau tindakan yang diharapkan dari
seorang individu yang menduduki status tertentu.
a. Kedudukan (Status)
Kedudukan berarti tempat seseorang
dalam suatu pola atau kelompok sosial. Dengan demikian, seseorang dapat memiliki
lebih dari satu status. Hal itu disebabkan seseorang biasanya hidup dalam
beberapa pola kehidupan atau menjadi anggota dalam berbagai kelompok sosial.
Misalnya, Dina seorang pelajar sebuah SMA. Selain
sebagai seorang pelajar, Dina juga menjadi ketua OSIS, dan anggota Palang Merah
Remaja. Di rumah, Dina sebagai seorang anak, seorang kakak dari dua adiknya.
Selain itu, Dina juga menjadi sekretaris karang taruna di kampungnya. Dengan
demikian, Dina memiliki lebih dari satu status.
Untuk mengukur status seseorang, menurut Pitirim A. Sorokin
dapat dilihat pada hal-hal sebagai berikut.
1) jabatan atau pekerjaan;
2) pendidikan dan luasnya ilmu pengetahuan;
3) kekayaan;
4) politis;
5) keturunan;
6) agama.
Status pada dasarnya dibedakan atas
status yang bersifat objektif dan subjektif. Status yang bersifat objektif
disertai dengan hak dan kewajiban yang terlepas dari individu. Sementara itu,
status yang bersifat subjektif adalah status yang menunjukkan hasil dari
penilaian orang lain di mana sumber status yang berhubungan dengan penilaian
orang lain tidak selamanya konsisten untuk seseorang. Dalam masyarakat sering
kali kedudukan dibedakan menjadi dua macam, yaitu ascribed status dan achieved
status.
1) Ascribed status adalah kedudukan
seseorang dalam masyarakat tanpa memerhatikan perbedaan seseorang karena
kedudukan tersebut diperoleh berkat kelahiran.
Dengan kata lain, status yang diperoleh dengan sendirinya atau status
yang diperoleh tanpa inisiatif sendiri. Status ini dapat dibedakan menjadi
beberapa macam, yaitu:
a) Kelahiran
Pada umumnya ascribed status berdasarkan kelahiran ini
terdapat pada masyarakat dengan sistem pelapisan sosial yang tertutup.
Misalnya, pada masyarakat feodal, masyarakat kasta, dan masyarakat diskriminasi
sosial. Misalnya, kedudukan seorang anak raja adalah bangsawan juga.
b) Jenis kelamin
Status berdasarkan jenis kelamin dalam masyarakat terdiri
atas laki-laki dan perempuan.
c) Umur atau usia
Menurut umur, status dibedakan atas muda, sedang, dan
tua.
d) Anggota keluarga
Status dalam keluarga terdiri atas ayah, ibu, dan anak.
2)
Achieved status adalah
kedudukan yang dicapai seseorang dengan usaha sendiri. Kedudukan ini misalnya
setiap orang dapat menjadi hakim, dokter, jika memenuhi persyaratan-persyaratan
tertentu seperti telah menempuh pendidikan kehakiman dan kedokteran.
Ascribed status dan achieved status
membedakannya dilihat pada cara memperoleh status tersebut. Selain ascribed status dan achieved status ada
lagi status dalam masyarakat, yaitu assigned status. Assigned status adalah status
atau kedudukan yang diberikan atau dianugerahkan. Assigned status mempunyai
hubungan yang erat dengan achieved status. Contohnya pemberian gelar
kebangsawanan kepada tokoh yang dianggap berjasa terhadap masyarakat.
b. Peranan (Role)
Peranan merupakan aspek dinamis dari kedudukan atau status.
Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan kedudukannya
maka dia berarti telah menjalankan suatu peran. Peran dan kedudukan tidak dapat
dipisahkan karena satu dengan yang lainnya saling tergantung. Tidak ada peran
tanpa status dan tidak ada status tanpa peran. Seseorang dalam masyarakat bisa
memiliki lebih dari satu peran dari pola pergaulan hidupnya. Suatu peran paling
sedikit mencakup tiga hal, yaitu:
1) peran meliputi norma-norma yang
dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat;
2) peran adalah suatu konsep ikhwal
apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat; dan
3) peran dapat dikatakan sebagai
perilaku individu yang penting bagi struktur sosial dalam masyarakat.
Peran sangat penting karena dapat
mengatur perilaku seseorang. Selain itu, peran dapat memperkirakan perbuatan orang
lain pada batas-batas tertentu sehingga seseorang dapat menyesuaikan
perilakunya dengan perilaku orang lain. Peran dapat berarti sebagai perangkat
harapan yang dikenakan pada individu yang menempati kedudukan sosial tertentu.
Berdasarkan pelaksanaannya, peranan sosial dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
1) Harapan-harapan masyarakat
terhadap pemegang peran. Hal ini merupakan kewajiban bagi pemegang peran (role expection).
2) Harapan-harapan yang dimiliki
pemegang peran terhadap masyarakatnya. Hal ini merupakan hak yang harus diterima
pemegang peran.
Peran seseorang dalam masyarakat bisa
berubah-ubah tergantung subjek yang dihadapinya. Seiring dengan adanya konflik
antar peran, maka ada juga konflik peran. Untuk itu, pemisahan antara individu
dengan peran yang sesungguhnya harus dilaksanakan (role distance). Role distance terjadi apabila individu merasakan
dirinya tertekan karena dirinya merasa tidak sesuai untuk melaksanakan peran
yang diberikan masyarakat kepadanya. Dengan demikian, ia tidak dapat melaksanakan
perannya dengan sempurna atau bahkan menyembunyikan diri. Peran dapat
membimbing seseorang dalam berperilaku.
Adapun fungsi peran adalah sebagai berikut :
1) memberi arah pada proses
sosialisasi;
2) pewarisan tradisi, kepercayaan,
nilai-nilai, norma-norma dan pengetahuan;
3) dapat mempersatukan kelompok atau
masyarakat;
4) menghidupkan sistem pengendali
dan kontrol sehingga dapat melestarikan kehidupan mereka.
Berdasarkan cara
memperolehnya, peran dibagi menjadi dua.
1. Peran bawaan
(ascribed role), yaitu peranan yang diperoleh secara otomatis bukan karena
usaha, peran sebagai nenek dan anak.
2. Peran pilihan
(achieves), yaitu peranan yang diperoleh atas dasar keputusannya sendiri,
misalnya seseorang yang memutuskan diri untuk menjadi seorang akuntan maka dia
harus kuliah di fakultas ekonomi.
Fungsi Stratifikasi Sosial
Adapun fungsi peran adalah sebagai berikut:
a. sebagai alat pendistribusian hak
dan kewajiban pada setiap lapisan atau strata;
b. menempatkan individu-individu
pada strata tertentu;
c. sebagai pemersatu dengan pola
mengkoordinasikan bagian-bagian yang ada dalam struktur sosial guna mencapai
tujuan yang telah disepakati;
d. dapat memecahkan
persoalan-persoalan dalam masyarakat;
e. mendorong masyarakat bergerak
sesuai dengan fungsinya.
BAB XI
MOBILITAS SOSIAL
Kompetensi Dasar
Memahami Pengertian mobilitas social, Bentuk mobilitas social,
Faktor yang mempengaruhi mobilitas social, Cara melakukan mobilitas social dan
salurannya dan Hubungan mobilitas social dengan struktur sosial
Pengertian
Mobilitas sosial dapat juga diartikan sebagai gerak
sosial. Mobilitas sosial adalah gerak
perpindahan seseorang ataupun sekelompok warga dari status sosial yang satu ke
status sosial yang lain. Mobilitas sosial juga mencakup struktur sosial
yang bersifat hubungan antarindividu dalam kelompok dan hubungan antara
individu dengan kelompoknya. Setiap gerak cenderung menimbulkan perubahan, baik
itu berupa perubahan fungsi maupun perubahan posisi. Contoh yang terjadi pada
individu adalah adanya alih profesi yang semula pegawai negeri berpindah
menjadi wiraswasta. Sedangkan, dalam lingkup kelompok misalnya golongan
minoritas suatu wilayah masyarakatnya berasimilasi dengan golongan
mayoritas.
Ahli sosiologi mengartikan mobilitas menurut pendapat mereka
masing-masing.
a. Horton dan Hunt mengartikan
mobilitas sosial sebagai gerak perpindahan dari satu kelas sosial ke kelas
sosial lainnya. Perpindahan kelas sosial ini dapat diartikan sebagai
peningkatan maupun penurunan.
b. Kimball Young mendefinisikan
mobilitas sosial cenderung kepada tujuannya. Menurutnya, tujuan mobilitas
sosial adalah memperoleh keterangan tentang kepantasan struktur sosial suatu
masyarakat tertentu. Misalnya, mendapatkan status pegawai negeri sipil.
A. Mobilitas Sosial
Mobilitas sosial pada dasarnya merupakan
perpindahan antarstatus sosial. Mobilitas sosial dapat terjadi pada setiap sistem
pelapisan sosial baik yang terbuka maupun tertutup. Pada masyarakat pelapisan
sosial terbuka akan terjadi mobilitas yang tinggi. Artinya, prestasi menentukan
status sosial seseorang sehingga memberi peluang yang selebar-lebarnya untuk
berpindah status sosial yang lebih tinggi/baik. Sebaliknya, masyarakat yang menganut
pelapisan sosial tertutup, akan cenderung berpindah ke status sosial yang sama.
Jenis-Jenis Mobilitas
Sosial
Pada dasarnya jenis mobilitas sosial dibedakan menjadi mobilitas
horizontal dan mobilitas vertikal.
a. Mobilitas Horizontal
Mobilitas horizontal berarti perpindahan kedudukan secara
mendatar atau perpindahan dalam lapisan yang sama. Dengan kata lain,
perpindahan kedudukan individu atau objek-objek sosial lainnya dari satu
kelompok sosial lainnya yang sederajat. Jadi, tidak terjadi perubahan derajat
atau kedudukan seseorang dalam mobilitas horizontal ini.
Mobilitas horizontal memiliki dua bentuk yaitu bentuk intragenerasi
dan antargenerasi.
1)
Mobilitas sosial horizontal
intragenerasi terjadi dalam diri seseorang. Misalnya, seseorang yang berpindah
profesi tanpa melihat status sosialnya (walaupun status sosialnya lebih rendah)
tetapi akhirnya menjadi lebih sukses.
Contoh konkretnya seseorang yang semula
bekerja sebagai pengusaha, kemudian beralih menjadi petani.
2) Mobilitas sosial horizontal
antargenerasi, terjadi antara dua generasi atau lebih. Misalnya, ayah dan anak.
Contoh konkretnya adalah seorang ayah dahulu sebagai petani sukses. Anaknya,
tidak meniru jejak sang ayah, tetapi memilih sebagai seorang polisi.
Contoh lainnya, kakek, ayah, dan anak. Kakeknya dahulu sebagai
petani miskin, ayahnya bekerja sebagai buruh bangunan dan anaknya berprofesi
sebagai makelar karcis kereta api. Gerak sosial horizontal seperti pindah
pekerjaan yang sederajat dan perpindahan penduduk.
b. Mobilitas Vertikal
Mobilitas vertikal merupakan perpindahan status sosial yang
dialami seseorang atau sekelompok warga pada lapisan sosial yang berbeda.
Mobilitas vertikal dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu mobilitas vertikal
intragenerasi dan antargenerasi.
1) Mobilitas sosial vertikal
intragenerasi adalah mobilitas vertikal yang terjadi dalam diri seseorang.
Misalnya, Rudi adalah seorang polisi mula-mula pangkatnya sersan, kemudian naik
menjadi letnan, dan seterusnya. Mobilitas sosial intragenerasi dapat terjadi
menaik maupun menurun.
Contoh mobilitas sosial intragenerasi menurun adalah
seorang polisi yang diturunkan pangkatnya karena kasus pidana.
2) Mobilitas sosial vertikal
antargenerasi adalah mobilitas sosial yang tidak terjadi dalam diri orang tua sendiri,
tetapi terjadi dalam dua generasi. Misalnya, ibunya dahulu seorang dokter,
sedangkan anaknya hanya seorang yang lulus SMA. Hal itu menunjukkan mobilitas vertical
menurun.
Dibandingkan dengan mobilitas horizontal, mobilitas vertikal
lebih banyak membawa pengaruh pada masyarakat.
Ciri-ciri mobilitas vertikal adalah
sebagai berikut.
1) Mobilitas vertikal terjadi pada
masyarakat yang menganut sistem pelapisan sosial terbuka maupun sistem
pelapisan sosial tertutup.
2) Mobilitas vertikal terjadi
menurut norma dan nilai yang berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.
3) Kondisi politik dan ekonomi
masyarakat yang bersangkutan mempengaruhi laju mobilitas vertikal.
4) Saluran-saluran dalam masyarakat
merupakan sarana berlangsungnya mobilitas vertikal.
Menurut Soerjono Soekanto, saluran yang merupakan sarana
dalam mobilitas vertical adalah angkatan bersenjata, lembaga keagamaan, organisasi
politik, ekonomi, dan sosial.
Menurut Pitirim A. Sorokin, mobilitas sosial vertical mempunyai
saluran-saluran dalam masyarakat. Proses mobilitas sosial vertikal melalui
saluran-saluran tersebut disebut sebagai social circulation. Saluran-saluran
mobilitas vertikal, antara lain angkatan bersenjata, lembaga negara, sekolah,
organisasi politik, ekonomi, dan keahlian.
B. Saluran Mobilitas
Sosial
1. Lembaga Keagamaan
Dalam lembaga keagamaan setiap agama mengajarkan bahwa
manusia mempunyai kedudukan sederajat. Misalnya, dalam sejarah Paus Gregorius
VII yang jasanya sangat besar dalam pengembangan agama Katolik, dulunya hanya
anak seorang tukang kayu. Dari contoh tersebut dapat dikatakan bahwa
pemuka-pemuka agama bekerja keras untuk menaikkan kedudukan orang-orang ini
dari lapisan rendah dalam masyarakat..
2. Angkatan Bersenjata
Angkatan bersenjata berperan dalam masyarakat dengan sistem
militerisme. Misalnya, dalam keadaan perang. Suatu negara akan mengharap
kemenangan dari suatu peperangan. Jasa seorang prajurit akan dihargai tinggi
oleh masyarakat. Karena jasanya pula ia akan meningkat ke kedudukan yang lebih
tinggi.
3. Sekolah
Lembaga pendidikan merupakan saluran nyata dalam
mobilitas sosial vertikal. Sekolah juga dapat dikatakan sebagai sosial elevator
bergerak dari yang paling rendah ke paling tinggi. Kadang-kadang dijumpai
keadaan di suatu sekolah hanya dapat menerima siswa dari suatu kelas tertentu.
Sekolah-sekolah memikirkan jika dimasuki oleh lapisan yang rendah akan menjadi
saluran mobilitas sosial yang vertikal.
4. Organisasi Politik
Organisasi politik dapat member peluang besar bagi para
anggotanya. Pada masyarakat yang demokratis, lembaga pemilihan umum memegang
peranan penting dalam pembentukan kepemimpinan. Organisasi-organisasi politik mempunyai
peranan yang sama walaupun dalam bentuk yang lain. Supaya seseorang terpilih
sebagai pemimpin, terlebih dahulu harus mampu membuktikan dirinya sebagai orang
yang berkepribadian baik dan juga mempunyaiwujud aspirasi-aspirasi yang baik.
5. Organisasi Ekonomi
Ekonomi dalam wujud organisasi memegang peranan yang
sangat penting sebagai saluran mobilitas sosial vertikal. Misalnya, perusahaan
assembling mobil, perusahaan ekspor-impor. Orang kaya selalu menduduki lapisan
tinggi dalam ukuran masyarakat. Gejala ini juga dapat dilihat pada masyarakat
tradisional. Dalam masyarakat tradisional sering melakukan upacara-upacara
adat. Upacara-upacara adat pastilah memerlukan biaya yang tidak sedikit.
Orang-orang yang mampu melaksanakan upacara tersebut adalah orangorang yang
secara material mampu.
6. Organisasi-Organisasi Keahlian
Organisasi-organisasi keahlian merupakan suatu wadah yang
dapat menampung individu-individu dengan masingmasing keahliannya untuk
diperkenalkan dalam masyarakat.
Contoh organisasi keahlian adalah himpunan sarjana ilmu pengetahuan,
persatuan sastrawan, dan organisasi pelukis. Contoh saluran mobilitas yang lain
adalah perkawinan.
Horton dan Hunt (1987) mencatat ada dua faktor yang memengaruhi
tingkat mobilitas pada masyarakat modern, yaitu faktor struktural dan faktor
individu.
a. Faktor Struktural
Faktor struktural adalah jumlah relatif dari kedudukan tinggi
yang bisa dan harus diisi serta kemudahan untuk memperolehnya. Contoh faktor
struktural adalah ketidakseimbangan lapangan pekerjaan dengan jumlah pelamar.
b. Faktor Individu
Faktor individu adalah kualitas tiap-tiap orang ditinjau
dari tingkat pendidikan, penampilan, dan keterampilan pribadi. Faktor nasib
juga dikategorikan sebagai faktor individu. Kedua faktor di atas bersifat
saling melengkapi. Misalnya, suatu daerah membuka banyak lowongan pekerjaan,
tetapi penduduknya tidak memenuhi kualifikasi yang dibutuhkan. Di sisi lain,
dengan struktur sosial yang kaku masih saja ada orang yang bisa menyesuaikan
diri.
Menurut Horton dan Hunt, terkadang banyak orang yang
benar-benar bekerja keras dan memenuhi persyaratan mengalami kegagalan. Sebaliknya,
keberhasilan kadangkala justru “jatuh” ke pangkuan orang lain.
C. Proses Terjadinya
Mobilitas
Proses terjadinya mobilitas sosial disebabkan adanya perubahan
sosial. Faktor-faktor yang memengaruhi perubahan sosial adalah tingkat
reproduksi, perbedaan tingkat migrasi, perubahan teknologi, perubahan
kemampuan, dan perubahan sikap.
1. Tingkat Reproduksi
Hal yang mendorong tumbuhnya mobilitas karena adanya suatu
lapisan yang tidak dapat memproduksi sesuai kebutuhannya. Contohnya, tenaga
ahli dalam suatu daerah terbatas sehingga tidak dapat menangani semua
pekerjaan. Akibatnya, orang-orang yang tidak ahli akan berpindah pekerjaan ke
lapisan pekerja ahli tersebut.
2. Perbedaan Tingkat Migrasi
Seirama dengan perkembangan sosial serta ekonomi masyarakat,
kondisi politik, keamanan, dan mobilitas penduduk di Indonesia semakin rumit
(kompleks). Ragamnya meliputi mobilitas internasional, desa-desa termasuk
mobilitas musiman, antarwilayah (antarprovinsi) termasuk transmigrasi, dan
akhir-akhir ini pengungsi, seiring dengan bergejolaknya situasi politik dan
terganggunya kondisi keamanan pada berbagai tempat di tanah air.
Mobilitas adalah suatu hal yang wajar sebagai reaksi
pada perkembangan sosial, ekonomi, politik, dan keamanan, serta tidak mungkin
dicegah. Yang perlu dicermati adalah dampaknya baik yang positif maupun
negatif, baik bagi daerah yang ditinggalkan maupun didatangi, dan untuk para migrant
sendiri, keluarganya, serta keseimbangan dalam pola dan laju gerak masyarakat.
a. Mobilitas Internasional
TKI mencari pekerjaan ke luar negeri untuk meningkatkan taraf
hidup Mobilitas penduduk dari Indonesia ke luar negeri sebenarnya sudah
berlangsung berabad-abad lamanya, namun mulai mencuat sejak pertengahan
dasawarsa 1970-an. Karena besarannya yang semakin meningkat, baik yang resmi maupun
tidak resmi (ilegal), termasuk migran wanita. Negara-negara tujuan utama pada
dewasa ini adalah Malaysia dan Timur Tengah seiring dengan terbukanya kesempatan
lapangan kerja di negara-negara tersebut. Perlu dicatat pula sekalipun dalam
era globalisasi, pergerakan modal barang maupun informasi antarnegara lebih bebas,
namun pergerakan manusia masih terhambat oleh aturan-aturan migrasi yang sangat
ketat dan kaku di Negara-negara penerima.
b.
Mobilitas Internal
Data hasil sensus serta survei penduduk antarsensus (SUPAS)
memperlihatkan bahwa mobilitas penduduk antarpropinsi dan mobilitas desa-kota
memperlihatkan pola yang sangat sentris ke Pulau Jawa. Pada akhirnya akan
menimbulkan masalah-masalah di perkotaan. Seperti: perumahan kumuh, lapangan
kerja yang tidak mencukupi, serta semakin menurunnya tingkat pelayanan
prasarana perkotaan. Pola ini mencerminkan suatu disparitas wilayah, yang
merupakan perwujudan kebijaksanaan pembangunan dengan orientasi yang sarat pada
pertumbuhan ekonomi, khususnya industry dan jasa yang kebanyakan berlokasi di
kota-kota besar dan di Pulau Jawa. Dengan kondisi seperti itu aliran penduduk
ke kota-kota besar tidak akan dapat dihambat, sekalipun dengan tindakan
menjadikan ‘Kota Tertutup’ bagi para pendatang.
3. Perubahan Teknologi
Kemajuan transportasi di bidang
perhubungan telah mengalami kemajuan yang pesat. Hal ini menunjukkan adanya perubahan
teknologi. Dahulu transportasi menggunakan delman dan becak, kini telah berubah
dengan taksi/angkutan. Begitu juga dulu seorang kusir kini berubah menjadi
sopir. Di beberapa daerah juga terjadi alih pekerjaan. Masyarakat yang dulu
bekerja sebagai penggarap sawah setelah dibangunnya pabrik-pabrik berubah
sebagai buruh pabrik. Akan tetapi, dengan adanya sistem ekonomi masyarakat, kemajuan
teknologi tidak berarti secara drastis meningkatkan status sosial seseorang
dalam masyarakat.
4. Perubahan Kemampuan
Pendidikan dan keterampilan akan memengaruhi perubahan
kemampuan seseorang. Secara otomatis akan berpengaruh terhadap mobilitas
sosial. Misalnya, seorang tukang ojek setelah mengikuti kursus stir mobil maka
ia mampu menjadi sopir. Selain itu, seseorang yang mulanya hanya bisa berbahasa
lokal setelah mengikuti kursus bahasa asing akan mampu menguasai bahasa yang
dikehendaki. Dengan begitu ia akan bisa berkomunikasi menggunakan bahasa asing.
5. Perubahan Sikap
Perubahan sikap dapat mendukung dan menghambat terjadinya
mobilitas sosial. Contoh sikap yang mendukung mobilitas adalah keinginan untuk
maju maupun menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Sementara itu, sikap yang menghambat
mobilitas antara lain bersikap masa bodoh, tidak peduli dengan lingkungannya,
dan pasrah dengan keadaan tanpa mau berusaha.
Analisislah
pernyataan-pernyataan di bawah ini!
1. Mobilitas penduduk bersifat kompleks dan tidak berdiri sendiri, namun
sangat terkait erat dengan berbagai aspek sosial-ekonomi, politik, dan budaya.
Demikian pula mobilitas adalah sesuatu yang sangat wajar sebagai reaksi dari
kesempatan-kesempatan sosialekonomi, namun juga bisa merupakan sesuatu yang
dilakukan secara terpaksa contohnya mengungsi karena gangguan keamanan atau bencana
alam.
2. Pak Anton seorang pengusaha kaya. Ia bersama isterinya mengelola bengkel
mobil yang cukup terkenal di kotanya. Setelah mereka tua, anak mereka menjadi
tumpuan untuk meneruskan usahanya. Setelah usahanya dipegang anaknya ternyata
tidak menjadi maju justru mengalami kemunduran. Bagaimana agar usahanya masih
terus berkembang sehingga menghasilkan hasil yang maksimal.
Dalam proses
mobilitas diperlukan usaha untuk berjalan lebih cepat sehingga tujuan dari
mobilitas sosial cepat terwujud. Sebenarnya sarana yang paling tepat digunakan adalah
di bidang pendidikan. Akan tetapi, masih ada bidangbidang yang lain yang
berpengaruh terhadap proses mobilitas. Bidang-bidang tersebut, antara lain:
bidang ekonomi, sosial, dan hukum.
a. Bidang Ekonomi
Bidang ekonomi dapat dilaksanakan dengan peningkatan sarana-sarana
ekonomi, seperti pembangunan pasar, perhubungan, dan pembangunan gedung-gedung
sekolah yang memadai. Selain itu, peningkatan mutu dan kualitas siswa maupun
mutu dan kualitas sekolah juga dibutuhkan sehingga akan terjadi pemerataan.
Peningkatan anggaran pendidikan juga akan memengaruhi kemajuan di bidang pendidikan
yang secara tidak langsung berpengaruh pada bidang ekonomi.
b. Bidang Sosial
Bidang sosial dapat dilaksanakan dengan pengentasan kemiskinan
dan melaksanakan program anak angkat/anak asuh. Perbaikan sarana sosial juga
berpengaruh terhadap kemajuan bidang sosial.
c. Bidang Hukum
Bidang hukum dapat dilaksanakan dengan penanggulangan KKN.
Dengan adanya undang-undang yang ada maka diharapkan KKN bisa hilang dari bumi
Indonesia. Pemerintah Indonesia sedang menggalakkan pemberantasan korupsi.
Mobilitas membawa dampak positif maupun negatif. Mobilitas
sosial juga memungkinkan seseorang menduduki jabatan yang sesuai dengan
keinginannya. Akan tetapi, seseorang terkadang merasa tidak puas dan tidak
bahagia karena impian yang diidamkan tidak semuanya tercapai dengan mudah.
Menurut Horton dan Hunt, konsekuensi negatif dari mobilitas adalah kecemasan
dari jabatan yang meningkat dan keretakan antaranggota kelompok. Akibat dari
mobilitas sosial akan membawa dampak tumbuhnya konflik dan penyesuaian pasca
konflik.
1. Timbulnya Konflik
Mobilitas sosial merupakan pola-pola tertentu yang mengatur
organisasi suatu kelompok sosial. Kelompok sosial dalam suatu masyarakat
memungkinkan terjadi konflik, seperti konflik antarkelas sosial, kelompok
sosial, dan kemungkinan terjadinya penyesuaian. Konflik adalah suatu proses
sosial yang terjadi karena orang perorangan atau kelompok manusia berusaha
memenuhi tujuan hidup dengan jalan menentang pihak lawan disertai
ancaman/kekerasan. Penyebab terjadinya pertentangan, antara lain perbedaan pendirian
atau perasaan, kebudayaan, kepentingan, dan sosial.
a. Konflik Antarsosial
Perbedaan ciri-ciri fisik dan kebudayaan memicu
terjadinya konflik antarsosial. Dalam konflik ini masing-masing saling menjatuhkan.
b. Konflik Kelompok Sosial
Konflik kelompok sosial tergantung pada struktur sosial
yang menyangkut tujuan dan nilai-nilai kepentingan. Pertentangan akan bersifat
positif jika kelompok sosial tersebut tidak berlawanan dalam pola-pola struktur
sosialnya. Sebaliknya, akan bersifat negatif jika tidak ada toleransi antara
kedua pihak. Konflik dalam kelompok sosial membantu menghidupkan norma sosial. Di
samping itu, konflik dalam kelompok sosial juga dapat menjadi sarana mencapai keseimbangan
dan kekuatan dalam masyarakat.
c. Konflik Antargenerasi
Contoh konflik antargenerasi, antara lain hubungan antara
orang tua dengan anak yang tidak sama jenjang pendidikannya. Misalnya, anak
yang mempunyai pendidikan lebih tinggi cenderung akan merasa benar jika
berdiskusi dengan orang tuanya. Akibatnya, timbul pertentangan antara ayah
dengan anak.
2. Penyesuaian Pasca Konflik
Konflik yang ditimbulkan karena mobilitas sosial mendorong
masyarakat untuk menyesuaikan terhadap perubahan-perubahan yang ada. Penyesuaian
terhadap perubahan akibat mobilitas sosial, antara lain sebagai berikut.
a. Perlakuan baru masyarakat
terhadap kelas sosial dan kelompok sosial atau generasi tertentu.
b. Penerimaan individu atas kelompok warga akan kedudukannya
yang baru.
c. Pergantian dominasi dalam suatu kelompok sosial atau masyarakat.
BAHAN AJAR
SOSIOLOGI DAN ANTROPOLOGI
OLEH:
RIRIL MARDIANA F, S.Pd, M.M
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
KEPENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
2011
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................. ii
SATUAN ACARA PERKULIAHAN .......................................................... iv
SILABUS ....................................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
A. Peta
Konsep..................................................................................... 1
B. Pengertian
Sosiologi ....................................................................... 2
C. Definisi
Sosiologi dan Antropologi Menurut Beberapa Ahli ......... 2
D. Ciri-ciri
Sosiologi dan Antropologi................................................. 4
E. Perbedaan
Sosiologi dan Antropologi ........................................... 4
F. Tokoh-Tokoh
Sosiologi .................................................................. 4
BAB II KONSEP DALAM SOSIOLOGI
DAN ANTROPOLOGI............ 9
BAB III NILAI DAN NORMA DALAM MASYARAKAT ...................... 9
Peta Konsep ......................................................................................... 9
Nilai Sosial ........................................................................................... 10
Norma Sosial........................................................................................ 13
BAB IV PROSES SOSIAL DAN INTERAKSI SOSIAL............................ 13
A.
Peta Konsep..................................................................................... 18
B.
Interaksi Sosial................................................................................. 19
C.
Keteraturan Sosial............................................................................ 30
D.
Hubungan Interaksi Sosial
dengan Status dan Peran Sosial............ 31
E.
Hubungan Tindakan Sosial dan
Interaksi Sosial.............................. 34
F.
Perubahan / Dinamika Sosial............................................................ 34
BAB V KEPRIBADIAN ............................................................................... 42
A.
Peta Konsep .................................................................................... 42
B.
Kepribadian ..................................................................................... 43
C.
Faktor-Faktor Pembentukan
Kepribadian........................................ 45
BAB VI MASYARAKAT.............................................................................. 47
A Kehidupan
Kolektif dan Definisi Masyarakat ................................ 47
B Berbagai
Wujud Kolektif Manusia................................................... 48
C Unsur-Unsur
Masyarakat.................................................................. 48
D Pranata
Sosial................................................................................... 49
E Integrasi
Sosial.................................................................................. 49
BAB VII KEBUDAYAAN............................................................................ 51
A Pengertian
Kebudayaan ................................................................... 51
B Unsur-Unsur
Kebudayaan................................................................ 52
C Wujud
Kebudayaan dan Komponen Kebudayaan........................... 53
D Hubungan
Antara Unsur-Unsur Kebudayaan.................................. 54
BAB VIII PERILAKU MENYIMPANG DAN SIKAP ANTI SOSIAL..... 58
A. Peta
Konsep .................................................................................... 58
B.
Perilaku Menyimpang...................................................................... 59
C. Pengendalian Sosial......................................................................... 67
D. Lembaga
Pengendalian Sosial ........................................................ 73
BAB IX STRUKTUR SOSIAL DAN
DIFERENSIASI SOSIAL................ 76
A. Pengertian Struktur Sosial............................................................... 76
B. Ciri-Ciri
Struktur Sosial................................................................... 78
C. Kelompok Sosial.............................................................................. 79
D. Organisasi Sosial.............................................................................. 86
BAB X STRATIFIKASI SOSIAL................................................................. 88
A. Pengertian
Stratifikasi Sosial........................................................... 88
B.Karakteristik
Stratifikasi Sosial........................................................ 92
C.Sifat
Stratifikasi Sosial..................................................................... 92
D.Fungsi
Stratifikasi Sosial.................................................................. 104
BAB XI MOBILITAS SOSIAL..................................................................... 105
A.Pengertian
Mobilitas Sosial.............................................................. 105
B.Saluran
Mobilitas Sosial.................................................................... 107
C.Proses
Terjadinya Mobilitas.............................................................. 109
KATA PENGANTAR
Puja dan puji syukur patut kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang
telah memberikan petunjuk, kemudahan dan kelancaran dalam penulisan buku ajar
Sosiologi dan Antropologi ini. Istilah sosiologi dan antropologi banyak
diadopsi oleh para pihak dalam berbagai kehidupan, termasuk dalam dunia
pendidikan. Disamping itu kebutuhan literatur yang komprehensif untuk memenuhi
tuntutan mata kuliah sosiologi dan antropologi sangat mendesak untuk segera
diadakan, khususnya di lingkungan Universitas Kanjuruhan Malang.
Banyak pihak yang telah memberikan kontribusi terhadap penulisan
buku ajar ini, terutama motivasi dari Ketua Program Studi dan para Dosen di
Lingkungan Program Studi Pendidikan Ekonomi, untuk itu penulis ucapkan banyak
terima kasih. Tak lupa kami sampaikan juga rasa bangga dan terima kasih kepada
lembaga Universitas Kanjuruhan Malang yang telah memotivasi, memfasilitasi
serta mendukung penulis menyelesaikan buku ajar ini. Semoga semua ini menjadi
catatan amalan ibadah bagi kita semua.
Penulis yakin bahwa penulisan buku ajar “Sosiologi dan Antropologi”
ini masih jauh dari sempurna, untuk itu kritik dan saran dari pembaca sangat
penulis harapkan untuk perbaikan pada edisi selanjutnya.
Malang, 2 Maret 2011
Penulis
Riril Mardiana F, S.Pd. M.M